Oleh: Muslim Arsani
Menyingkap sejarah manusia tentu mempunyai kekuataan serta kedudukan sejarahnya sendiri. Sejarah tersebut memiliki beribu-ribu rahasia yang terjadi dimasa lalu, dan meyeruak kembali dan bangun dari persembunyian kenyataan sejarah serta dibangkitkan oleh rasa cinta akan masa lalu manusia itu sendiri. Dan tidak jarang kekuatan sejarah yang dibangkitkan itu mampu menjadi ketetapan-ketetapan yang dianggap benar. Kenyataannya terkadang masa lalu belum sepenuhnya terlihat.
Kebenaran sejarah memang menjadi dasar kekuatan serta kegemilangan suatu bangsa, dan cendrung menjadi corong kebangkitan bangsa. Dan apabila fakta sejarah tersebut hanya untuk segelintir kelompok dari beberapa daerah saja tidak mencakup seluruh wilayah nusantara. Tentu terjadi kesalahpahaman dalam memaknai pristiwa kebenaran fakta sejarah tersebut. Pengikraran Soempah Pemoeda (28 oktober 1928) dari rangkuman sejarah perlu dipertanyaakan esensi dari fakta sejarahnya. Sebab, perlu diketahui Sumpah Pemuda hanya diikrarkan oleh sekelompok kecil pemuda dari berbagai daerah, dan bagaimana ini menjadi ketentuan yang bersifat nasional dan mewakili setiap pemuda dari seluruh nusantara. Bagaimana dengan pemuda yang berasal dari Bali, Kalimantan, sebagaian sulawesi, Papua,serta Aceh dan lain-lain.
Pemanfaatan sejarah memang tergantung siapa yang berkuasa, dan sejarah tersebut bisa digunakan untuk kepentikan politik penguasa. Konon peringatan Sumpah Pemuda dimanfaatkan oleh Soekarno untuk mengkonsolidasikan kekuatan, yang dibantu oleh TNI-AD yang dipimpin oleh Jendral Abdul Haris Nasution serta dijadikan simbolisasi peralihan politik demokrasi perlementer ke demokrasi terpimpin tahun 1958.
Sumpah Pemuda yang sudah menjadi doktrin negara persatuan dan kesatuan. Awalnya, ketika pertama sekali diperingati hanyalah pertaruhan politik untuk mematahkan para pendukung negara federal (Masyumi, Partai Buruh, PSII dan Parkindo) dengan partai pendukung negara Kesatuan (PKI, PNI, Murba, IPKI, dan GPPS). Dualisme kepentingan itu dimanfaatkan oleh Soekarno yang merupakan pendukung negara Kesatuan Indonesia, guna untuk menekan daerah-daerah yang tidak puas terhadap Jakarta. Keinginan Soerkarno untuk menjadikan negara ini menjadi negara kesatuan bertolak belakang dengan UU No. 22 tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah dimana otonomi diberikan kepada Propinsi, Kabupaten dan Desa. Sehingga, mengakibatkan kegaduhan-kegaduhan dibeberapa daerah disebabkan dominasi Pemerintah Pusat atau Jakarta.
Derasnya kegaduhan dan perlawanan daerah terhadap Jakarta, menguatkan insting kelicikan kekuasaan Soerkano untuk membungkam serta membuat tunduk politisi-politisi daerah dengan isu propaganda untuk mempertahankan dominasi kekuasaan Jakarta terhadap daerah-daerah. Disinilah, dimunculkan Propaganda Sumpah Pemuda untuk kepentingan Soekarno dan Jakarta. Soekarno memakai Sumpah Pemuda sebagai intruksi absolut bangsa Indonesia dan mengatakan “Jangan coba-coba menghianati Proklamasi dan Sumpah Pemuda, mereka yang sekarang ini ingin memisahkan diri dari Indonesia adalah para penghianat yang lupa kepada Sumpah bangsa ini”. Pada akhirnya Sumpah Pemuda menjadi Indonesian the holy trinity, tritunggal suci-bangsa, bahasa, tanah air (Dhakidae, 2001). Tujuannya jelas melemahkan politisi sipil di Konstituante, menyetil pembangkangan daerah yang sebenarnya legal dan konstitusional dan meletakkan mereka sebagai penghianatan terhadap Republik
Hakikatnya Sumpah Pemuda tahun 1928 mengandung semangat nasionalisme atas rasa nasip sepenanggungan terhadap hegemoni penjajah, tetapi dipergunakan dan diperalat menjadi instrumen kekuasaan dan pembungkaman aspirasi politik setelah Indonesia merdeka dan juga digunakan untuk realisasi kesatuan tanpa kompromi dengan mekanisme centralisasi dan kontrol terpusat.
Sumpah Pemuda yang merupakan intruksi absolut dan sebagai pengendalian ingatan politik, menjadi sakral ketika negara mengikat dan melabel kan dalam bingkai Persatuan dan Kesatuan. Berimbas terhadap segala sesuatu yang mempertanyakan kembali hegemoni Jakarta terhadap daerah dianggap sebagai pelanggaran dan bahkan penghianatan terhadap sumpah pemuda
.
Winston pernah mengatakan, Sejarah itu ditulis oleh para pemenang, pemenang sejarah layak diberikan kepada Soekarno, karena telah meletakkan didalam sanubari kita konsep negara Persatuan dan Kesatuan yang sering kita sebut NKRI. Terlepas dari carut marut nya pengambilan konsep itu sendiri.
Penulis adalah Ketua Forum Intelektual Muda Gayo (Fintemu Gayo).