Bila ingin persoalan listrik Aceh tidak selamanya berharap kepada Sumatra Utara, Aceh harus banyak belajar ke Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. Pusat pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara ini banyak menyimpan ilmu untuk diterapkan di bumi Aceh.
Bagaimana negeri tanpa danau, namun mampu menciptakan waduk dan menjadi penyuplai listrik untuk Jawa- Madura dan Bali. Bagaimana PLTA ini menyiapkan lahan, menjaga dan menyelamatkan lingkungan. Bagaimana proyek ini berbagi dengan warga sekitar dalam mengembangkan ekonomi?
Persoalan listrik di Aceh, sebenarnya ada alam Gayo yang mampu menerangi Aceh bila dimanfaatkan dengan baik. Tahap awal ada PLTA Pesangan 1 dan Pesangan II, direncanakan di Bener Meriah juga akan lahir sebuah PLTA.
Gayo, Aceh Tengah akan mampu menghasilkan listrik mencapai 88 Megawat (MW). Artinya kekurangan listrik yang selama ini diharapkan dari Sumatra Utara, mampu dijawab Aceh, dengan tidak lagi “mengharap belas kasih” Sumatra Utara.
Dijadwalkan pada tahun 2021, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Wihni Porak, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah akan beroperasi. Bila PLTA Pesangan beroperasi, kekurangan listrik Aceh dapat diatasi. Dari 400 MW kebutuhan listrik Aceh, Serambi Mekah hanya mampu menyediakan 300 MW, kekurangan mencapai 100 MW didapatkan Aceh dari Sumatra Utara.
Namun sebelum PLTA Pesangan dioperasionalkan, Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar, meminta pihak PLN UIP Kitsum Sumatra Utara untuk membawa Fokopimda dan masyarakat Aceh Tengah menimba ilmu ke PLTA Cirata.
Permintaan itu dijawab pihak PLN UIP KITSUM, Sumatra Utara, bersama rombongan dari Gayo untuk melihat bagaimana perkembangan PLTA terbesar di Asia Tenggara, yang kapasitasnya 1.008 Megawatt (MW) dengan produksi energi listrik rata-rata 1.428 Giga Watthour (GWh) pertahun.
Jauh memang perbedaan produksi PLTA Pesangan dengan PLTA Cirata, Cipeundeuy, Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Cianjur. Namun rombongan dan pihak PLTA Pesangan ingin mendapatkan masukan ilmu PLTA Cirata, guna diterapkan di bumi Gayo.
Pemimpin di Gayo, Shabela Abubabakar, Kajari Takengon, Nislianuddin, Dandim 0106 Letkol. Inf Hendry Widodo, Yubel Sitompul, PT PLN (Persero) UIP KITSUM dan rombongan, awal Maret 2019 ini bertandang ke Proyek PLTA Cirata.
Sambutan hangat oleh pimpinan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), Wawan Darmawan beserta sejumlah manager, mereka tunjukan kepada rombongan dari negeri seribu bukit dengan kopi kualitas dunia.
Wawan memaparkan bagaimana PLTA Cirata yang mampu mensuplai listrik untuk Pulau Jawa, Madura dan Bali. PLTA ini memiliki area mencapai 7.100 hektar, disinilah waduk buatan untuk pembangkit listrik ini diciptakan.
Sementara Aceh Tengah sudah memiliki Danau Lut Tawar, hanya tinggal memanfaatkan sumber airnya untuk kesejahtraan. Untuk listrik, untuk pertanian, perikanan, wisata dan sumber ekonomi lainya.
Waduk Cirata ternyata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan listrik. Ada sumber penghidupan baru untuk masyarakat di sana. Ada yang bergerak di sektor pertanian, bisnis, agrilokal, transmigrasi, transportasi air,budidaya ikan (KJA) dan mina padi.
Menjawab Dialeksis.com Wawan mengakui Dana CSR yang setiap tahunya naik, benar benar dimanfaatkan untuk kesejahtraan masyarakat sekitar waduk. Berbagai sektor yang dibantu dari dana CSR sudah sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat.
“Semoga PLTA Pesangan jauh lebih baik dalam pengelolaanya. Harapan kami negeri yang dikenal dengan kopi ini akan bagus PLTA- nya. Makanya saat ini kami tidak menyuguhkan kopi, karena yang datang ini adalah pakarnya kopi,” sebut Wawan sambil melepaskan tawa.
