Oleh: Nurhijrah Nanda*
Bila kita merefresh ingatan pada waktu silam, dimana tengku guru mendapat tempat yang sangat spesial di tengah masyarakat luas. Dalam praktek pendidikan agama baik berupa pengajian maupun ceramah yang lazim kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.
Kehadiran seorang tengku adalah sebuah keharusan yang sangat dinantikan. Pentingnya peranan Tengku Guru dalam kehidupan masyarakat telah melahirkan penghormatan sekaligus penghargaan yang besar dari masyarakat luas. Disadari atau tidak, kenyataan hari ini penghargaan ini semakin luntur tergerus gelombang perkembangan zaman.
Dimasa lalu, jerih payah Tengku Guru ngaji tidak pernah dipatok nilai atau harganya, bahkan untuk ditagihpun tidak mungkin terjadi. Kendati demikian, para orang tua/wali santri senantiasa memberikan nilai yang sepantasnya tanpa harus ditetapkan berapa tarifnya dan kapan waktu pembayarannya.
Walaupun bentuk pemberian tersebut belum tentu dalam bentuk uang tunai. Ada yang memberikan beras, mengantarkan lauk pauk, bahkan ada pula yang memberi tenaga dalam berbagai bentuk pekerjaan, baik di sawah maupun di ladang.
Dewasa ini, dimana kebutuhan hidup semakin meningkat dan alasan sulitnya perekoniman masyarakat. Dunia pendidikan agamapun mulai terpengaruh. Faktanya, tidak sedikit lembaga pengajian atau perorangan yang menerapkan pola sumbangan sukarela atau bahkan iuran tetap. Sejatinya, masih dalam batas kewajaran bila di lihat akan betapa pentingnya ilmu agama bagi tiap insan. Namun sebaliknya bila di lihat dari nilai nominal semata, akan memunculkan stigma negative, khususnya bagi para tengku guru kita sekalian.
Kebutuhan akan peningkatan ekonomi adalah sebuah kepatutan bagi setiap manusia. Namun menilai jasa seorang tengku guru dari rupiah adalah bentuk kekonyolan yang nyata. Sebaliknya, kebutuhan setiap manusia akan ilmu dan pengetahuan agama lah yang harus ditunaikan, karena menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban, terlebih ilmu dan pengetahuan keagamaan.
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka akan sangat mengkhawatirkan keadaan masyarakat kita ke depannya. Karena untuk saat ini saja, penghormatan khalayak umum kepada para tengku guru sudah mulai terasa berkurang, bahkan sudah mulai tampak keacuhan dan ketidak hirauan di tengah masyarakat. Lebih menghormati jabatan dan status sosial seseorang dibandingkan dengan menghormati dan menghargai kehadiran sosok tengku guru yang memiliki kapasitas dan integritas sebagai pembawa da’wah dan pengajaran nilai-nilai keagamaan.
Belajar dari pengalaman dan nilai-nilai kebaikan di masa lalu, kiranya penghormatan dan penghargaan kepada para tengku guru harus kembali digalakkan. Agar tiap ilmu dan pengajaran yang pernah diberikan kepada kita sekalian memberikan keberkahan dalam hidup ini. Yang pada hakikatnya hanya Allah SWT semata yang berhak memberikan penilaian mutlak kepada setiap manusia.
Sembari memanjatkan do’a kepada Allah Ta’ala, semoga Allah melimpahkan keberkahan-Nya kepada para tengku guru kami sekalian, atas tiap untaian ilmu dan pengajaran yang telah diberikan dengan kesabaran dan keikhlasan.
*Nur Hijrah Nanda merupakan pemerhati sosial dan sejarah Gayo asal Bener Kelipah.