Anda tinggal di Aceh harus pandai berbahasa Aceh. Apalagi Anda sebagai aparatur pemerintahan di kampung. Setiap hari Jumat, ada kewajiban menggunakan bahasa Aceh, bukan hanya dalam bertutur, namun surat resmi juga harus menggunakan bahasa Aceh.
Walikota Lhokseumawe sudah mewajibkan jajaran pemerintahan dalam wilayahnya, sudah memberlakukan aturan wajib berbicara dalam bahasa Aceh di kantor dan di lingkungan sekolah.
Bukan hanya sebatas berbahasa Aceh dalam bertutur keseharian, dalam surat menyurat di ruang lingkup Pemko Lhokseumawe juga sudah dimulai menggunakan bahasa Aceh. Camat Blang Mangat, sudah memulainya dengan mengirimkan surat berbahasa Aceh kepada para imum mukim dan keuchik.
Dalam suratnya resminya yang dibubuhi cap camat, Ridha Fahmi, Camat Blang Mangat, mengirimkan surat edaran berbahasa Aceh.
Nakeuh yang peureulee kamoe peu trang nibak ureung droe neuh, lagee asoe Surat Edaran Wali Kota Lhokseumawe. Neu tulong peugah cit bak mandum warga dalam Kecamatan Blang Mangat, bahwa surat nyan neupeujak buet tiep uroe Jumat dan tamulai phon nibak uroe Jumat tanggal 30 Agustus 2019.
Ridha Fahmi meminta kepada para imum mukim, geuchik dalam wilayahnya, untuk menyampaikan kepada seluruh warga dalam wilayahnya untuk memulai wajib berbahasa Aceh setiap hari jumat. 30 Agustus 2019, adalah awal dimulainya berbahasa Aceh dalam lingkungan pemerintahan.
Salah seorang camat di Kota Lhokseumawe sudah memulainya, dengan berkirim surat ke internal, menggunakan bahasa Aceh. Edaran walikota sudah disahuti. Surat berbahasa Aceh itu, nantinya akan menyebar di seluruh administrasi Lhokseumawe.
Sekdakota Lhokseumawe, Miswar Ibrahim memberikan penjelasan, hari pertama pemberlakukan berbahasa Aceh di lingkup Pemko Lhokseumawe sudah baik. Setiap apel pagi, para pimpinan apel di kalangan PNS juga sudah menggunakan bahasa Aceh.
Bagaimana dengan daerah lainya di Aceh? Apakah mereka juga akan menggunakan bahasa Aceh? Provinsi paling ujung barat Sumatra ini memiliki bahasa ibu yang beragam.
Selain bahasa Aceh yang dominan di negeri ini, ada juga bahasa Gayo, Jamee, Singkil, Kluet, Tamiang, Alas. Bahasa Devayan, Sigulai dan Lekon.
Bila kabupaten/kota juga menerapkan wajib dengan bertutur dan menulis surat dengan bahasa ibu penduduk setempat, Aceh akan hidup kembali bahasa yang beragam, diinternal pemerintahan. Walau harinya dikhususkan.
Aceh memiliki beragam budaya dan bahasa. Bahasa ibu dan budaya penduduk Aceh ini, berbeda satu dengan lainya. Bukan hanya segi dialek, namun artikulasinya sangat berbeda diterima indra pendengaran.
Demikian dengan budayanya, antara kawasan pegunungan dan pesisir, kaya akan keragaman. Di kawasan pesisir Aceh juga berbeda antara satu wilayah dengan daerah lainya.
Lhokseumawe sudah mulai menerapkan wajib berbahasa Aceh setiap hari jumat. Surat edaran Walikota di sana sudah disahuti. Bagaimana dengan daerah lainya di Aceh yang kaya akan keragaman bahasa dan budaya?
Apakah para bupati/walikota di Aceh ini juga akan menerapkan aturan wajib berbahasa dan bertulis surat dengan menggunakan bahasa lokal, bahasa daerah mereka? Sehingga keberagaman Aceh akan semakin dinamis dalam menggalang bingkai kesatuan di Aceh. ( Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)