Mencari Solusi Untuk Tekan Angka Perceraian di Aceh Tengah

*GGI dan LIPGA adakan Seminar Penyelamatan Keluarga dari Perceraian
Takengen | Lintas Gayo – Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi, bahkan tergolong terbesar di dunia. Faktor perceraian yang terjadi umumnya disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidakharmonisan, hingga faktor ekonomi.
Menurut sumber Kementerian Agama, berdasar data tahun 2014 dari kasus pernikahan yang terjadi 10 persen diantaranya berakhir dengan perceraian, sekitar 70 persen diantaranya perceraian diajukan istri dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sementara 80 persen penyumbang terbesar perceraian adalah pasangan muda dengan Usiia perkawinan dibawah 5 tahun.
Data secara nasional jelas menggambarkan kondisi di daerah, seperti halnya kabupaten Aceh Tengah yang relatif masih memiliki angka perceraian yang tinggi dan membuat beberapa komponen tergerak untuk mencari solusi dan strategi yang lebih jitu.
Melalui lembaga swadaya masyarakat Gayo Global Institut (GGI) Aceh Tengah yang bekerjasama LSM Lembaga Ikatan Pemuda Gayo Antara (LIPGA) Aceh Tengah menggelar seminar sehari yang berlangsung, kamis (4/6/15) bertempat di Bale Pendari Takengen.
Seminar bertema penyelamatan keluarga Aceh Tengah dari perceraian tersebut menurut pimpinan LSM LIPGA, Sunardi Gustiawan ditujukan untuk menyatukan persepsi sekaligus mencari cara untuk menyelamatkan keluarga Aceh Tengah dari perceraian sesuai dengan tuntutan agama dan kearifan lokal setempat.
“Kami yakin semua pihak prihatin dengan angka perceraian yang masih relatif tinggi, karena itu kami tergerak untuk mewadahi elemen terkait untuk bermusyawarah sekaligus menyimpulkan rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi peta jalan upaya pencegahan perceraian di Aceh Tengah,” jelasnya
Sunardi mengungkapkan, berdasar data dari Mahkamah Sya’iyah Aceh Tengah, tren perceraian semakin meningkat, pada tahun 1013 mencapai 378 Putusan, tahun 2014 421 putusan dan sejak januari hingga April 2015 sudah mencapai 167 putusan.
Seminar yang dibuka langsung oleh Wakil Bupati Aceh Tengah tersebut diikuti oleh pasangan pengantin baru, tokoh masyarakat, perwakilan pegawai negeri, para Reje (Kepala Kampung), guru Bimpen SMA sederajat, Ketua OSIS SMA sederajat, perwakilan Dosen, serta organisasi kemahasiswaan, pemuda dan pelajar.
Seminar menghadirkan Narasumber Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Tengah, Yacoeb Abdullah, Ketua DPRK Aceh Tengah Muchsin Hasan, Ulama setempat Drs. H. Mahmud Ibrahim serta Kepala Kemenag Aceh Tengah Amrun Saleh.
Menanggapi statistik angka perceraian di daerahnya, Wakil Bupati Aceh Tengah, Drs. H. Khairul Asmara menegaskan bahwa data dan fakta tersebut merupakan realita yang harus diterima walaupun pahit sembari mencari cara dan strategi terbaik guna mencegah terjadinya perceraian sejak dini.

Seminar Penyelamatan Keluarga dari perceraian, Kamis (4/6)  di Bale Pendari Takengen. (Foto : eMKa)
Seminar Penyelamatan Keluarga dari perceraian, Kamis (4/6) di Bale Pendari Takengen. (Foto : eMKa)

“Pemerintah daerah memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas keluarga sekaligus mengurangi tingkat perceraian, hal ini didasari kepentingan untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan sejahtera, karena keluarga menjadi pondasi masyarakat, sehingga baik dan buruknya masyarakat sangat tergantung kualitas kehidupan keluarga yang ada didalamnya,” kata Khairul.
Menurutnya, beberapa upaya sudah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, diantaranya dengan menggalakkan majelis taklim, setidaknya di setiap kecamatan di Aaceh Tengah ada 2 pengajian besar, yaitu BKMT dan Fuspita, ditambah dengan pengajian-pengajian dilingkup menasah ataupun mesjid. Semua itu diharapkan memberi pemahaman, tambahan ilmu pengetahuan bagi masyarakat, utamanya pasangan suami istri untuk membangun keluarga sakinah mawaddah warrahmah.
Selain itu, Aceh Tengah juga menggalakkan gerakkan mengaji ba’da magrib, bila dilihat sekilas konsep ini sederhana, tapi maknanya sungguh besar bagi keutuhan keluarga. Momen mengaji ba’da magrib menjadi wadah pertemuan keluarga, mengaji bersama semakin mengokohkan kerukunan dan kereratan hubungan keluarga sekaligus bagian dari ibadah kepada allah SWT.
“Memang diakui, era globalisasi menjadi tantangan dan peluang, ada sisi baik ada sisi buruk, sehingga diperlukan benteng yang kokoh dan filter yang baik untuk menyaring hanya yang baik-baik saja, dan tidak terpengaruh pada hal-hal yang buruk,” demikian Khairul.(Rel/eMKa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.