Kaimah Rasanate berusaha untuk kuat. Janda beranak tiga ini melawan air matanya yang akan keluar, ketika melihat anaknya. Satu menderita sakit jantung berumur 11 tahun. Adiknya yang baru berumur 8 tahun mengalami cacad mental (autis).
Suaminya telah meninggal tahun 2014 di Tangerang. Janda ini ahirnya kembali kekampung halamanya di Kenawat, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah. Mereka tinggal di rumah sewa. Pekerjaan serabutan, untuk makan saja ada kalanya harus “gantung” periuk.
Soal penyakit dan pendidikan dua anaknya dia serahkan kepada Tuhan, alam yang akan menempanya. Jangankan untun memikirkan biaya pengobatan dan pendidikan anaknya, untuk makan saja sulit.
Kaimah Rasanate, 51, tidak mampu membendung air matanya ketika manusia ihlas yang tergabung dalam Pong Jemen 89 menjenguknya. Apalagi ketika didengar Pong Jemen 89 ini akan membangun rumahnya.
Pong Jemen bukanlah organisasi kemanusian kumpulan manusia yang kaya. Namun mereka memiliki nurani untuk membantu sesama, mengumpulkan uang mereka untuk meringankan beban orang lain yang sangat membutuhkan.
Di tahun 2019 ini, sudah dua rumah janda miskin yang dibangun kumpulan Pong Jemen 89 (sahabat lama 89). Awal mulanya pilihan Pong Jemen 89 membangun rumah Kaimah, ketika ketua pong jemen, Alfian Enka mengadakan perjalan ke Meulaboh.
Dalam mobil yang ditumpanginya dia bercerita dengan seorang ibu. Ahirnya tersebutlah nama Kaimah, warga Kenawat. Usai dari Meulaboh, Alfian menelusuri informasi yang didapatnya. Ketika dia mengetahui semua cerita itu benar, ada tetesan air mata dipelupuk indra penglihatanya.
“Kami kembali berkumpul dengan Pong Jemen 89, untuk menyumbangkan hartanya guna membantu janda beranak tiga ini, dimana dua anaknya sedang sakit. Semua kami sepakat harus dibantu,” sebut Alfian.
Ketika bercerita dengan Dialeksis, Sabtu (26/10/2019) sambil memperlihatkan foto awal rumah sewa janda ini dan rumah yang telah dibangun, mata Alfian terlihat berkaca kaca. Mata tulus itu penulis perhatikan.
Kaimah sebelumnya mengarungi hidup bersama almarhum suaminya di Tangerang. Anaknya tiga, si sulung, Qadar Mafudi,24, kini menjadi tulang punggung keluarga. Si sulung, setahun setelah ayahnya meninggal, dia kembali ke kampung halaman ibunya di Kenawat.
Pamanya menyerahkan kepadanya tanah seluas setengah hektar (tamas mude). Semak belukar ini yang diolah Qadar untuk kebun kopi. Dua tahun dia menyawa rumah, sambil menghempaskan tubuh dengan tanah, demi mendapatkan belanja menjemput ibu dan adik adiknya di Tangerang.
Tahun 2017 si sulung yang memiliki mental pejuang ini ahirnya menjemput ibu dan adiknya untuk pulang ke tanah leluhur. Mereka menyawa rumah, sambil bekerja serabutan. Apalagi adik Qadar, yang masih berumur 11 tahun (Ahmad Nurkarim), menderita sakit jantung. Si bungsu, Mahreta Rita Kautsari,8, mengalami autis.
Seperti lengkap cobaan Kaimah. Dua anaknya harus mendapat perhatian ekstra, dia bersama anak sulungnya harus “tahan” menderita demi menghidupi keluarga.
Ketika Pong Jemen 89 akan membangun rumahnya, Kaimah memiliki tanah warisan ukuran 9 kali 15 meter. Di tanah warisan itulah rumah 63 meter bujur sangkar itu dibangun.
“Pong Jemen juga meminta bantuan hamba Allah yang ihlas mau membantu untuk janda miskin ini. Ahirnya rumah senilai Rp 54.710,000 itu mampu diselesaikan. Awal pembangunanya dilakukan April lalu dan pada 24 Oktober 2019, rumah itu diserahkan kepada Kaimah,” sebut Ida Ilyas, bendahara Pong Jemen 89 ini.
Sebelumnya pada bulan Maret 2019, Pong Jemen 89 ini juga sudah membangun sebuah rumah untuk Janda miskin. Rumah yang mereka bangun menjadi milik Sumarni, penduduk Kampung Terang Ulen, Pegasing, Aceh Tengah. (Baca: Pong Jemen 89 “sapu” Air Mata Janda Beranak Dua)
Rumah para janda yang dibangun oleh komunitas pelajar SMA angkatan 89 di Takengon ini, merupakan rumah layak huni. Bangunanya juga bagus dan berkualitas. Bisa dijadikan tempat berteduh dalam waktu yang lama.
“Kami juga berterima kasih kepada hamba Allah yang juga memberikan infaq untuk pembangunan rumah janda miskin ini. Demikian dengan Pong Jemen 89 yang menginfaqkan hartanya, demi membantu sesama, kepada Allah semuanya kami serahkan agar mendapat balasan kelak,” sebut Alfian.
Dua janda miskin yang “tak” memiliki kekuatan untuk bangkit, sudah dipapah Pong Jemen 89 untuk bangkit. Mereka berbagi air mata dalam menghapus duka. Menyisakan sebagian hartanya untuk mereka yang sangat membutuhkan.
Masih banyak janda miskin dan mereka yang fakir di negeri ini, sangat membutuhkan perhatian serius pihak lain. Bila mereka tidak dibantu, sulit bagi mereka untuk bangkit. Siapa lagi yang akan tersentuh hatinya untuk membantu mereka yang membutuhkan? (Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)