Oleh ; Muchlis Gayo, SH*
Pada masa kampanye pemilihan legislative tahun 2014, anggota DPD-RI utusan Aceh didampingi calon anggota DPR-RI dari PAN, menyelenggarakan sosialisasi 4 Pilar berbangsa dan bernegara di Takengon. Tanggal 8 Desember 2014 diselenggarakan kembali sosialisasi 4 pilar oleh anggota DPR-RI hasil pemilu 2014 dari PDIP putera Daerah Ir. Tagore Abu Bakar. Audensnya sama, dari kalangan pelajar, mahasiswa, Pemuda dan tokoh masyarakat. Sosialisasi 4 pilar memerlukan biaya pengadaan buku-buku, alat tulis, tas, transportasi dan uang saku peserta.
Gencarnya pelaksanaan sosialisasi 4 Pilar berbangsa dan bernegara tersebut menarik untuk di kaji. Sebagai dosen PPKN penulis memberi pencerahan kepada mahasiswa, bahwa “ Indonesia dirikan diatas satu pilar, yaitu Panca Sila”. Pancasila yang disepakati dari Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 dalam menjawab pertanyaan Ketua BPUPKI, dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. “ apa yang dijadikan dasar Negara kalau Indonesia Merdeka ?”. Pertanyaan Ketua BPUPKI sangat mendasar, karena yang dijadikan Negara Indonesia terdiri dari ribuan kepulauan, ratusan ethnis dengan aneka ragam budaya dan agama. Cikal bakal Negara seperti ini rawan perpecahan. Mencegah perpecahan diperlukan Philosofische Grondslag atau dasar Negara.
4 Pilar Berbangsa dan bernegara diprakasai oleh mantan Ketua MPR-RI almarhum Taufik Kemas. Sebagai ketua MPR-RI dari PDIP, beliau menyadari pasca rezim Orde Baru, suhu politik dalam penyelenggaraan ketatanegaraan semakin tinggi. Gagasan-gagasan pembaruan oleh generasi baru bermunculan dan maraknya keinginan merdeka serta pemekaran provinsi, kabupaten.
Menyikapi keinginan daerah-daerah, TNI menjadi garda terdepan dan menyahuti “ NKRI sudah final ”. Artinya tidak ada daerah yang diperbolehkan lepas dari kesepakatan Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 dan 1 Juni 1945 yang dibulatkan dalam proklamasi 17 Agustus 1945. Ketua MPR-RI tidak mau kehilangan momentum, mengeluarkan kebijakan menyamakan kedudukan istilah Bhineka Tunggal Eka, NKRI, UUD 1945 dengan Pancasila, maka lahirlah 4 Pilar berbangsa dan bernegara.
Salah benar penyetaraan ke 4 Pilar tidak dipermasalahkan. Konsep 4 pilar dijadikan buku materi sosialisasi dan langsung disosialisasikan oleh anggota MPR-RI disaat reses. Sosialisasi 4 pilar versi baru dari penataran P4 rezim orde baru, atau P4 gaya Soeharto menjadi gaya Taufik Kemas yang pernah berseberangan dengan Soeharto. P4 dirancang secara sistemik, lembaganya BP7, sasaran para pelajar, siswa, mahasiswa, PNS dan ormas serta tokoh masyarakat. 4 Pilar lembaganya MPR-RI, penatarnya anggota MPR-RI/DPR-RI, pesertanya pengurus osis, lembaga kemahasiswaan dan anggota tim sukses.
34 tahun pemerintahan Soeharto terjadi pergeseran sejarah politik dan politik Negara, dari Sosialisme Pancasila menjadi liberalism Pancasila, indikatornya :
- Perubahan sistem pendidikan di perguruan tinggi dari Paket menjadi Satuan Kredit Semester ( sistem kuliah belanja bobot sks, siapa yang punya duit, waktu dan pinter maka dia yang didahulukan menerima gelar S1. Lahir sarjana berorientasi indivualism, hilang integralistik atau kebersamaan ).
- Pancasila merupakan fundamental politik dan moral Negara dijadikan moral individual warga Negara. Pendidikan ahlak, budi pekerti yang isinya prilaku islam, diganti PMP untuk sekolah dasar, PPKN sekolah menengah, P4 ( eka Prasatya Panca Karsa ) untuk perguruan tinggi, PNS dan tokoh masyarakat.
