Takengon | Lintas Gayo – Seorang tokoh masyarakat Gayo, Muchlis Gayo, SH turut diundang untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum tentang Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh di gedung utama DPR Aceh, 19-20 November 2012.
Namun mantan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Tengah tidak bersedia mengadiri undangan tersebut dan mengirimkan surat kepada Ketua DPRA yang berisi pandangannya terhadap Raqan tersebut.
Berikut isi surat dan lampirannya yang turut dikirimkan ke Lintas Gayo, Selasa 20 Nopember 2012 :
Takengon, 17 November 2012
Kepada Yth.
Saudara Ketua DPRA
Di
Banda Aceh
Prihal : RANCANGAN QANUN BENDERA & LAMBANG ACEH
Sehubungan dengan surat Undangan saudara Ketua No. 005/3050 tanggal 8 November 2012 kepada saya selaku Tokoh sejarawan dan Budayawan Aceh untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat Rancangan Qanun Aceh tentang Bendera dan Lambang Aceh, kiranya perlu kami sampaikan sebagai berikut :
- Kami belum dapat dikatakan tokoh sejarawan dan budayawan Aceh, yang benar seorang Dosen berpangkat Lektor mengajar Anthropologi Budaya, IBD dan Pancasila di UNTAG Jakarta dan Univ. Gajah Putih Takengon dan sedikit memahami Budaya Gayo karena sejak usia 14 tahun sudah terlibat dengan kesenian Gayo. Dengan demikian demi kebenaran dan kejujuran sejarah dan budaya Aceh kami tidak dapat menghadiri acara RDUP tersebut.
- Sebagai penulis dan warga negara RI serta penduduk Provinsi Aceh turunan Gayo dengan kerajaan Linge serta demi kebenaran dan keutuhan Aceh dalam bingkai Negara Republik Indonesia kami terpanggil untuk menyampaikan pokok pikiran kami berdasarkan hasil observasi kami terhadap aspirasi murni urang Gayo.
- Pokok pikiran tersebut kami sampaikan dalam bentuk tertulis agar lebih dapat dicerna dan difahami, yang tentu akan berbeda bila kami sampaikan dalam forum terbuka dengan waktu yang terbatas untuk membahas hal-hal yang dapat menimbulkan disintegrasi Aceh yang akan membawa ke perpecahan kembali Aceh. Oleh sebab itu mohon kiranya dapat diterima untuk dijadikan bahan pertimbangan DPRA sesuai tugas dan fungsinya.
Demikian dan terimakasih atas perhatiannya.
Hormat saya
Dto
Muchlis Gayo, SH
Tembusan :
1.Gubernur Aceh di Banda Aceh.
2.Ketua Komisi A DPR Aceh di Banda Aceh.
3.DPRK Aceh Tengah.
4.Bupati Aceh Tengah
5.Masyarakat Gayo dimanapun berada.
—
POKOK-POKOK PIKIRAN
TERHADAP RANCANGAN QANUN ACEH TENTANG BENDERA DAN LAMBANG
I.DASAR :
- Literatur : buku-buku tentang Aceh dan Gayo oleh penulis asing dan Sejarahwan Indonesia.
- Sejarah perjuangan kemerdekaan dari penindasan Belanda sampai terbentuknya Negara Republik Indonesia.
- Foklor orang-orang tua Gayo dan termasuk foklor yg sempat ditulis.
- Pancasila, UUD 1945, MoU Helsenki dan UU No. 11/2006 tentang pemerintah Aceh serta kebijakan pimpinan pusat.
- Latar belakang anggota DPR.RI, DPRA, DPRK.
- Cara-cara DPR.RI, DPRA, DPRK bersidang membahas dan menetapkan sebuah peraturan yanag cenderung mempergunakan RDUP sebagai sarana legalitas bahwa Rancangan tersebut sudah disepakati oleh semua komponen masyarakat.
- Dll.
II.KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan :
- Rancangan Qanun tentang Bendera dan lambang sudah siap dan hanya mendengar pendapat publik, berdasarkan pengalaman Qanun WN maka qanun inipun tidak akan berpengaruh terhadap pendapat masyarakat dibagian pedalaman, pesisir Selatan, Barat dan Timur Aceh.
- Bentuk Bendera, lambang yang berisi gambar-gambar milik dari suatu masyarakat tertentu yaitu dari Pidie khusus atribut dan kelembagaan dari trah Cik Ditiro, bukan dari Kesulthanan iskandar muda maupun kerajaan Perlak, Pasai, dan Linge.
- UU No.11/2006 Pasal 246 tentang Bendera, lambang dan Hymne, khusus ayat (3), Bendera Aceh sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak berlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh. Berdasarkan maksud ayat tersebut maka isi qanun dalam pasal 12, 13, 14, 15, 16, 24, 26, tidak sesuai dengan pasal 246 UU No. 11/2006.
B. Saran
- Berdasarkan sejarah pemerintahan Provinsi Aceh setelah lepas dari Provinsi sumatera Utara, Pemerintah Aceh telah memiliki Bendera dan lambang khusus sebagai ciri keistimewaan yaitu BENDERA DAN LAMBANG PANCACITA yang lebih meng-Aceh dan keislaman yang ditetapkan berdasarkan hasil sayembara yang diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia dan bukan kehendak pribadi atau golongan tertentu. Berdasarkan hal tersebut sebaiknya Bendera dan lambang bertulisan PANCACITA yang diqanunkan, karena UU No. 11/2006 tidak mewajibkan dibuat yang baru.
