Takengen | Lintas Gayo- Ada dua narapida dari Rumah Tahanan (Rutan) Takengen yang ditangkap polisi, melakukan kejahatan di luar. Kejahatannya berbeda dan dilokasi serta waktu yang berbeda. Spontan beritanya merebak. Bagaimana sebenarnya keadaan Rutan Takengen, jeruji besi tempat manusia “membakar” kesalahan.
Walau pimpinan Rutan sudah mengambil tindakan terhadap anggotanya yang “mengizinkan” napi bebas diluar tanpa izin dan prosedur, ternyata di Rutan Takengen merupakan tempat segudang masalah. Beragam persoalan ada di sana, bagai benang kusut yang sulit diurai.
Tahanan pernah mengamuk karena persoalan air. Listrik padam, membuat suasana mencekam. Tidur berdesak-desakan bagai sarden, petugas jaga yang minim, serta persoalan hutang untuk makan para napi, membuat Rutan Takengen menjadi tempat segudang masalah.
Dalam satu blok (ruangan) hanya ada dinding penyekat antara tempat tidur dan kamar mandi, namun bila kamar mandi tidak ada air, sementara para napi tidak bisa keluar dari ruangan untuk keperluan MCK, bagaimana keadaan kamar mandi dan apa yang dirasakan hidung?
Bila kekuarangan air, tidaklah heran bila di Rutan Takengen menjadi riuh, bunyi tang-ting besi dipukul, atau gedam-gedum benda lainnya beradu, terasa hingar bingar di seluruh kamar tahanan. Jangankan tidak ada air, saat normal saja dalam ruangan tahanan yang seharusnya diisi 5 napi, justru dijejal sampai 20 manusia. Ruangan tahanan pengab.
“Benar kita over kafasitas. Seharusnya dari 13 ruang tahanan diisi 65 napi, namun kenyataanya sekarang napi kita mencapai 258 orang,” sebut Syaid Syahrul, kepala Rutan Takengen, menjawab Waspada, baru- baru ini.
Lantai tempat tidur tahanan tidak mampu menampung napi yang jumlahnya ada antara 15-20 dalam satu ruangan. Kafasitas sesuai aturan hanya untuk 5 atau 6 orang. Terpaksa tahanan ada yang tidur di atas dan ada di bawah kolong. Pengab dan berdesak-desakan.
Ketika tidak ada air dari PDAM, aromanya bercampur. Untuk mengatasi kekurangan ini, pihak Rutan terpaksa membeli air, atau meminta bantuan pada PDAM agar mendatangkan air ke Rutan Paya ilang ini.
Bila sering-sering airnya macet, akan membuat kepala Rutan “pusing”, karena harus mengeluarkan biaya ekstra yang tidak ada dalam anggaran. Untuk makan tahanan saja, pihak Rutan masih tertunggak hutang mencapai Rp 215 juta ( untuk tahun 2013).
Hutang ini membengkak, karena jumlah tahanan terus bertambah, sementara anggaran yang diajukan awal tahun, tentunya baru akan diganti pada tahun berikutnya. “ Tidak mungkin tahanan tidak makan, dari manapun itu harus diusahakan. Kami minta pengertian penyedia makanan untuk napi, agar dia bersabar,” sebut Syaid.
Bila mati lampu, resikonya besar, peluang tahanan kabur sangat besar. Pihak Rutan sudah menyiapkan ginset, kapan listrik padam, lampu harus tetap hidup. Otomatis menambah biaya ekstra untuk operasional ginset.
Petugas jaga juga sangat minim. Hanya tiga orang dalam satu regu. Dua menjaga tahanan, satu sebagai komandan regu. Senjata mereka minim, apalagi tahanan mencapai 258 orang. Dalam satu hari ada 3 regu yang bertugas selama 8 jam.
Syaid mengakui menjaga tahanan benar-benar seperti yang diharapkan, sangat sulit. Ada narkotika dalam Rutan, makanya pihak Rutan sering melakukan razia mendadak. Mereka memberi catatan di ruangan tahanan mana “barang haram “ itu ditemukan.
Dari 258 napi itu, mayoritas merupakan napi kasus narkotika. Ada yang sudah bebas, namun masuk lagi dalam kasus yang sama, dan ada kasus yang lain. “ Kalau hukumannya lebih berat dari sebelumnya, maka kami usulkan dipindahkan ketempat lain,” sebut Syaid.
Ada juga tahanan di bawah umur dan tahanan wanita. Klasisfikasi ruang tahanan untuk dibawah umur dan wanita tidak ada. Hanya lokasinya yang berpisah, anak-anak dan tahanan dewasa, membaur.
Soal pembinaan di Rutan ini setiap jumat dilaksanakan shalat Jumat, ada ceramah rutin yang diisi oleh para napi, serta ada pembinaan keahlian, seperti merajut jala dan perbengkelan. Ada mesin jahit, namun pihak Rutan tidak memiliki tenaga ahli, untuk mendatangkannya tidak memiliki anggaran.
Soal kesehatan ada klinik, bahkan Waspada sempat melihat ada napi tidur di ruang klinik. Olah raga ada kegiatan volly, bulutangkis, catur. Bahkan tim Rutan sempat ke luar ikut turnamen volly. Namun persoalan over kafasitas yang kian hari jumlah napi kian bertambah, hingga kini tidak ada solusi.
Mereka yang “terlanjur” salah, justru dititip di Rutan agar mentalnya bisa berubah. Namun justru ada yang menjadikan Rutan sebagai tempat menambah daftar kesalahan. Walau banyak yang setelah keluar dari sana menjadi “baik”.
Bagaimana perhatian pemerintah daerah dan DPRK di sana dalam melihat manusia yang menjalani hukuman ini? ( Bahtiar Gayo/ Waspada edisi Selasa 11 Nov/2014)