DPRK, Bupati dan Yudikatif Harus Bersatu ! Kenapa?

Oleh: Yunadi HR,S.IP*

Yunadi Hr

Dalam sistem ketatanegaraan Di Republik ini, terdapat  tiga kekuasaan guna berjalannya roda Pemerintahan; yaitu Eksecutif, Legislatif dan Yudikatif. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh John Locke (1632-1704) dalam bukunya  “Two Treatises of Government” yg terbit tahun 1690. John locke menyebut Tiga organ kekuasaan yaitu; Eksecutif, legislatif dan Federatif. Konsep ini disempurnakan oleh Baron secondat de Montesqueieu, atau yg lbh dikenal Montesqueieu,setelah membaca buku karya John Locke. Pemikiran Montesqueieu di cetuskannya dalam sebuah buku “spirits Of The Laws” terbit tahun 1748; yang menyempurnakan konsep Trias Politica menjadi Eksecutif, Legislatif dan Yudikatif. Konsep yg berasal dari prancis ini memisahkan ketiga kekuasaan itu guna berjalannya check and balance antar ketiga lembaga kekuasaan tersebut, sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan raja-raja,dan melindungi hak-hak kepemilikan rakyat; yang menjadikan spirit dan norma-norma hukum sebagai panglima. Dibelahan dunia lainnya juga ada konsep-konsep kekuasaan negara seperti; Kekuasaan Dinasti (Arab saudi),wilayatul faqih (iran ),diktatur Proletariat ( korea utara, china, Cuba).
Di indonesia; konsep Trias Politica diadopsi juga dengan beberapa penyesuaian. Konsep trias politika di Indonesia juga terdiri Eksecutif, Legislatif dan Yudikatif, hanya saja di Indonesia bukan Pemisahan kekuasaan, melainkan Pembagian Kekuasaan.
Eksecutif adalah pelaksana pemerintahan, Legislatif adalah lembaga yg berkewenangan Membuat Aturan,mengawasi pelaksanaan aturan tersebut  dan menyusun anggaran pelaksanaan pemerintahan bersama Eksecutif.  selanjutnya lembaga Yudicatif adalah lembaga yang berkewenangan dalam tata laksana dan penerapan hukum, yang merupakan alat negara dalam memastikan terlaksana dan terlindunginya rakyat atas pelaksanaan sistem hukum yang berlaku.

Dalam posisi ini rakyat; adalah pemegang tertinggi kedaulatan atas pemeritahan. Karena kemunculan ketiga lembaga itu sendiri pada hakekatnya adalah untuk dan demi terlindungi dan terlayani nya hak-hak rakyat.

Lalu bagaimana memastikan hak-hak rakyat terlindungi dan dilaksanakan?.
Untuk memastikan itu maka kekuasaan Legislatif memegang peranan Penting. Penting karena personil lembaga ini adalah Perwakilan atau orang yang dipercaya mewakili kepentingan rakyat dalam tata laksana pemerintahan. Tentu oleh karena posisi itu; maka dibutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih dari rakyat kebanyakan;  lebih bijak, lebih mampu mendengar keluh kesah masyarakat, dan juga berempati atas amanah penderitaan rakyat. Rakyat yang merupakan elemen penting dari keberadaan sebuah negara yang berhak mendapatkan pelayanan dan perlindungan serta kepastian hukum.

Berikutnya; kenapa rakyat berhak dilindungi dan dilayani serta adanya kepastian dalam pelaksanaan hukum..?.
Hak rakyat ini yang dalam konsep trias politika harus diperjuangkan dan dipastikan oleh orang-orang bijak yang berkemampuan lebih di lembaga Legislatif yang terhormat, yang merupakan Wakil atau perwakilan rakyat dalam tata laksana pemerintahan. Hak-hak rakyat ini wajib diwujudkan karena; pada hakekatnya rakyat telah menjalankan kewajibannya selaku warga negara dengan berpartisipasi aktif memastikan pemerintahan berjalan,dengan cara; membayar Pajak, memilih dan dipilih dalam kontestasi pemilu dan hal lainnya. Pajak adalah sesuatu yg penting dalam berjalannya negara yang menjadi sumber pendanaan pembangunan negara; bahkan menjadi sumber  alat bayar atau Upah bagi aparatur negara dalam melayani rakyatnya,termasuk menjadi Upah atau gaji bagi lembaga Legislatif dalam memperjuangkan dan memastikan terlindungi dan terlaksananya hak-hak rakyat. Pajak juga bersifat memaksa dan wajib bagi wajib pajak. Pajak dapat berupa PPH (pajak penghasilan),PPN (pajak pertambahan nilai), Pajak Barang dan Jasa, bahkan ada pajak Pertunjukan dan jenis pajak lainnya. Secara umum seluruh rakyat indonesia; mulai dari bayi sampai pada manula adalah pembayar pajak. Mengapa?. Karena hampir setiap barang dan jasa mengandung pajak (cukai). Popok bayi; juga terkena pajak, mulai dari PPN sampai pada pajak barang dan jasa. Juga termasuk pakaian yg kita pakai, kendaraan bermotor yg kita naiki (BBN KB/PKB) yang untuk tahun 2014 saja; untuk kendaraan roda dua 100 cc saja mencapai Rp. 1.466.200,- (satu juta empat ratus enam puluh enam ribu dua ratus rupiah) per tahun. Juga yang terlihat sepele adalah para perokok;setiap harinya membayar pajak, dari rokok yang dihisap berupa cukai. Dalam setiap bungkus rokok cukai rokok rata-rata senilai 30% dari harga rokok, atau rata2 Rp.6.000,- perbungkus. Jadi kalau sehari merokok 3 bungkus; maka dalam sehari si perokok menyumbang untuk negara, untuk gaji aparat negara dan anggaran pembangunan negara senilai Rp.18.000,-. Itu baru dari produk rokok, belum yang lainnya. Sebenarnya aparatur negara,termasuk anggota legislatif dan Yudikatif juga adalah pembayar pajak. Lalu mengapa mereka wajib melayani dan memastikan serta melindungi hak-hak rakyat?. Karena mereka selain pembayar pajak, juga bagian dari Penerima upah atau gaji yang bersumber dari keseluruhan rakyat dan bertugas sebagai pelayan yang mulia bagi kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Jadi, seluruh rakyat indonesia berhak dilayani; dari bayi (yang belum memiliki hak pilih )  sampai Manula. dari yang waras sampai yang gila. Jadi, semua rakyat berhak menuntut hak-nya. Tentu dengan cara dan mekanisme yang teratur, dan keteraturan itu sendiri adalah perwujudan dari kebradaan sistem pemerintahan.