- Nama penggali Pancasila Ir. Soekarno diganti Moh. Yamin ( lihat buku Prof. DR. Nugroho Notosusanto “Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara” 1981). Dibantah oleh Moh. Hatta, Ahmad Sububardjo, A.A Maramis, Sunaryo, AG.Pringgodigdo. Mereka the founding fathers yang masih hidup, menyatakan : “Prof. Moh. Yamin pembohong, sebagai penyimpan notulen sidang ke I BPUPKI merobah isinya dan menghilangkan notulen tersebut “. ( lihat buku “Uraian Pancasila” 1980 ).
- Peringatan hari lahirnya Pancasila 1 Juni dirobah menjadi hari peringatan Gerakan 30 September ( tanggal kebangkitan Soeharto dan kejatuhan Soekarno).
Dilihat dari Tap MPR No. I/MPR/2003 jo Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum RI dan tata urutan peraturan perundang RI. Banyak UU yang wajib menjadi sunat, yang sunat setara makruh, makruh jadi haram, haram jadi halal merupakan hasil kesepakatan kekuasaan eksekutif dan legislative produk lulusan pendidikan Pancasila PMP, MKDU/MKU dan P4.
Panca sila sebagai Philosofische Grondslag Negara merupakan moral politik negara, jiwa, filosofis dan dasar Negara, Negara yang ber-Pancasila. Moral dan jiwa Individu masyarakat bangsa adalah ajaran agamanya. Keterkaitan anggota masyarakat dalam rangka berbangsa bernegara dengan mematuhi pelaksanan UU. Hukum dasar UU adalah konstitusi, pasal-pasal dalam konstitusi dijiwai oleh kelima sila dari Pancasila.
Era reformasi semestinya memperbaiki kekeliruan yang ditemukan dalam masa kekuasaan Soeharto selama 34 tahun. Seperti mengamandemen pasal tentang pembatasan waktu jabatan Presiden. Antipati terhadap Soeharto membutakan pemahaman terhadap sistem demokrasi Pancasila, akibatnya timbulah multi tafsir terhadap batang tubuh atau pasal-pasal dalam UUD 1945.
Multitafsir melahirkan istilah NKRI mengganti NRI. Dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke III menyatakan : …. yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia…dst. Pemahaman NKRI dalam buku 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara produk MPR-RI, lebih mengarah kepada konsep ketatanegaraan yang mengatur hubungan kekuasaan ( gezagsverhouding ) antara pemerintah pusat dan daerah ( hal. 167). 4 Pilar bukan masalah Philosofische Grondslag. Bhineka tunggal eka merupakan semboyan pluralism ke-Indonesiaan yang telah termaktup dalam sila ke 3 Pancasila.
Dalam pembukaan UUD 1945 ada 3 pilar yang menyangkut eksistensi atau azas Negara Republik Indonesia. Pertama pernyataan kemerdekaan Indonesia, kedua pernyataan dasar Negara, ketiga tujuan Negara. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 memperkuat memorandum DPRGR 9 Juni 1966 dan ditetapkan kembali oleh MPR-RI hasil pemilihan umum 1973 No. V/MPR/1973 “ pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk MPR-RI hasil pemeilihan umum. Merubah Pembukaan berarti membubarkan Negara.
Dilihat dari aspek sejarah kelahiran, kedudukan dan fungsi Pancasila maka dalam rangka berbangsa dan bernegara hanya ada 1 pilar yaitu Pancasila. Pancasila tidak dapat disetarakan dan disejajarkan dengan pengertian Bhineka Tunggal Eka, NKRI dan UUD 1945.
Sosialisasi ke 4 pilar ini perlu dikaji ulang, jika dijadikan sebagai pengganti P4, dikhawatirkan generasi bangsa yang akan datang tidak memahami Pancasila sebagai satu-satunya pilar yang menopang Negara Republik Indonesia. Lebih baik jika Dasar-Dasar Pancasila dan Filsafat Pancasila dikuliahkan kembali ditingkat perguruan tinggi dan Pendidikan Budi pekerti atau ahlak dimasukan kedalam pendidikan dasar. Jika kurikulum nasional tidak menampungnya dapat dijadikan muatan lokal Aceh Tengah Bener Meriah.