Oleh :Dedi Purnawan*
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kebutuhan Gula secara Nasional saat ini mencapai 5,7 juta ton. Kebutuhan Gula itu, terdiri atas 2,8 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,9 juta ton Gula Kristal Rafinsi (GKR) untuk memenuhi kebutuhan industri. Kebutuhan gula tersebut akan terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk, perkembangan industri makanan dan minuman, hotel, restoran dan lain-lainnya. produksi GKP saat ini dihasilkan oleh 62 pabrik gula, dengan menggunakan bahan baku tebu. Dari 50 pabrik gula BUMN, GPK yang dihasilkan kurang dari 400 ton tebu/hari, dengan peralatan yang sudah sangat tua. menurut Menteri Perindustrian, Saleh Husin Efisiensi dan mutu gula yang di produksi relatif lebih rendah, sehingga perlu ditingkatkan kapasitasnya menjadi di atas skala keekonomian, yaitu lebih dari 6.000 ton tebu/hari. (tribunbisnis, 6 april 2015) dengan begitu menurut Saleh Husin, perlu dikembangkan perkebunan tebu dan pabrik baru di luar Pulau Jawa, dengan kapasitas minimal 10.000 ton tebu/hari.
Kecamatan Ketol, di Kabupaten Aceh Tengah memiliki peluang yang besar untuk pengembangan industri gula, karena Ketol memiliki lahan perkebunan tebu yang cukup luas di Aceh yaitu seluas kurang lebih 8000 hektar dengan memproduksi gula merah saja mampu mendapatkan nilai investasi 10 milyar lebih. (BPS Aceh Tengah 2015) setiap tahun nya Ketol memproduksi tebu sebagai bahan baku utama pembuatan gula sebesar 21.408 Ton. Menurut data Badan Pusat Statistik Aceh Tengah pada Tahun 2015 terdapat 121 pabrik gula merah milik masyarakat yang aktif memproduksi gula merah.
Masyarakat di kecamatan Ketol, sebenarnya masih mampu melakukan perluasan lahan perkebunan Tebu di area perkebunan milik mereka, akan tetapi masyarakat tidak mungkin untuk menghabiskan lahan perkebunan miliknya untuk di tanami tebu yang biasanya baru dapat di panen enam bulan sekali, untuk menyiasati masa “pacekelik” mereka harus menanam jenis pertanian lain salah satunya palawija.
Peran Pemerintah khusus nya Kabupaten Aceh Tengah juga sangat dibutuhkan untuk mendukung petani tebu di Kecamatan Ketol khusus nya, agar lebih bersemangat untuk memperluas serta meningkatkan hasil produksi dari perkebunan miliknya.
Kita tentunya sangat berharap Aceh Tengah tidak hanya dikenal sebagai daerah penghasil Kopi Arabika terbesar di Indonesia tetapi juga merupakan penghasil Tebu yang mampu memenuhi kebutuhan pasar Nasional.
Pemerintah Aceh tentunya juga kita harapkan mampu menyusun strategi baru, untuk tinggi nya nilai impor kita terhadap gula. menurut Badan Pusat Stasistik Aceh, Selama bulan Januari 2016 nilai impor Komoditi Non- migas terbesar berupa Gula dan Kembang Gula yaitu sebesar 331.275 USD (berita resmi statistik No.13/03/th.XIX, 1 Maret 2016 )
Sudah saat nya Pemerintah memaksimalkan potensi gula yang berada di Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah sebagai formula meninggalkan kebiasaan memasukan gula dari luar.
Ini semua baru dapat diwujudkan tentunya dengan adanya sinergitas antara Pemerintah, Investor dan juga Petani. Banyak aspek yang harus di perhatikan Pemerintah untuk membangun cita-cita menghentikan impor gula, salah satu nya adalah kesejahteraan Petani agar mereka tidak ragu dalam melakukan perluasan lahan perkebunan tebu.
Melalui situs humas acehtengahkab edisi 30 September 2013, saat ini Pemerintah Aceh Tengah telah berhasil memboyong Investor Vietnam asal India di bawah naungan PT. Kamandhenu Ventures Indonesia untuk mendirikan pabrik gula putih yang berlokasi di Kecamatan Ketol. PT. Kamandhenu Ventures Indonesia telah melakukan pemagaran seluas 75 hektare untuk mempermudah pendirian lokasi pabrik. Bila beroperasi pabrik di perkirakan akan dapat menghasilkan 3500 hingga 4000 ton gula putih perhari.
menurut Civil and Constuction Enginering PT. Kamandhenu, Devarakonda Venkataratnam, seluruh proses pembangunan kantor, asrama serta sarana penunjang lainnya hingga bangunan utama yang berisi mesin pengolah gula yang akan memakan waktu selama 14 bulan.
Seharusnya bila merujuk kepada keterangan pers yang di muat situs humas Pemerintah Aceh Tengah pabrik gula putih PT. Kamandhenu Ventures Indonesia sudah selesai dan beroperasi pada bulan November 2014. Namun hingga saat ini Pabrik Gula Putih yang sangat di butuhkan itu belum juga beroperasi.
Saya selaku masyarakat sekaligus petani tebu di Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah, mempertanyakan bagaimana status dari pada kelanjutan pabrik gula putih tersebut yang hingga kini belum beroperasi, padahal bila pabrik ini sudah beroperasi, maka ketol sudah mampu membantu kebutuhan gula nasional dan menurunkan tingginya kebutuhan nilai impor Aceh terhadap gula.
Kita berharap Pemerintah terus memberikan dukungan terhadap pengembangan lahan pertanian tebu ini, bila harga mampu stabil dan tidak kalah dengan jenis perkebunan lainnya mungkin tidak akan ada lagi petani yang mengalihkan fungsi tanaman ke sektor lain. Seharusnya pemerintah mampu untuk mendorong harga agar lebih tinggi lagi, bila perlu Pemerintah harus berani memberikan subsidi, dengan cara memangkas anggaran yang bersifat kurang produktif
ini adalah salah satu opsi untuk menekan jumlah pengangguran, bukan tidak mungkin bila harga cukup kompetitif maka tebu tidak hanya ada di Ketol tetapi juga di daerah lain.
Masyarakat khusus nya di daerah Kecamatan Ketol, sangat membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai khusunya di sektor Perkebunan Tebu. Dengan sumber daya alam (SDA) yang tersedia tentunya tidak hanya cukup mengolah dengan teori yang diwarisi nenek moyang. Sudah seharusnya Pemerintah mendorong Generasi Muda untuk memiliki ilmu akademisi di bidang perkebunan, agar mampu mengelola dan meningkatkan produksi gula tiap tahunnya.
Dengan segala upaya yang yang ada kita harus yakin bahwa Ketol mampu menopang kebutuhan Gula Nasional, dan Ketol mampu mengurangi ketergantungan Aceh terhadap impor Gula.
*Mahasiswa Disalah satu perguruan Tinggi