Oleh: DR. Marah Halim, S.Ag. M.Ag. MH
Mungkin di tengah pandemi seperti saat ini kita malas untuk diusik oleh isu-isu lain, tetapi isu narkoba sepertinya tidak mengenal kata pandemi, buktinya berita TV tidak pernah sepi dengan masalah ini. Dua tahun yang lalu, seorang kerabat dari Takengon mampir ke rumah penulis di Banda Aceh, katanya menjenguk anaknya; penulis pikir sedang kuliah, rupanya sedang dan telah direhab di pusat rehabilitasi narkoba di RSUZA. Sang anak masih usia sekolahan.
Ini menyangkut eksistensi sebuah masyarakat (termasuk Gayo), bangsa dan negara yang sangat bergantung pada kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya. Sejumlah bangsa dan negara yang tidak memiliki sumber daya alam (SDA) yang cukup tetapi memiliki SDM yang andal justru menjadi pemain yang menentukan dalam percaturan sosial global; sebutlah Singapura, Jepang, Korea, atau bahkan Israel. Aset dan modal utama negara-negara ini adalah manusianya. Tentu manusia yang menjadi aset itu adalah manusia yang sehat jasmani dan ruhaninya.
Negara dengan SDM yang handal adalah indikasi dari karakter kuat masyarakatnya sendiri, masyarakat itulah faktor penentu kemajuan atau kemunduran suatu negara. Negara hanyalah lembaga mati yang eksistensinya ditentukan oleh manusianya yang bekerjasama (masyarakat). Negara maju seperti Jepang dan Korea berarti SDM-nya sehat secara fisik dan mental. Sehat fisik artinya memiliki tubuh yang kuat dan tidak rentan penyakit, sedangkan sehat mental adalah bersikap dan berprilaku yang positif dan produktif serta menghindari sikap dan prilaku yang merusak diri dan lingkungannya.
SDM yang sehat jasmani (fisik) dan ruhani (mental) yang menjadi mesin sosial dalam suatu negara bukanlah muncul tiba-tiba, tetapi melalui upaya sistematis terencana dan maksimal. Ibarat padi, tidak akan mungkin tumbuh dengan baik jika tidak ditanam di tempat yang layak, diberi zat hara yang cukupagar tumbuh subur, dan dilindungi dari berbagai penyakit dan perusak agar selamat. Begitu pula halnya dengan SDM, perlu lingkungan yang sehat untuk tumbuh dengan baik, dipupuk dengan pengetahuan dan pengalaman yang baik, dan dilindungi dari pengaruh luar yang berpotensi merusak fisik dan mentalnya.
Sabotase SDM
Upaya bangsa Indonesia untuk menegakkan eksistensinya dalam pergaulan dunia kini disabotase oleh perusak SDM. Salah satunya adalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Penyalahgunaan narkoba kini telah menjadi momok yang paling mengkhawatirkan di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berkembang seperti di kawasan Asia Tenggara. Bagaimana tidak, sasaran perusakannya adalah SDM secara langsung. Sekali terjerat narkoba, maka potensi kemanusiaan seseorang dipastikan akan sulit berkembang; jangankan untuk orang lain, mengurus dirinya pun tidak bisa diandalkan lagi.
Gawatnya, peredaran ilegal narkoba kini semakin sulit dikendalikan.Aparatur penegak hukum tidak sanggup lagi memberantas peredaran ilegal barang ini. Keberhasilan aparat menggagalkan penyeludupan atau menangkap pelaku diyakini hanya sebagian kecil dari peta peredaran ilegal yang sesungguhnya. Berbagainya bentuk barang haram itu adalah faktor lain yang menyulitkan pengendaliannya. Tidak perlu membandingkan dengannegara lain seperti Filipina, di negara kita pun penggunaan narkoba telah menembus batas-batas strata sosial dan strata umur; anak sekolah, mahasiswa, pejabat dan pegawai pemerintah, hakim, polisi, jaksa, pilot, anggota DPR, dan seabrek profesi lainnya. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah para ibu rumah tangga.
Ancaman kehancuran generasi bangsa akibat penggunaan obat terlarang ini bukan hanya ditakuti oleh negara berkembang seperti negara kita, tetapi juga oleh negara-negara maju yang liberal dan sekuler yang nilai-nilai spiritualnya lemah. Bahkan kini kehancuran bangsa-bangsa maju seperti Amerika, Inggris, dan negara-negara maju lainnya, diprediksi bukan lagi karena kelemahan ekonomi, tetapi karena kebobrokan moral SDM-nya. Mereka hidup dalam budaya hedonisme; pergaulan bebas, narkoba, makanan, hiburan, vandalisme, dan sebagainya.
Lee Kuan Yew, mantan perdana menteri Singapura, dalam majalah Reader’s Digest dalam satu edisi di tahun 2010 yang lalu mengatakan bahwa generasi Inggris saat ini adalah generasi yang lemah karena tumbuh dalam budaya hedonisme generasi mudanya. Dulu ketika ia bersekolah di Inggris, di setiap halte tersedia majalah dan koran yang siap untuk dibaca sembari menunggu bus, kini pemandangan itu tidak ada lagi. Banyak fasilitas umum yang rusak oleh vandalisme.