Candaan Wawan juga dibalas Bupati Aceh Tengah Shabela, “ Bapak enggak usah takut, kami juga membawa kopi untuk dicicipi. Namun kami juga perlu tahu bagaimana PLTA Cirata, agar nantinya PLTA Pesangan dapat mengikutinya,” sebut bupati.
Wawan menambahkan, sebelum rombongan melihat sejumlah perangkat pembangkit PLTA, sekilas tentang sejarah PLTA Cirata kiranya perlu diketahui. Pendirian PLTA ini diilhami dengan letak sungai Citarum dan alam yang subur, bergunung-gunung dan dianugerahi curah hujan yang tinggi.
Pembangunan proyek yang diresmikan pada tahun 1986 ini, merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi tenaga air di Sungai Citarum yang letaknya di wilayah kabupaten Bandung, kurang lebih 60 km sebelah barat laut kota Bandung atau 100 km dari Jakarta melalui jalan Purwakarta.
Waduk Cirata dibagi menjadi 3 bagian yaitu zonasi, Kabupaten Bandung Barat, zonasi Kabupaten Cianjur, zonasi Purwakarta. PLTA Cirata merupakan Proyek Induk Pembangkit Hidro Jawa Barat(Pikitdro Jabar). Selama ini masyarakat sudah memanfaatkan waduk Cirata untuk sumber ekonomi, kedepanya danau ini akan menjadi educationol tourism.
Ketika ditanya soal KJA (Keramba jaring Apung), Wawan menjelaskan, ini pengalaman berharga untuk PLTA Pesangan. “Jangan sempat menimbulkan masalah, baru diadakan penertiban. Kami disini juga mendapatkan tantangan dalam KJA,” jelasnya.
Pemerintah sudah menetapkan KJA yang boleh beroperasi hanya 12.000 petak, namun jumlahnya sempat over mencapai 98.000 lebih, otomatis harus ditertibkan, karena mempengaruhi kondisi air. Untuk saat ini air di waduk Cirata masuk klas 4. Artinya layak untuk pertanian, bukan perikanan apalagi untuk diminum.
Awalnya pihak PLTA memberikan bantuan benih dan pakan melalui CSR dan diharapkan nelayan untuk tahap selanjutnya mampu menyediakan benih dan pakan sendiri untuk mengelola ikanya, sebut wawan.
Namun muncul persoalan dengan over KJA. Setiap panen ikan, ada 430 ton sisa pakan ikan yang tertimbun. Dampaknya sangat sangat tidak baik untuk penyelamatan danau dan sumber air. PLTA Pesangan harus memperhatikan persoalan ini jauh jauh hari, agar tidak menjadi masalah nantinya.
Bila semuanya sudah diluar batas ketentuan, tentunya membutuhkan biaya untuk penertibanya. Awal mulanya masyarakat menyatakan kesiapanya untuk membongkar, ketika dibutuhkan oleh pihak PLTA, namun kenyataanya harus dilakukan penertiban.
Ketika ditanya bagaimana dengan Danau Lut Tawar? Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar menyebutkan, selain dimanfaatkan untuk PLTA, air di danau sentra Aceh ini dipergunakan untuk air minum masyarakat perkotaan.
Mendapat jawaban Shabela Abubakar, Supervisor Pengamanan Aset & CSR, Waduk Cirata, Rizki Tri Pamungkas, berdetak kagum. “ Wow hebat air di Danau Lut tawar dijadikan sumber air minum, itu menandakan air di danau masih baik, masuk katagori klasifikasi 1. Kalau waduk Cirata masuk klasifikasi empat,” sebutnya.
Tanah dan Penyelamatan Waduk
Berbicara lahan untuk sebuah proyek besar bukan hanya membutuhkan biaya besar, namun membutuhkan kiat untuk menyelesaikanya. Masalah tanah adalah masalah yang rumit, sebut Rizki Tri Pamungkas, Supervisor Pengamanan Aset & CSR, menjawab Dialeksis.com.
“Persoalan tanah kerap menimbulkan masalah. Mungkin di Aceh bisa diterapkan persoalan ini, sebelum bermasalah, lebih baik ditertibkan,” sebut Rizki yang menamani Dialeksis saat meninjau power house bawah tanah Cirata.
Mengapa bisa menimbulkan masalah, tanya Dialeksis? “ Awalnya masyarakat membuat perjanjian, akan memanfaatkan lahan yang sudah menjadi milik PLTA. Apabila tanah tersebut nantinya dipakai pihak PLTA, mereka tidak meminta kompensasi apapun,” jelas Rizki.
