Bantahan Terhadap Tulisan Adrian Kausar “Penonton Didong Jakarta Sangat Kecewa”

Jakarta| Lintas Gayo- Ketua Panitia Penyelenggara Didong Senayan Ir. Fikar W.Eda, M.Sn, membantah bahwa pertunjukan didong antara Biak Cacak Mude dengan Arita Mude berlangsung selama semalam suntuk sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. “Itu fitnah keji terhadap kesenian didong Gayo oleh seorang warga Gayo Jakarta,” kata Fikar menanggapi tulisan Adrian Kausar, yang dilansir situs Lintas Gayo. (Baca, Penonton Didong Jakarta Sangat Kecewa)

Ia menilai tulisan tak bermutu seperti itu sangat tendensius dan dilakukan tanpa konfirmasi apapun. “Dalam tulisan Bapak Adrian disebutkan seolah-olah satu per satu penonton didong Senayan meninggalkan tempat sebelum pertunjukan usai. Sama sekali tidak demikian. Faktanya penonton tetap bertahan sampai seluruh pertunjukan rampung. Bahkan ditutup didong ‘morom’ yang sangat mengharukan, yang diikuti ceh dan penepok kedua klop yang berdidong, serta sejmlah penonton lain yang naik panggung,” tukas Fikar W.Eda, Pada Kamis (11/9/2014).

Ceh Arita Mude, Irwansyah, bahkan memuji penonton didong Jakarta yang sangat apresiatif. “Di Gayo sendiri kadang-kadang pertunjukan berhenti sekitr pukul 02.00 dini hari karena tak ada penonton lagi. Tapi di Jakarta, penonton bertahan sampai pagi,” kata Irwansyah yang mengaku pernah berdidong menggunakan bahasa Arab di Maroko.

Kesan serupa diutarakan ceh Biak Cacak Mude. “Kami benar-benar berterima kasih kepada penonton Jakarta yang sangat bersemangat sampai pagi,” komentar Marup.

Pertunjukan Didong Senayan diselenggarakan atas kerjasama dengan MPR RI. Dalam sejarah per-didongan- Indonesia, didong mlm itu adalah yang kedua kali diselenggarakan di gedung wakil rakyat tersebut. Sebelumnya perhelatan serupa diselenggarakan pada 2013, antara Teruna Jaya dan Kemara Bujang.

Fikar W.Eda menjelaskan, pertunjukan Didong Senayan selain menggunakan bahasa Gayo, juga bahasa Indonesia, terutama di awal pertunjukan. “Hal itu dilakukan mengingat penonton didong di Gedung MPR bukan seluruhmya orang Gayo, melainkan banyak juga penonton non Gayo, seperti kelompok teater Jakarta, seniman musik Jakarta dan lain-lain,” kata Fikar.

Pengamat didong malam itu terdiri dari dua orang yaitu Yoyok Harness, seniman musik dari Bali yang belajar musik di India, dan seorang lagi seniman Gayo, Mursyid Sabdin. Di penghujung pertunjukan, kedua pengamat tersebut menyampaikan hasil amatannya secara terbuka. “Saya tidak tahu apakah Bapak Adrian Kausar ada di acara itu atau tidak,” lanjut Fikar.

Biak Cacak Mude, melantunkan sekitar 20 judul puisi didong atau sintak didong. Yang dibawakan secara bervariasi dalam bahasa Gayo dan Indonesia. “Saya kira malam itu, kami hanya membawakan beberapa didong berbahasa Indonesia. Tapi saat pertengahan malam, seluruhnya berbahasa Gayo. Kami di Gayo juga sering membawakan didong berbahasa Indonesia, bahasa Aceh, bahasa Jawa, itu tergantung dari penonton yang hadir,” kata Marup.

Didong berjudul “Keriting Salon” yang acap dibawakan Biak Cacak Mude, salah satu favorit masyarakat Aceh Tengah Bener Meriah. Didong “Keriting Salon” diciptakan penyair M Daud Kalampan, yang malam itu memainkan suling bambu. Daud Kalampan juga mendendangkan didong “Mayang Serungke, Heran, Wo Gure, Denie, dan Keriting Salon.

Sementara ceh Biak Cacak lainnya mendendangkan didong “Lungini Manisen, Ter Empatbelas, ” dan lain-lain. Ceh Utama Biak Cacak, Selamat, membawakan persalaman, dan didong jawaban. Didong tentang kopi, tak sempat didendangkan karena tak ada waktu.

Sementara Arita Mude antara lain mendendangkan ‘Didong Pancasila” yang diikuti dengan atraksi bendera Merah Putih. Ceh utama Arita Mude menyempurnakan penampilannya dengan “Didong Pasar Jakarta” yang secara istimewa menguraikan nama-nama pasar di Ibukota. Didong lainnya yang dibawakan Arita adalah”Gempa Gayo, Istri Salehah” dan sebagainya. (Baca, Seniman Didong “Duel” di Senayan)

Dedie Saputra Siregar, salah seorang seniman teater dan musikalisasi puisi di Jakarta, merasa kagum dan menemukan kesegaran baru saat menyaksikan pertunjukan selama semalam suntuk. “Banyak hal yang dapat kami serap dan pelajari dari pertunjukan didong malam itu. Kami memang tidak sepenuhnya mengerti semua, terutama pada saat berdidong dalam bahasa Gayo. Untunglah ada juga yang berbahasa Indonesia, sehingga jadi paham,” kata Dedie. Ia hadir nonton didong bersama sejumlah seniman teater Jakarta lainnya. (Relis Panitia Didong)

Lihat Juga: #Didong

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. tentang “rahim bismillah mana tanggapan nya?
    ibu rumah tangga yang menari ditengah2 penepuk mana bantahan nya
    tentang sawer. ke salah tetap salah kati maju enti mu petukelen

  2. Berkomentar mencari kesalahan orang itu gampang, yang tidak gampang itu adalah berbuat, tidak usah kita berlomba lomba untuk mencari kesalahan dan menjatuhkan saudara kita sendiri, marilah kita berlomba untuk melakukan sesuatu untuk gayo tercinta, Alhamdulillah abangda saudara kita Fikar W Eda sudah berniat baik untuk memperkenalkan budaya kita didong gayo ke masyarakat luas, mari kita dukung dan mari kita lakukan apa yang bisa untuk memajukan gayo di bidang apapun, mari kita saling mengingatkan dan mengkoreksi diri, terima kasih, SALAM GAYOKU SAYANG.