Jika negara maju saja takut bukan kepalang dengan bahaya narkoba, seharusnya Indonesia sebagai negara berkembang maju harus lebih takut lagi. Sebagai negara kepulauan, menurut hasil liputan majalah Forum Keadilan, Indonesia adalah surga bagi pengedar narkoba. Bentuknya yang terdiri dari kepulauan memudahkan para gembong narkoba memasukkan barang haram itu dari segala penjuru. Aparatur dan sistem penegakan hukum kita yang lemah betul-betul menjadi sasaran yang sangat empuk. Wilayah yang luas memungkinkan narkoba keluar masuk dengan bebas setiap waktu, maka tak salah jika Roy Marten mengaku untuk mendapatkan narkoba sama mudahnya dengan membeli sebungkus rokok kretek.
Bahaya Laten Narkoba
Dalam sebuah film dokumenter yang ditayangkan Metro TV yang berjudul “the died drugs”, berlatar belakang pengguna narkoba di Amerika, ditampilkan kehidupan para pengguna narkoba dari lintas kelamin dan lintas usia. Seorang wanita pengguna mengaku sudah mengkonsumsi narkoba sejak umur sangat belia, 13 tahun. Pengguna lainnya, seorang pemuda, yang sebelum menjadi pengguna adalah seorang atlit softball yang berprestasi, terpaksa mengubur cita-citanya menjadi atlit profesional gara-gara kecanduan narkoba.
Pengulas film tersebut juga menampilkan sejumlah tayangan asli bagaimana kondisi pengguna narkoba ketika sedang sakau, keadaan mereka di sejumlah klinik rehabilitasi, serta keterangan para dokter tentang efek langsung dan efek samping dari mengkonsumsi narkoba. Menurut penelitian dan tampaknya kevalidannya dapat dilihat secara empiris, pengguna narkoba akan mengalami perubahan fisik yang sangat drastis, mereka tampak lebih tua dari semestinya. Organ-organ tubuh mereka mengalami penurunan fungsi secara drastis dan itu dapat diamati secara langsung. Sangat mudah mengenali pengguna narkoba. Lihat saja wajah salah seorang rocker lawas tahun 1990-an yang tampak seperti mayat berjalan.
Salah satu jenis narkoba yang dikupas secara panjang lebar dalam film dokumenter tersebut adalah narkoba jenis methamphetamine. Melaui penelitian dan pengakuan para pengguna narkoba, jenis narkoba ini diklaim sebagai jenis narkoba yang paling tinggi daya fly-nya adalah jenis ini. Di kalangan user-nya lebih dikenal dengan sebutan meth saja. Dikatakan daya kerja meth yang bentuknya seperti kristal halus ini bisa sampai 12 jam. Bandingkan dengan heroin yang hanya 2 atau tiga jam saja. Bahayanya, dengan daya fly yang tinggi tersebut, ternyata meth bisa diolah dari obat-obatan tertentu yang dijual secara murah meriah di apotek. Bisa dibeli tanpa resep dokter.
Di bawah Methamphetamine yang dianggap paling memabukkan, menurut liputan Forum Keadilan Nomor 31, 09 Desember 2007, masih ada jenis-jenis narkoba yang yang kadar fly-nya sedikit di bawah Methamphetamine ini, seperti Amfethamine, Cocaine, Getah Cannabis, Heroin, Methagualone, dan sebagainya. Khusus di Asia Tenggara, maka narkoba kelas berat yang paling banyak beredar adalah cocaine dan heroin, tetapi bukan berarti jenis lain sedikit peredarannya.
Bahaya sesungguhnya dari narkoban adalah efek dominonya, sekali menggunakan narkoba maka ia bagai mangnit akan tersu menarik, sehingga sulit sekali melepaskan diri. Maradona sudah tak terhitung lagi keluar masuk panti rehabilitasi di berbagai negara. Roy Roy Marten yang katanya sudah tobat ternyata tertangkap lagi, juga para pemakailainnya. Kurang lebih sama mungkindenganorang yang merokok, berulang kali bertekad untuk tidak merokok lagi ternyata tidak bisa menghentikannya sama sekali.
Syari’at Mencegah Narkoba
Apakah syari’at Islam dapat berperan dalam menanggulangi penyebaran dan penggunaan narkoba di Aceh? Secara doktrin, Islam sejak awal sudah menyatakan perang dengan narkoba (khamar). Dalam pelaksanaan syari’at Islam melalui Qanun Jinayat telah diatur bahwa mengkonsumsi, mendistribusikan, dan menjual khamar adalah perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman yang berat. Penerapan qanun ini menghambat aktivitas terlarang secara syari’at di tempat-tempat hiburan dan tempat wisata. Narkoba paling mudah beredar di tempat hura-hura seperti pub, bar, kafe, salon, dan sebagainya, karena pengunjung memang berniat rileks dan mencari kesenangan.
Selama pelaksanaan syari’at Islam, para pengelola tempat hiburan dan jasa terkait lainnya jauh lebih hati-hati dalam menawarkan paket kegiatannya. Kalaupun masih ada pelanggaran qanun syari’at dan narkoba, jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang tidak melaksanakan syari’at Islam. Ini merupakan salah satu berkah dan hikmah dari pelaksanaan syari’at Islam; persis pendekatan pendidikan klasik, menggantung bilah rotan di dinding sebagai ”ancaman” bagi siapapun yang lancung berbuat jahat dan tidak patuh pada aturan.
*Widyaiswara BPSDM Provinsi Aceh