Jangan Seperti Pahat “Itetok Mulo Baro Mangan”

Morep Enti Lagu Pat Itetok Baro Mangan

“Mau hidup harus bekerja. Jangan selamanya terpaku pada orang lain, namun harus mampu mengaktifkan kekuatan kaki dalam mengayuh perjalanan. Morep ni enti pat itetok mulo baro mangan (hidup ini jangan seperti pahat, diketok dulu baru makan dan berfungsi,”.

Saya tertegun dengan prinsip hidup manusia muda berambut kriting yang agak acak acakan ini. Kadang kala rambut kritingnya dia ikat karena sudah agak panjang. Dia tidak malu membawa tomat dan hasil pertanian Gayo.

Padahal Partai Demokrat pernah mengandalkanya sebagai Calon Legeslatif (Caleg) pada 2014 lalu. Dia juga aktifis pemuda yang tergabung dalam KNPI Aceh Tengah dibawah Pimpinan Erwin.  Pernah dipercayakan memimpin  HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Kini dia mencari modal sendiri menjadi toke tomat.

Dia tidak pernah malau bila dipanggil toke tomat atau toke kiting, karena rambutnya memang keriting. Itulah Syukran. Jadi toke dan menekuni dunia politik bagaikan sudah mendarah daging ditubuhnya.

Lelaki kelahiran Linung Bulen Bintang, Aceh Tengah ini, tidak mau terpaku pada seseorang dalam mengarungi badai kehidupan. Ayah Khairunisa Bintang ini menyewa rumah di Umah Opat, tanah dan lumpur tetap menjadi sahabatnya.

Hujan dan panas baginya bukan halangan. Walau tetap mengikuti perkembangan dunia politik di Gayo Lut, dia juga sudah memiliki 1 hektar kopi yang tidak jauh dari Baburayan Pegasing. Selain kopi, ada tanaman pokat di sana.

“Untuk masa depan anak anak,” sebut lelaki yang murah senyum itu walau warna kulitnya agak sedikit legam, mungkin karena sering terbakar matahari.

“Saya sedih kalau generasi muda di Gayo lebih banyak duduk duduk, tidak aktif memikirkan masa depan. Di Gayo itu sumber usaha cukup banyak. Berkebun kopi bila dikelola dengan baik menjanjikan masa depan yang gemilang,” sebut Syukran.

“Jangan malu jadi petani. Usaha apapun bila ditekuni akan membuahkan hasil. Jangan kita berpangku tangan, jangan seperti pahat diketok dulu baru bekerja.Enti munarap wih mumata, sediken ara wih nenesen, buge nguk kin uwak ni gerahen. (Jangan mengharap datangnya mata air, kalau ada air rembesen yang jernih kiranya itu menjadi pelepas dahaga,” kata Syukran berfasafah Gayo.

Saya tatap wajah lelaki muda ini. Dia kembali tersenyum. “Jangan berharap bekerja eksklusif baru kita dikatakan ada pekerjaan, apapun pekerjaan asal mendapat ridha Allah harus kita sukuri dan tekuni”.

Gantungkanlah cita citamu setinggi bintang di langit, namun jangan kamu lupakan bumi tempat berpijak. Kata kata saya ini cepat disambut Sukran. “ Benar bang, kita tidak boleh terbuai mimpi, sehingga lupa bangun di pagi hari”.

Catatan FB Bahtiar Gayo Wartawan Waspada

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.