Sosmed Jangan Fitnah Tapi Ibadah
Oleh: Bahtiar Gayo (PWI Aceh Tengah)
Deso ni kuyu enti kire ku bele.Buge mugune ku insen heme.Ku jih enti tason ko rara. Ku wih dalih tuninko powa.( Hembusan angin jangan membawa petaka, semoga berguna buat manusia. Ke dalam alang alang jangan kau simpan api. Jangan kau sembunyikan garam ke dalam air).
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
(Al-Hujurat 6)
Di zaman yang canggih ini, kehidupan manusia hampir tidak pernah lepas dari sosial media (sosmed). Hidup tanpa sosmed bagaikan makan sayur tanpa garam. Tidaklah heran, seseorang selalu memperbaharui status akunya. Apa saja dinaikkan, sehingga seluruh dunia orang melihatnya.
Namun, sebagai manusia yang dianugerahi akal, sudah menjadi kewajiban untuk mengendalikan jemari kita, agar tidak terlalu mudah memposting. Berkomentar, copy-paste, dan menshare, sebelum kita mengetahui dengan pasti apa yang mau kita lakukan. Dunia sosmed merupakan gambaran karakter kita, perkataan lisan kita di dunia nyata.
Ada rumus sangat sederhana dalam menyikapi perkembangan dunia maya. “ Jangan lakukan apapun sebelum kita mengetahui dampak dari yang kita lakukan”. Sudah seharusnya sebagai manusia, apalagi yang beragama muslim, keberadaan sosmed ini membuat kita menjadi lebih beriman dan taat pada Allah dan RasulNya.
Dampak dari pekerjaan kita (baik itu dampak positif dan negative) harus diperhitungkan matang-matang. Setiap setiap postingan, komen, copas, danshare kita di sosmed\, bukan hanya menunjukkan siapa diri kita, namun semua itu kelak akan dihisab Allah. Dunia maya itu adalah bagian dari ucapan dan perbuatan kita. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Qaf : 18
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Meminjam falsafah leluhur di negeri Gayo; Ke piet enti tir ilowahen. Sediken lungi enti tir idoloten, (Kalau pahit jangan cepat cepat dimuntahkan. Kalau manis jangan langsung ditelan). Artinya kita memerlukan filter untuk menyaringnya. Pergunakanlah anugerah Allah, berupa pikiran kita untuk menyaring berbagai informasi (postingan).
Ketika kita akan membicarakan hal yang sensitif, sebaiknya lebih bagus dihindari. Namun apabila harus juga dilakukan, pilihlah kata-kata yang tepat, elegen. Sampaikanlah dengan penuh etika. Perkataan yang baik, cara kita menyampaikan dengan baik, semoga menghasilkan penilaian yang baik pula.
Tidak semua yang kita sampaikan di dunia maya itu mampu dicerna dan diterjemahkan sesuai dengan keinginan kita. Intonasi suara kita, sikap kita, ekpresi, saat mau menyampaikan sesuatu tidak semuanya mampu diamati dan dicerna dengan baik. Sehingga, akan terjadi salah penafsiran dan salah faham. Apalagi ada sebagai hanya membaca judulnya saja, langsung memberikan komentar.
Menyampaikan informasi dengan benar, baik dari sisi kandungan isinya, maupun dari cara penyampaiannya sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Israa’ : 53
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang paling baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.
Tidak semua orang manusia itu selektif dalam menerima berita, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak crosscheck berita yang ditayangkan! Namun ketika kita tidak bisa melakukannya, berita tersebut jangan langsung dipercaya, apalagi disebarkan. Klarifikasi di dunia sosmed itu berat. Belum tentu orang yang telah membaca berita sebelumnya membaca pula hasil klarifikasinya.
Jangan karena kita ada yang korban. Jangan karena kita menyebarkan informasi yang belum tentu kebenaranya, ummat gelisah dan menjadi bahan pergunjingan. Jangan karena informasi yang belum diteliti kebenaranya, dosa kita bertambah.
Jangan jadikan Sosmed sebagai tempat ghibah dan penyalur fitnah. Jangan kita memakan bangkai saudara kita, karena sikap dan perbuatan kita. Selain itu kita juga akan terjerat dengan hukum.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, nomor 11 tahun 2008, merupakan pedoman dan etika bagaimana kita berinteraksi di dunia tanpa wujud namun nyata ini. Setiap orang akan dikenakan jeratan hukum kalau melanggar aturan main.
Jangan kita terbuai dengan indahnya dunia maya, sehingga lupa akan ranjau. Mate ni kintis kerna manisen. Entap ni lemis isiyut keben. Iren iren turah ipergunen .Ingeti tuhen aherat puren ( Matinya semut karena manisan. Jangan karena nyamuk lumbung dibakar. Pergunakanlah akal pikiran dengan baik, ingat Tuhan yang akan mengkalkulasi perbuatan kita kelak)
Kalau saya pribadi, saya tidak akan berkomentar sebelum tahu persis apa persoalanya. Itu kalau soal komentar. Kalau soal pemberitaan, saya tidak akan menulis berita, kalau tidak punya sumber yang berkompeten. Saya akan menguji kebenaran dari sebuah berita itu yang didukung data. Saya juga punya kewajiban untuk melakukan konfirmasi, agar beritanya tidak memihak dan menghakimi.
Setelah dikonfirmasi dan chek and richek, namun ada yang salah dalam pemberitaan itu, maka wartawan yang menulisnya harus minta maaf, mengakui kekeliruanya.Namun bila wartawan merasa yang dituliskan benar dan fakta, silakan saja pihak yang merasa dirugikan menempuh upaya hukum.
Saya tidak akan membuat berita hanya karena katanya, namun tidak didukung fakta, atau tidak melakukan konfirmasi kepada pihak yang ditulis dalam pemberitaan itu. Wartawan harus mengangkat fakta dan berimbang. Semua pihak mendapatkan porsi untuk diberitakan.
Saya tidak mau menambah dosa dengan memberitakan sebuah berita yang belum tentu benar, kemudian ada yang korban karena pemberitaan itu. Mempertanggungjawabkan berat, dosa yang ada saja semoga diampuni Allah, jangan tambah lagi dengan dosa dalam menebarkan fitnah.
“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.”(An-Nur 15)
Maka mari kita jadikan sosmed, sebagai saarana ibadah, bukan tempat mengukir dosa. Tengah ara kesah osah tuhen, murum murum kite bersingeten. Bersijegen. Berejen. (Selagi ada nafas yang diberikan Allah, mari saling mengingatkan, saling menjaga. Terima kasih)
***: Disampaikan pada ; Seminar Penguatan Literasi Media Sosial Sebagai Pilar Islam Moderat di Indonesia, Selasa 19 Desember 2017 di Aula Biro STAIN Gajah Putih Takengen.—–