Jakarta | Lintas Gayo – Buku “Tutur Gayo” karya Yusradi Usman al-Gayoni akhirnya terbit juga, setelah sempat tertunda akibat berbagai faktor. Namun, karena kebulatan tekad dan niat penulis, buku tersebut akhirnya bisa menambakah bahan bacaan berkualitas tentang Gayo.
“Saat ini, ada kecenderungan tutur mulai kurang dikenal, dipelajari, dan ditinggalkan. Karenanya, saya menulis buku ini. Paling tidak, pendokumentasian tertulis ini salah satu upaya dalam menyelamatkan warisan leluhur Gayo,” ujar penulis Yusradi Usmanal Al-Gayoni di Jakarta, Selasa (1/5/2012)
Beberapa waktu yang lalu, ungkapnya, buku yang dicetak 1000 eks ini sudah beredar di Jakarta. Dan, dibagikan secara simbolis ke beberapa perwakilan mahasiswa, pemuda, organisasi, dan tokoh Gayo yang ada di Jabodetabek. Termasuk, kepada para donator yang telah membantu percetakan buku ini. Namun, yang diluar Aceh akan dikirim.
“Buku ini terbit tidak terlepas dari bantuan dari beberapa orang Gayo. mesklipun dana percetakannya masih kurang, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka. Bantuan mereka cukup berarti,” ujar Yusra.
Lebih lanjut, penulis biografi A.R.Moese itu menambahkan, buku ini dijual seharga Rp. 35.000. Dan, bisa dipesan di emailnya, di algayonie(at)yahoo.com atau di nomor 081361220435.
Hasil penjualan buku ini dan buku-bukunya yang lain, sebutnya, nantinya akan dipakai buat menutupi biaya percetakan. Selain itu, untuk biaya pengumpulan bahan-bahan kegayoan, riset, dan percetakan awal buku-bukunya tambah penulis-penulis Gayo yang lain. Dengan demikian, upaya pendokumentasian Gayo bisa berjalan dengan maksimal.
“Kalau tidak, sejarah kita akan cepat hilang. Dan, Gayo pun ikut “hilang,” katanya
Sumber Bacaan Perpustakaan
Sementara itu, Drs. H. Muhammad Hasan Daling, mewakili masyarakat Gayo Jabodetabek, mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten di Gayo (Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Bener Meriah) agar buku ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan di perpustakaan-perpustakaan di sekolah-sekolah yang ada di Gayo. Lebih dari itu, katanya, bisa dijadikan sebagai bahan muatan lokal.
“Selama ini, kita sering mewacanakan bahwa tuturbanyak yang tidak dipakai lagi. Sekarang, bukunya sudah selesai dibuat. Lantas, apalagi langkah kita selain mensosialisasikan masalah ini? Khususnya, dalam dunia pendidikan formal di Gayo,” kata Ketua Ikatan Musara Gayo (IMG) itu miris.(Nazri/red.04)