Tokoh Gayo Rapatkan Barisan Dukung Dewan Adat Gayo

Foto: Sukur Kobat (tokoh masyarakat), Bardan Sahidi (anggota DPRA), Ruslan Abdul Gani (Bupati Bener Meriah) Tagore AB (DPR-RI), Nasaruddin (Bupati Aceh Tengah), Amdi Hamdani (tokoh Gayo), Muhsin Hasan (Ketua DPRK Aceh Tengah), mereka bergandengan tangan sebagai pemersatu gayo, dan sebagai tanda dukungan diwujudkannya Dewan Adat Gayo.(Foto: GAYOToday)
Foto: Sukur Kobat (tokoh masyarakat), Bardan Sahidi (anggota DPRA), Ruslan Abdul Gani (Bupati Bener Meriah) Tagore AB (DPR-RI), Nasaruddin (Bupati Aceh Tengah), Amdi Hamdani (tokoh Gayo), Muhsin Hasan (Ketua DPRK Aceh Tengah), mereka bergandengan tangan sebagai pemersatu gayo, dan sebagai tanda dukungan diwujudkannya Dewan Adat Gayo.(Foto: GAYOToday)

Takengen | Lintas Gayo – Sejumlah toko dari dataran tinggi Gayo berkumpul dan buka puasa bersama, Rabu (15/7/2015) di Hotel Bunda, Takengen Aceh Tengah. Kegiatan ini dalam rangka “merapatkan barisan” untuk mendukung dibentuknya Dewan Adat Gayo yang sebelumnya sempat tertunda. Kegiatan yang difasilitasi oleh Forum Mahsiswa Gayo se-Nusantara ini, dengan mengusung tema “Urgensi Generasi Muda Dalam Mengawal Eksistensi Gayo dan Dewan Adat Gayo”. Kemudian acara ini dihadiri oleh Anggota DPR-RI Ir. H. tagore AB, Bupati Aceh Tengah Ir. H. Nasaruddin MM, Bupati Bener Meriah Ir. H. Ruslan Abdul Gani, Anggota DPR Aceh Bardan Sahidi, tokoh masyarakat Ir. Sukur Kobat, tokoh muda Gayo Amdi Hamdani dan Ketua DPRK Aceh Tengah Muhsin Hasan.

Dalam kegiatan tersebut, Nasaruddin sebagai Bupati Aceh Tengah yang mengawali pembukaan kegiatan ini, merincikan potensi yang ada di kabupaten tersebut.”Secara Nasional, dari potensi yang ada di Gayo saat ini ada tiga hal yang cukup dikenal, yakni Kopi Gayo (ada sertifikat), Alpukat Gayo (dapat sertifikat) serta Kuda Gayo yang cukup dikenal,” ujar Nasaruddin.

Dia juga menambahkan, pendapatan per-kapita masyarakat Aceh Tengah berada dibawah pendapatan masyarakat yang ada di Banda Aceh, hal ini wajar menurut Nasaruddin. Karena, Banda Aceh adalah ibu kota provinsi. Sehingga perputaran uang berada di sana.

“Ada juga beberapa kabupaten/kota yang hasil buminya seperti minyak bumi. Sehingga dulunya daerah tersebut dikenal dengan daerah kaya. Tetapi, ketika habis potensi minyak/gas di sana, maka terdapat daerah-daera miskin, karena hasil bumi tersebut tidak merata,” dicontohkan Nasaruddin.

Berbeda dengan Aceh Tengah, mayoritas masyarakatnya petani kopi dan penghasil kopi, sehingga kopi Gayo yang selama ini cukup terkenal di manca negara dan memiliki nilai yang tinggi dapat mensejahterakan rakyat, hingga merata. Juga hampir tidak ditemui adanya masyarakat miskin di sana.

Begitu juga dengan Bupati Bener Meriah Ir. H. Ruslan Abdul Gani menyatakan, ketika diberikan kesempata oleh Bupati Aceh Tengah berbicara tentang kopi organik gayo. Ruslan menyebutkan konsumsi kopi di mancanegara sudah mencapai 12 kg/orang per-tahun, karena kopi diyakini masyarakat luar negeri bukan hanya sekedar minuman, melainkan dapat dijadikan obat/herbal.

”Mereka mewajibkan, setiap orang untuk meminum kopi 5 cangkir dalam sehari. Tingkat hidup usia masyarakat di sana cukup tinggi, 80 tahun ke atas, mereka masih bisa berjalan,” sebut Ruslan. Bupati Bener Meriah yang dinobatkan sebagai bapak kopi ini juga menyangangkan, “eksistensi gayo sangat besar melalui kopi, Arabika organik cukup terkenal di pasaran ekspor.

Sayangnya di tingkat lokal tertinggal. Namun tetap yakin, potensi kopi Gayo tetap bisa menjadi nomor satu,” tutup Ruslan. Sedangkan Ir. H Tagore Abubakar, anggota DPR-RI saat memberikan materi singkatnya menyatakan,” masyarakat yang tinggal di dataran tinggi Gayo adalah pemilik daerah ini dan bukan pendatang, seperti yang tertuang dalam UU PA ,” sebutnya dan menyatakan isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh dengan beberapa pasalnya telah menunjukkan perlakuan diskriminasi dan ada upaya pemusnahan suku minoritas (Gayo, Subulussalam, Singkil dan lainnya-Red).

Tagore yang hadir di hadapan puluhan Mahaiswa Gayo se Nusantara tersebut juga menyampaikan bahwa, Gayo memiliki leluhur, Gayo adalah suku Asli Indonesia yang berhak dilindungi dan dilestarikan. Hanya ada satu cara untuk mengeluarkan kita dari UUPA, yakni pemekaran Aceh, dan kita menjadi Provinsi Aceh Leuser Antara. “Potensi alam dan hasil bumi yang dimiliki oleh rakyat ALA, cukup membuat satu provinsi yang mandiri. Tanpa harus tergantung dengan dana otsus,” tutup Zam-Zam Mubara yang bertindak sebagai moderator.(leuserantara.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.