Takengon| Lintas Gayo : Sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mahasiswa, sejumlah tokoh pemuda dan wartawan bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Muhammad Yusni, SH, MH dihotel Renggali Takengon Rabu malam (25/5) membicarakan upaya supremasi hukum di Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Konflik yang berkepanjangan hampir 10 dekade di Aceh telah memberikan ujian berat institusinya untuk membangun komunikasi dengan masyarakat untuk memberikan penyuluhan hukum sebagai bagian program Kejaksaan untuk mengurangi dampak pelanggaran hukum, “konflik itu begitu kompleks, sehingga menyulitkan kita memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai etika hukum dan memahami tugas-tugas Kejaksaan yang sebenarnya”, ujarnya Muhammad Yusni mengawali penjelasaannya kepada sejumlah elemen sipil di Tanoh Gayo tersebut.
Dampaknya, sambung pria yang lahir pada 6 Juni 1960 ini, hingga kini masyarakat terus menyoroti institusi mereka dengan sebelah mata, walau sebenarnya hal itu tetap menjadi support untuk kita melakukan tugas secara profesional.
Menurutnya kondisi beberapa kabupaten di Aceh juga sedang melakukan proses peningkatan kapasitas, mengingat konflik beberapa tahun silam masih membuat masyarakatnya awam akan hukum, dan kesulitan dalam melakukan proses pelaporan atau berkonsultasi. “Masih banyak mereka yang trauma, yang tidak berani berdiskusi dengan kejaksaan dan tidak berani melapor, padahal kita sudah berupaya maksimal untuk melakukan upaya turun kemasyarakat”, imbuhnya.
Ia bahkan menghadapi tantangan ketika dinas di Aceh yaitu tawaran-tawaran dari pemerintah daerah, tetapi ia menolak. “Saya tidak mau menerima tawaran itu semua, saya tidak ingin menjadi bagian dari penegak hukum yang mudah terbuai materi dan kekayaan, saya sampaikan kepada jajaran dibawah dan ini adalah komitmen saya” tegasnya.
Ditingkat pejabat saja banyak yang belum mengerti hukum, tukasnya sambil mengutip pernyataan Bupati Bener Meriah kepadanya dua hari yang lalu disela-sela kunjungannya ke Bener Meriah dalam rangka meninjau kantin kejujuran. “Dia sempat mengatakan kepada saya bahwa pejabat-pejabat daerah butuh pemahaman hukum, mereka butuh penyuluhan berkala. Dan ini sebenarnya hampir terjadi di seluruh Aceh, banyak pejabat yang tidak paham hukum”, katanya.
Terkait perkara korupsi pada intinya Kajati Aceh ini mengatakan bagaimana kerugian Negara atas kasus korupsi dapat dikembalikan, meski proses hukum pada pelaku tetap menjadi prioritas. “kerugian Negara itu sangat penting untuk dikembalikan, disamping proses hukum bagi pelaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena jika mereka ditahan tidak ada jaminan dana itu dapat dikembalikan”, sahutnya.
Muhammad Yusni juga menambahkan kesulitannya untuk menyidik kasus kepala daerah karena terkendala izin penyidikan. Jika Gubernur harus ada persetujuan Presiden dan Bupati harus ada persetujuan Gubernur inilah yang menjadi kendala Kejaksaan dalam menangani kasus tersebut, beda dengan KPK yang tidak harus ada izin.
Pria yang merupakan putra asli Aceh ini juga menjelaskan bahwa dirinya tidak takut dan khawatir tehadap hal-hak kritis baik dari LSM dan masyarakat, “saya hanya berharap bagaimana membangun komunikasi dengan pihak-pihak elemen sipil, seperti yang saya lakukan dengan sejumlah LSM di Banda Aceh” tambahnya.
Komunikasi bagaimana agar bersama-sama melakukan hal yang lebih baik untuk penegakkan hukum, dan kerja sama element sipil dan isntitusi penegak hukum harus di bangun, bukan dengan kejaksaan saja, tetapi juga bersama Kepolisian dan unsur Muspida.
Pengakuannya, media juga sangat membantu kami selama ini, ya harapannya tetap demikian, sehingga ada media control kinerja kami. Dirinya mengaku tidak memberikan intervensi Kejari di Kabupaten karena prosedur yang berlaku. “Kita menghargai profesionalitas karena Kejari lebih paham masalah di daerahnya”, tegasnya.
Ia bahkan tak menampik kendala waktu kerja, yang seharusnya hanya jam kerja pagi hingga siang harus ditambah hingga malam hari karena kondisional. “Ya seperti sekarang ini, kami menggunakan baju dinas yang artinya kami bekerja kadang tak mengenal waktu, namun hal ini tidak diketahui oleh masyarakat banyak”, katanya bernada mengeluh.
Mengenai sering terjadinya “konflik” antara pemerintah dan masyarakat dalam beberapa kasus, orang tua yang gemar olahraga ini mengatakan pihaknya harus mengedepankan Win Win Solution sehingga tidak terkesan membela pemerintah saja, tetapi kedua belah pihak dapat mendapatkan solusi yang memuaskan.
Menurut Kajati ini, pihaknya tidak ingin membangun citra saja, tetapi harus didukung dengan keberpihakan kepada kebenaran. Cukup sulit untuk menjadi posisi ditengah tersebut. Dia menambahkan tetap komitmen menegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu. “Semua sama dimata hukum, tidak boleh tebang pilih dan harus tetap konsisten”, tegasnya.
Disinggung mengenai perhelatan Pemilukada yang sebentar lagi akan di gelar, Muhammad Yusni menyatakan dukungannya kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) untuk menjalankan tahapan pemilukada serta mendukung percepatan pengesahan qanun Pemilukada yang belum disahkan oleh DPRA sampai saat ini.
“Kita mendukung KIP agar tetap independen dan akuntabel dalam melaksanakan tahapan pemilukada yang akan datang, kita juga mendukung agar cepat disahkannya qanun Pemilukada yang masih dibahas di DPRA”, imbuhnya. “Saya juga menyampaikan kepada Kejari di Aceh pada umumnya agar tidak memihak pada Pemilukada ini, apalagi pada kasus-kasus yang biasanya muncul setelah Pemilukada, jangan memihak”, tegas lagi.
Selanjutnya Muhammad Yusni berharap masyarakat dan media mendukung Reformasi Birokrasi dan pengakkan hukum di Negeri Serambi Mekkah ini khususnya di Aceh Tengah dan Bener Meriah terutama Takengon yang sebentar lagi akan berganti Kepala kejaksaannegerinya. “Marilah kita mendukung penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi, karena reformasi artinya perubahan untuk menjadi lebih baik, maka masyarakat harus mendukung reformasi tersebut” harapnya mengakhiri pemaparannya. (Iwan Bahagia, foto : int)