Oleh: Zefri Noci Vera, S.Sos, M.Ap*
Beberapa bulan terakhir, gerakan demi gerakan terus muncul menolak tanah muyang datu untuk di gadaikan. Kekuatan gerakan yang di bangun oleh sebagian besar kaula muda Tanoh Gayo itu terus berkembang sampai ke akar rumput. Gerakan dimulai dari gerakan penolakan tambang melalui Medsos sampai ke aksi aksi demo baik di daerah maupun di ibu kota provinsi.
Baru baru ini seorang putri dari dataran tinggi tanah gayo, seorang diri dengan berani menyuarakan aspirasinya di jantung ibukota provinsi Aceh. Dia membawa selembar kertas yang mengecam keberadaan tambang di Tanoh Reje Linge itu.
Hari ini Jum’at 30 Agustus 2019 gedung DPRK Aceh Tengah kembali di datangi masa, terhitung beberapa kali sudah masa aksi dari berbagai kalangan menyuarakan penolakan tambang di gedung perwakilan rakyat Aceh Tengah itu.
Aksi tunggal penolakan tambang saat pelantikan Anggota DPRK Aceh Tengah yang baru juga sempat menjadi buah bibir masyarakat Gayo.
Hal ini menjadi bukti nyata bahwa Gerakan Penolakan Tambang di Tanoh Gayo tidak lagi menjadi permasalahan satu sisi saja tapi sudah menjadi gerakan seluruh masyarakat Gayo.
Mohon maaf sebelumnya, terhadap para petinggi, cerdik pandai, cendikiawan, maha guru dan sesepuh juga para senior yang sangat paham tentang tambang ini. Tulisan ini merupakan kekesalan penulis terhadap kenyataan tidak di akomodirnya aspirasi masyarakat terkait tambang ini.
Sebelum hujan turun harus disiapkan payung, tidak ada asap apabila tidak ada api, tidak jauh beda dengan permasalahan yang ini. Apakah harus ada korban terlebih dahulu baru ada penanganan, atau disengaja memang sengaja dibiarkan.
Pemerintah harus menjadi terdepan bergerak untuk memberikan solusi, bagaimana permasalahan tambang ini akan diselesaikan diteruskan atau tidak.
Jangan gara gara permasalahan ini juga timbul perpecahan diantara masyarakat yang ada dataran tinggi tanah gayo ini, pendatang juga pribumi, dikarenakan beda pendapat, antara pro dan kontra, ujung ujungnya timbul permusuhan.
Masyarakat tidak tau apa apa, sudah banyak pengorbanan masyarakat selama ini, sebelum saja sudah berbeda pilihan, tapi ketika mendapatkan kedudukan malah masyarakat yang dikorbankan.
Kanapa penulis katakan dikorbankan, tidak di akomodirnya aspirasi masyarakat kebencian terhadap pemerintah akan memunculkan gerakan pengulingan kekuasaan.
Oleh sebab itu menyatukan visi dan misi Pemerintah dalam menyikapi hal ini adalah sesuatu yang penting untuk segera dilakukan.
Belum terlambat untuk itu semua berbenah, Masyarakat tanah gayo ini, ingin aman, damai, tenteram. Kita harus jaga persatuan antara satu dan yang lainnya, sama halnya seperti lambang negara kita “Bhineka Tunggal Ika”.
Karenanya, Pemerintah Aceh Tengah harus membuka mata, bangun dari tidurnya dan segera menyelesaikan permasalahan ini.
* Penulis merupakan pengamat sosial dan Politik, saat ini berdomisili di Bener Meriah.