- Kerajaan Perlak, Pasai, Linge juga mempunyai lambang dan Bendera yang tidak kalah gagah dan berfilsofis tinggi, jika Provinsi Aceh masih merupakan kesatuan dari keseluruhan daerah yang berbeda budaya dan asal-usul ethnis, dan apabila Bendera serta lambang Pancacita diganti, maka sebaiknya Bendera dan lambang baru dibahas oleh seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota yang di diselenggarakan DPRK atau melalui sayembara dan panitianya dari para budayawan, sejarahwan Aceh dari seluruh kabupaten/kota.
- Jika daereah-daerah tidak dilibatkan maka perpecahan Aceh tidak dapat dicegah karena Bendera dan lambang yang dicalonkan disamping tidak mencerminkan aspirasi kesertaan rakyat Aceh juga tidak mencerminkan kebhinekaan Suku, Budaya di Aceh, bendera itu sudah dikenal milik salah satu organisaasi politik di Aceh.
- Dunia sudah berubah Bendera dan lambang tidak dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyat Aceh, yang diperlukan rakyat Aceh kemampuan pemimpinnya dalam menggunakan dana puluhan triliunan untuk mengolah sumber daya buminya dan meningkatkan sumber daya manusianya dalam rangka mewujudkan Rakyat Aceh yang sejahtera lahir dan bathin. Inilah makna perdamaian yang sejati yaitu untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan individu atau suatu golongan.
C. PENUTUP
- Saya adalah warga Aceh turunan Gayo mengutamakan prinsif “ Kita berbeda tetapi bersatu “ berbeda dalam sejarah asal usul turunan, berbeda asal daerah dan berbeda budaya, tetapi tetap mempertahankan Aceh sebagai lambang persatuan wilayah Provinsi dari Negara Republik Indonesia yang didirikan berdasarkan kesepakatan terhadap landasan, ideologi, filsafat Negara yang disebut Pancasila.
- Saya sepakat dengan saudara-saudara se Aceh yang selama ini memperjuangkan cita-cita untuk mendirikan pemerintahan sendiri, apabila Pemerintah RI yang berkuasa tidak mempertahankan Pancasila sebagai dasar kesatuan wilayah, dasar kedaulatan berdemokrasi dan dasar kemandirian ekonomi serta dan bermartabat dibidang budaya untuk membawa Rakyat Indonesia menjadi bangsa yang kuat.
- Bahan pertimbangan :
- Orang gayo menjadi penghuni daerah yg kelak bernama Aceh sudah 7.400 SM, jauh sebelum berdirinya kerajaan Perlak, Pasai, Lamiri, Pedir, mereka berimigrasi dari indocina melalui ermuskra/genting kera, dan hidup berkelompok dipedalaman dibawa panji-panji kerajaan Linge, kerajaan yg tidak ditulis oleh orang Pertugis dan Belanda karena mereka hanya mampir di bandar pesisir, kondisi ini bukan berarti orang gayo dan sejarahnya tidak ada.
- Diera Gubernur A. Hasjmi hak pendidikan orang gayo dikebiri dengan menolak pelajar gayo kuliah di Unsyiah, dan yg terlanjur masuk dijadikan mahasiswa abadi, oleh sebab itu pelajar gayo merantau ke Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya yang melahirkan organisasi dan asrama KGAAT ( keluarga Gayo Alas Aceh Tengah ).
- Dalam perang Aceh mengusir Belanda orang gayo bergerilya menumpas Belanda dan baru tahun 1902 Belanda masuk ke gayo dan membunuh orang-orang Gayo dan Alas, jika perang dipesisir orang Gayo ikut terlibat tapi perang di Gayo Alas tidak ada orang pesisir yang membantu.
- Dalam era kemerdekaan ratusan orang Gayo mati dibunuh karena terlibat DI/TII, masa G30S/PKI 7.000 orang gayo mati digorok dan dibunuh tanpa proses sidang hanya karena daftar yang dibuat jaksa yang berasal dari lhok seumawe, masa AM/GAM ratusan rakyat Aceh Tengah terbunuh, ribuan yang terusir dan ratusan rumah serta gedung yang terbakar jauh lebih besar dibanding rumah-rumah yang dibakar di pesisir Aceh, apa yang diperoleh oleh pemuda gayo yang terlibat dalam gerakan tersebut ??? hanya sepenggal jabatan yang tidak resmi dengan sedikit uang saku jika menghadap.
- Atas dasar itu dan dengan kepemimpinan yang baru adalah layak dan wajar jika kepentingan orang Gayo 50 % dapat ditampung dalam kebijakan pembangunan tanpa mesti melihat visi dan misi Zikir, dan adalah wajar apabila jabatan di Pemerintahan Aceh 30 % porsinya untuk yang berasal dari pedalaman Aceh. Dan sangat adil apabila Gubernur merekomendasi pemekaran Provinsi ALA agar kebijakan meng-Acehkan keseluruhan ethnis diluar Gayo, Alas dan turunannya yang ada di Selatan, Timur Aceh tidak terusik.
Demikian pokok-pokok pikiran in i kami sampaikan dengan harapan dan tujuan yang sama dari masyarakat Aceh Tengah yang menuntut perlakuan yang sama dengan daerah lainnya di Aceh.
Takengon, 17 November 2012
Dto
Muchlis Gayo, SH