Oleh : Herman*
Tahun 2014 merupakan tahun politik, dimana tinggal beberapa bulan lagi pesta demokrasi untuk memilih para wakil rakyat di gelar serentak di seluruh Indonesia, baik untuk memilih Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang akan dilaksanakan. Ada beberapa catatan penting dalam praktek penyelenggaraan Pemilu di Indonesia menunjukkan praktek-praktek pemilu masa lalu masih mengalami kelemahan dan masih jauh dari ideal. Salah satu permasalah tersebut adalah mengenai dana kampanye partai politik (Parpol). Dana kampanye adalah hal yang penting bagi peserta pemilu baik partai politik maupun kandidat sebagai sumber daya untuk dapat menggerakkan aktivitas kampanye serta memperluas pengaruh mereka untuk manarik simpati pemilih dan memenangkan pemilihan.
Belajar dari pengalaman yang lalu, banyak terkuak masalah-masalah yang timbul akibat dari penyalahgunaan dana kampanye yang menjerat beberapa anggota dan parpol dalam kasus tindak pidana korupsi. Pada prisipnya konsep pendanaan politik dapat memperbaharui berbagai bagian dari sebuah lembaga masyarakat yang dapat mendukung keberhasilan pemerintah dan masyarakat, oleh sebab itu maka pegunaan dana kempanye tersebut harus betul di sorot serta diawasi sebagai mana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan pemilu 2014, pihak penyelenggara pemilu baik KPU/KIP dan Bawaslu/Panwaslu telah mempunyai landasan hukum pelaksanaan pemilu, yaitu UU Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD di samping itu juga ada beberapa instrumen hukum pelaksanaan pemilu yang dikeluarkan oleh KPU dan Bawaslu sendiri sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Aturan hukum yang ada telah memuat aturan main dan juga sanksi bagi peserta pemilu terkait dana kampanye seperti yang termuat dalam pasal 139 ayat (1) UU pemilu mengenai hal-hal yang menjadi larangan dalam penerimaan dana kampanye.
Pelaksanaan dana kampanye sendiri haruslah merunjuk kepada prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dana kampanye. Ketentuan terkait pelaporan dana kampanye pemilu 2014 terutama laporan awal sumbangan di atur didalam UU pemilu (UU No. 8 tahun 2012) yang termuat dalam pasal 129 dan pasal 19, 22 dan 23 PKPU No. 17 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye DPR, DPD, dan DPRD, terutama pasal 22 ayat (4) yang menyatakan pelaporan priodik 3 bulanan penerimaan sumbangan partai politik dan calon anggota DPD kepada KPU di setiap tingkatan sesuai dengan kelengkapan data penyumbang yang di atur di dalam pasal 19 PKPU yang sama.
Sebagaimana diketahui pelaporan awal dana kampanye partai politik telah diserahkan oleh partai politik peserta pemilu 2014 kepada KPU. Pelaporan ini sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 17 tahun 2013.Adanya pelaporan periodik yang diatur oleh PKPU No. 17 tahun 2013 sebenarnya merupakan kemajuan di ranah pengaturan dana kampanye pemilu. Pasal pelaporan dana kampanye secara periodik tidak diatur di dalam pemilu-pemilu sebelumnya. Adanya pelaporan periodik, selain membantu peserta pemilu menyiapkan laporan penyumbang kampanye jauh-jauh hari sebelum batas waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang (Pasal 134 ayat (1) dan (2), UU No. 8 tahun 2012 yaitu 14 hari sebelum dimulainya masa kampanye pemilu dilaksanakan 21 hari dan berhenti 3 hari sebelum hari pencoblosan (Pasal 84).
Laporan periodik dana kampanye juga berfungsi sebagai alat akuntabilitas politik sekaligus kampanye positif partai politik dan para kandidat terkait kepatuhan atas persoalan keuangan pemilu terutama dana kampanye kepada pemilih. Meskipun merupakan sesuatu yang baik, akan tetapi para pelaporan periodik pertama, terlihat bahwa hampir semua partai politik membuat laporan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan KPU. Hal ini terkait dengan kelengkapan identitas sumbangan, format laporan yang digunakan dan ketentuan penyerahan rekening khusus dana kampanye, dan beberapa ketentuan tentang identitas sesuai dengan pengaturan pasal 19 PKPU No, 17 tahun 2013 masih belum terpenuhi.
Dalam hal ini, sangat dibutuhkan konsistensi dari lembaga penyelenggara pemilu untuk melaksanakan tahapan pelaporan dana kampanye ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika tidak ini akan menjadi pemicu terjadinya masalah-masalah yang bisa menghambat proses pemilu dan bertentangan dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dana kampanye itu sendiri. Untuk memastikan dana kampanye ini berjalan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku maka disinilah diperlukan peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang mengawasi kinerja KPU dan pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran pemilu termasuk didalamnya pengawasan akan potensi dana-dana yang dilarang sebagai sumber dana kampanye peserta pemilu, agar pemilu benar-benar terlaksana secara demokratis jujur dan berkualitas.
Pengurus Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) Banda Aceh, putra GAYO*