Oleh: Said Syahrul Rahmad, SH*
DULU sering terdengar kata-kata Jak Beut pada anak-anak yang seusia duduk dibangku SMA, SMP dan SD. Dimana pada sore hari mereka sudah siap-siap berkemas untuk memakai pakaian yang rapi, sambil membawa kitab alquran dan kitaba juz amma. Anak-anak berduyun-duyun ke tempat pengajian dimeunasah atau bale seuneubet. Bagi anak-anak yang tidak mengaji di meunasah atau baleu seuneubet pengajiannya dilakukan dirumah sendiri dengan bimbingan orang tua.
Ba’da Magrib hampir disetiap baleu seuneubet dan disetiap rumah terdengar alun-alun suara anak-anak yang mengaji. Bisa dipastikan bahwa pada saat menjelang magrib tidak ada lagi anak-anak yang berkeliaran diluar, mereka bergegas masuk kerumah untuk menunggu datangnya waktu magrib. Budaya ‘jak beut’ (mengaji-red) melekat pada anak-anak zaman dulu, tak jarang orang tua akan memarahi anak-anaknya jika tak mau pergi mengaji. Dengan bahasa tubuh saja anak-anak sudah tau bahwa kalau dia sedang disuruh atau dilarang sesuatu oleh orang tuan atau gurunya.
Pada tahun 80-an listrik sudah mulai masuk desa otomatis akan sangat membantun proses mengajar di baleu-baleu seuneubet (balai pengajian-red) karena listrik bisa menerangi disetiap ruang pengajian tanpa harus menggunakan lampu panyeut. Pada tahun 90-an, tehnologi terus maju dimana masyarakat mulai menggunakan alat elektronik seperti radio dan televisi. Apa lagi pada saat peralihan TV hitam putih ke TV berwarna. Tak hanya itu, disusul dengan keluarnya parabola yang bisa mendapatkan beberapa siaran televisi swasta nasional Indonesia bahkan luar negri.
Pada saat inilah anak-anak mulai terpengaruh dengan tontonan-tontonan televisi. Budaya ‘jak beut’ (pergi mengaji-red) sudah mulai berkurang. Apa lagi pada saat itu, siaran TV menawarkan beberapa film yang asyik untuk ditontongin oleh anaj-anak seperti Film-Film konfu dan Film sakti. Film Kungfu merupakan film yang sangat disenangi oleh anak-anak pada kala itu dengan salah satau pemeran utamanya adalah Bruce Lee. Akibat dari itu, lama-lama kelamaan anak-anak mulai meninggalkan pengajiannya, lebih memilih memonton demi mengikuti sambungan Film.
Tidak hanya anak-anak, terkadang orang tuapun ikut menonton dengan tayangan film yang bertema “Pernikahan Dini” dengan pemeran utamanya; Agnes Monica dan Syahrul Gunawan. Sinetron-sinetron terus diikuti hingga diahir episode. Pada tahun 2000-an sinetron “Cinta Fitri” adalah sinetron yang paling popular dimasyarakat. Sinetron ini bintangi oleh Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar. Lagi-lagi membuat orang tua dan anak tergiur mengikuti tontonan disetiap episode. Orang terus terlarut dengan berbagai tontonan, pemain sinetron nangis di TV, kita pun ikut nangis.
Belum lagi tayangan-tayangan Bollywood yang terkadang tidak boleh ditinton oleh anak. Dalam hal ini Keith W. Mielke mengatkan bahwa “masalah yang paling mendasar bukanlah jam yang dilewatkan si anak untuk menonton televise, melainkan program-program yang ia tonton” (1998:74). Artinya harus ada pengawasan orang tua pada saat si anak menonton. Mulai tahun 2003 ke atas anak-anak sudah mulai beralih perhatiannya dari tontonan. Anak-anak sudah mulai menghabiskan waktunya pada Play Stations (PS). Dengan tawaran permainan balap GP, bola dan perang. Kondisi seperti ini berahir sampai tahun 2008.
Pada tahun 2008, jenis permainan game sudah semakin canggih. Permainan mulai ditawarkan melalui online. Anak-anak mulai berlangganan dengan warnet-warnet yang menyediakan layanan game-game baru diinternet seperti permaina perang dan permainan balap. Permainan yang sangat terkenal adalah poker. Permainan poker paling banyak disukai oleh anak-anak sekarang, bahkan tua muda pun ikut bermain.
Permainan poker juga dimainkan secara online, untuk memainkannya harus ada modal atau poin tertentu yang disetting oleh pembuatnya. Kalau tidak ada poin otomtatis tidak bisa main. Buat para pecandu poker agar bisa main mereka membeli poin pada orang. Kondisi speerti ini sudah berjalan kurang lebih 5 tahun. Dimana-dimana anak-anak muda di Aceh sudah menghabiskan waktunya di warnet untuk bermain game. Bisa dipastikan setiap ada warnet akan dipenuhi dengan para pecinta game.
Tidak hanya itu, anak-anak muda juga membuat posko permainan di warung-warung yang menyediakan layanan internet (WiFi). Khususnya di Banda Aceh, hampir setiap warung kopi dipenuhi anak-anak muda yang nongkrong sambil bermain poker. Akibat dari ini anak-anak semkain malas, untuk kesekolah, kuliah dan mengaji karena sudah dipenuhi dengan pikiran game dikepalanya.
Para anak-anak muda bergadang sampai larut malam pergi siang pulang pagi. Mereka lebih memilih tidur di pagi hari dari pada malam hari. Pagi tidur, siang bangun, habis mandi pergi lagi untuk melanjutkan permainannya demi menambahkan poin-poin. Begitulah realita yang terjadi pada anak-anak sekarang di Aceh.
Permasalahan diatas tentunya akan membuat kita semua merasa khawatir. Oleh sebab itu perlu pencegahan seacara dini. Orang tua harus terus aktif memantau anak-anaknya, agar anak tidak dijajah oleh kelalaian yang tak berguna. Orang tua adalah orang yang sangat tepat untuk menciptakan perubahan kea rah yang positif bagi anak-anak. Orang tua semestinya harus punya waktu untuk kumpul bersama anak-anak agar anak terbimbing. Sebuah penelitian yang dilakukan Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) yang menyatakan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap anak maka akan membawa dampak nakal dan kemalasan pada anak. Jadi orang tua jangan hanya sibuk dikantor dengan bisnisnya, sekali-kali luangkan waktu berkumpul bersama keluarga untyk mendidik dan menerapkan disiplin apda anaknya.
Orang tua juga perlu membuat jadwal bagi si anak, agar anak-anak disiplin. Sehingga anak-anak tau cara membagikan waktu, kapan waktu main dan kapanwaktul belajar dan tidur. Anak juga tidak boleh terlalu dimanjakan dengan mengikuti kemauannya. Pemberian sesuatu buat anak harus dilakukan dengan pemberian berupa hadiah. Dengan menjanjikan, misalnya kalau si anak mendapat peringkat 1 atau IP 3,5 dikelas maka akan diberikan hadiah. Dengan begitu anakpun termotivasi untuk terus belajar.
Semoga saja pola pikir anak-anak akan berubah untuk tidak lagi menghabiskan waktu pada kesibukan tak bermanfaat. Semoga semangat mereka untuk belajar terus bertambah, karena mereka adalah para pewaris peradaban yang akan menjadi khalifah dimuka bumi ini. Wallahua’lam bissawab.***
*Staff Lembaga Riset Publik Indonesia.