Kenyataanya ketika diminta mundur, kerap bermasalah. Ada tanah itu yang justru sudah dibayar Pajak PBB oleh masyarakat. Mengapa bisa tanah negara dibayar rakyat PBBnya? Ada yang bertahan dengan beragam dalil, ahirnya harus dikeluarkan biaya untuk menertibkanya, sebutnya.
Ini pengalaman. PLTA Pesangan bila tidak mau bermasalah, jangan memberikan kelonggaran terhadap asset milik PLTA. Zona aman, zona merah harus benar benar diperhatikan, karena ketika bermasalah tentunya harus dilakukan penertiban. Sudah pasti membutuhkan biaya, waktu dan menyita tenaga serta pikiran, kata Rizki.
Soal memelihara waduk dan lahan, juga bukan merupakan pekerjaan gampang. Selaian harus memiliki SDM dalam memelihara, menjaga waduk dan lahan, serta melestarikan lahan, keterlibatan masyarakat turut menentukan kelangsungan dari waduk ini.
“ Ini memang bidang saya dalam menjaga waduk dan lahan. Merawat waduk tidaklah sama dengan memelihara lahan, namun ada hubungan,” sebut Arti Hapasari, Supervisor pemeliharan waduk dan lahan, ketika Dialeksis menanyakan persoalan ini.
“Alhamdulilah kita sudah punya ahli dalam perawatan waduk. Mereka tahu persis bagaimana perkembangan waduk, alat alat yang mereka pergunakan untuk senantiasa mengikuti perkembangan waduk, juga sudah mulai canggih,” sebut Arti.
Selain perawatan tehnis tentang waduk, serta sejumlah fasilitas lainya, pihak PLTA Cirata juga berkewajiban menjaga keseimbangan lingkungan, serta tetap melibatkan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas yang ada untuk sumber ekonomi.
Misalnya untuk membersihkan waduk dari gulma, ada alat khusus yang dipergunakan. Dimana gulma itu, seperti enceng gondok misalnya, akan bernilai ekonomi bagi masayarakat. Enceng gondok ini dimanfaatkan masyarakat untuk kerajinan yang difasilitasi pihak PJB. Dana CSR dimanfaatkan untuk mengolah gulma menjadi sumber ekonomi.
Demikian dengan lahanya lainya yang menjadi aset PLTA Cirata, bila boleh dimanfaatkan untuk ekonomi masyarakat pihak PLTA akan mempasilitasinya. Artinya pihak perusahaan melibatkan masyarakat disekitar proyek untuk memanfaatkan potensi yang ada.
Ketika meninjau gedung bersejerah (tower) di mana didalamnya selain menyimpan alat pedeteksi waduk, juga terpampang sejarah berdirinya proyek PLTA Cirata ini, Kajari Takengon, Nislianuddin, iseng iseng menanyakan “kalau bendungan ini jebol apa dampaknya”.
“Doakan jangan pak, makanya kami jaga dengan baik,” sebut staf PLTA. “ini kan seandainya,” timbale Nislianuddin. “ Wow jalan tol di Jakarta akan akan tersapu air setinggi 10 meter,” balas staf ini sambil berkelakar. “Wah gawat juga,” balas Kajari Takengon.
PLTA Cirata merupakan meganya listrik Indonesia. Kekuatanya mampu menerangi Jawa Madura dan Bali. Banyak ilmu yang dapat digali dari Cirata. Yubel Sitompul, Bidang Komunikasi PT PLN (Persero) UIP KITSUM, Sumatra Utara, kepada Dialeksis.com menyebutkan, pihaknya menginginkan agar PLTA Pesangan dapat mengikuti jejak gemilangnya PLTA Cirata, walau kafasitas yang dihasilkan berbeda.
“Kita harus mencontoh bagaimana PLTA Cirata mengelolanya dengan baik. Saya berharap pada tahun 2021, PLTA Pesangan sudah beroperasi. Ilmu yang didapat dari PLTA Cirata juga harus diterapkan di Takengon, saya yakin pihak PLTA mampu mewujudkanya,” sebut Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar menjawab Dialeksis.com saat perjalanan pulang dari waduk Cirata.
Benarkah pihak PLTA Pesangan akan menerapkan bagaimana mengelola listrik yang baik. Bukan hanya memanfaatkan air untuk menjadi arus listrik, namun memanfaatkan alam sekitar untuk kemakmuran, khususnya buat warga sekitar proyek. Kita lihat nanti, apakah tahun 2021 proyek ini sudah mengasilkan arus? (Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)