Hal ini semua dapat bersinergi dan berjalan dan harus berjalan; manakala Lembaga perwakilan (legislatif), kemudian lembaga eksecutf (kalau di Daerah Kabupaten dipimpin Oleh Bupati) dan Lembaga Kehakiman (Yudikatif) harus seiring sejalan dan memiliki tujuan yang sama; yaitu sebesar-besarnya guna memastikan hak-hak rakyat terlaksana,terlayani dan terlindungi.

Sederhananya; DPRK, BUPATI,dan Lembaga YuUDIKATIF harus Harmonis, harus mampu dan menyadari bahwa mereka ada karena dan untuk rakyat, mereka ada dan mulia manakala mampu menerjemahkan dan memastikan amanah penderitaan rakyat.

Harmonisasi yang dimaksudkan  diatas tidaklah menghilangkan peran masing-masing, justru salah satu akselerator harmonisasi itu adalah manakala ketiga lembaga itu saling menjalankan perannya masing-masing, tanpa mencampuri dan mengintervensi peran-peran yang telah digariskan. Eksecutif selaku pelaksana pemerintahan dan eksecutor atas pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintahan menjadi ujung tombak yang strategis; sehingga tentunya harus dipimpin oleh seorang, (Presiden/Gubernur/Bupati/walikota) yang kompeten dan mumpuni. Legislatif (DPR/D/K) selaku lembaga yang berfungsi untuk Controlling, budjeting dan legislasi haruslah diisi orang-orang (perwakilan rakyat) yang mampu mengawasi,faham penyusunan dan penempatan anggaran, serta mampu menerjemahkan kebutuhan dan keinginan rakyat dan memastikan itu terlindungi dalam produk Legislasi berupa UU, Perda atau Qanun. Sehingga anggota Legislatif harus benar-benar peka dalam mendengar serta mampu menerima kritikan rakyat (tidak anti kritik) Dan, yudikatif haruslah diisi dan direkrut dari masyarakat terpilih yang menjadi aparatur pengak hukum yang memiliki integritas dan standar moral dan pengabdian pada bangsa yang luar biasa.

Jadi; sungguh sebuah harapan yang besar; bahwa DPR (RI/D/K), Eksecutif (yang dipimpin Presiden/Gubernur/Bupati/walikota dan kekuasaan Kehakiman (Legislatif) harmoni,seiring sejalan, dan menyadari betul bahwa mereka semua adalah lembaga pelayan masyarakat yang mulia; yang manakala mereka menjalankan amanah penderitaan rakyat secara benar, akan mulia dimata rakyat,juga Tuhan,Allah SWT,  pemilik semesta alam, pemilik kekuasaan yang sebenarnya.

“Berpegang teguhlah pada nilai-nilai kebenaran, dan jadilah manusia yang berguna bagi manusia lainnya dan menjadi manusia yang beruntung manakala memaksimalkan peran akal budi dan hati sebagai penyaring dari semua langkah dan kebijakan”.

Jangalah menjadi manusia yang tuli dan buta; karena; “Mereka yang paling Tuli adalah mereka yg menolak Mendengar; mereka yang paling buta adalah mereka yang menolak melihat…”

Dan semoga kita tidak menjadi manusia yang bodoh. “Kapan manusia terlihat bodoh?.. (saat membela kesalahan)…
kpn manusia beneran bodoh?
(saat berperang menegakkan kesalahan)…”

Budaya dan petuah Gayo begitu mulia dan semoga kita semua menujukkan itu sebagai warisan yang bermakna…” Benar Perpapah,salah bertegah, Tingkis ulak ku bide sesat ulak ku dene”.
Semoga Gayo kedepan lebih baik, lebih damai, lebih sejuk… Jangan terlalu memaknai Bahwa “yang abadi dalam politik adalah kepentingan”, itu ungkapan penyesatan yang mengingkari fitrah manusia… Bahwa yang benar adalah; “yang abadi adalah kebenaran”.
Semoga saya dan kita semua terhindar dari nilai-nilai kesombongan dan selalu terbuka atas kritik dan masukan guna perbaikan…

Vok populi Vox dei (suara Rakyat suara tuhan) !!!.

*Sarjana Ilmu Politik, Dosen UGP Takengon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.