Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Dr. Darul Aman, M. Pd*

Menganalisis kurikulum dalam arti pengembangan merupakan pendekatan tradisional dan paling umum. Ide ini adalah menggambarkan bagaimana kurikulum disusun atau direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi, serta siapa saja, apa proses dan apa prosedur dalam menyusun kurikulum tersebut. Pengembangan ini biasanya menguji kelogisan langkah demi langkah yang dilaksanakan berdasarkan pada pendekatan tingkah laku dan managerial terhadap kurikulum serta beraakar pada prinsip ilmiah pendidikan.

Dengan kata lain prinsip-prinsipnya bisa digeneralisasi. Banyak teks kurikulum sekarang mengunakan istilah pengembangan dan perencanaan pada judul-judul mereka yang merefleksikan pemikiran ini. Contohnya:

  • Saylor dkk mengemukakan 4 langkah model perencanaan yang berisi (1) tujuan, (2) rancangan kurikulum,(3) pelaksanaan kurikulum dan (4) evaluasi kurikulum. Model perencanaan kurikulum dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan 3 sumber sosial kurikulum (masyarakat, pelajar, dan pengetahuan).
  • Unruh dan Unruh mengemukakan 5 langkah pengembangan kurikulum, yaitu (1) tujuan dan sasaran, (2) penilaian kebutuhan, (3) isi, (4) pelaksanaan, (5) evaluasi.
  • Francis Hunkins mengemukakan model dengan 7 langkah, yaitu 1) konseptualisasi kurikulum dan pengesahan, (2) diagnosis kurikulum, (3) pemilihan isi, (4) pemilihan pengalaman, (5) pelaksanaan kurikulum, (6) evaluasi kurikulum, (7) pemeliharaan/pembinaan kurikulum.
  • Model pengembangan kurikulum yang lebih kompleks tetapi cocok untuk siswa bidang kurikulum di pasca sarjana. Semua model ini berusaha menunjukkan hubungan kurikulum dengan pengambilan keputusan, aktivitas dan proses. Model ini memberi kita suatu pedoman dan struktur untuk memperjelas pemikiran kita. Model-model ini cenderung diilustrasikan secara grafik atau faktorial dan dalam istilah input, transformasi, dan output, disajikan secara berurutan dan rasional kurikulum dipandang sebagai total sistem dan semua bagian yang ada dalam model disusun sebagai sub sistem. Model pengembangan ini juga bersifat teoritis dan ilmiah dan dirancang untuk meningkatkan pemahaman tentang fakta-fakta yang ada dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari,korelasi dan saling terkait antara teoritis dengan praktik dari kurikulum itu sendiri.
  • Terakhir model yang disusun dalam pengertian teknis, dengan asumsi bahwa seseorang harus banyak mengetahui tentang bidang kurikulum untuk bisa benar-benar menghargai dan memahaminya secara penuh sehingga mampu menggerakkan sendi-sendi dalam aktivitas kehidupan.

Banyak penulis buku teks kurikulum menggambarkan model pengembangan. Tetapi para ahli kurikulum istilah pengembangan sebagai judul buku teks mereka tanpa mengembangkan model mereka sendiri atau memberi banyak perhatian pada model orang lain. Tetapi melakukan pengembangan bukan berarti tanpa kesukaran. Dengan berlandaskan pada model-model pengembangan mereka seputar pengertian teknis dan ilmiah para penulis cenderung melupakan aspek humanis dari belajar dan pembelajaran. Dengan memformulasikan langkah konkrit, preskriptif dan terukur, mereka cenderung mengabaikan proses yang tidak terukur, yang tidak konsisten atau tidak aplikabel bagi pelaksanaan pengawasan. Apa yang kadang-kadang mereka abaikan adalah sikap personal, emosi, perasaan, yang terkait dengan belajar mengajar, dan nilai serta keyakinan yang terlibat dalam pembuatan kurikulum.

Dengan mengadopsi model pengembangan, ahli kurikulum cenderung membatasi pilihan dan fleksibelitas dalam urutan langkah-langkah pengembangan kurikulum mulai dari tujuan dan sasaran sampai pada evaluasi tugas-tugas belajar dan hasil (outcomes).Mereka kadang-kadang lupa bahwa jalur pengembangan kurikulum menyebar yang membenarkan/memungkinkan realita, politik dan sosial, pertimbangan-pertimbangan kualitatif yang perlu dikenal melalui pengajaran yang efektif, dan mengizinkan untuk memilih metode mengajar dan aktivitas belajar, dan kemungkinan bahwa satu jenis kurikulum mungkin lebih baik dan berhasil untuk sekolah tertentu dari pada sekolah lain. Tetapi mengadopsi satu atau lebih model pengembagan ini tidak mencegah seseorang untuk berhati-hati pada perangkap atau kesukaran tersebut. Beberapa pengusul model mengemukakan bahwa dengan cara sistem melapis mereka bisa mempertimbangkan siswa-siswa dalam keseluruhan kekompleksitas mereka dan mengelola dinamika serta keputusan tentang aktivitas kurikulum. Lebih lanjut mereka mengemukakan bahwa model mereka mempertimbangkan banyak variabel dan mengizinkan untuk memilih.

Berdasarkan kajian di atas, bagi para pendidik (guru plus dosen) perlu memperhatikan konsep-konsep pengembangan materi ajar secara konkrit dan berkontribusi terhadap aktivitas sehari-hari. Adapun konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Persiapan Rencana Pelajaran yang matang dalam pemberian materi ajar.
  2. Tujuan materi ajar yang tepat untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa.
  3. Bentuk penerapan yang akurat sehingga mampu mengembangkan potensi siswa kedalam dunia kerja dan menghasilkan.
  4. Memberikan penilaian yang inovatif sesuai dengan perkembangan waktu.
  5. Mempersiapkan wadah pekerjaan sebagai tempat melangsungkan penguasaan keterampilan yang telah diperoleh.
  6. Memperkaya strategi dalam proses pembelajaran dengan tujuaan mempermudah anak didik mengikuti pelajaran, dan
  7. Selalu merasa optimis terhadap kemampuan anak didik.

*Dosen STAI Gajah Putih Takengon-Aceh Tengah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Betul oya bang:

    Kemarin anak saya memulai hari pertama sekolahnya. Di salah satu sekolah yang kami pilih setelah melalui berbagai seleksi yang kami lakukan terhadap banyak sekolah lain.

    Salah satu dari buku yang diberikan kepada anak saya itu adalah Buku IPS untuk Kelas I SD yang diterbitkan oleh penerbit Yudhistira. Dengan Tim Penyusun Dra. Indrastuti, Dr. Sutisnan Rochadi dan Dwi Suyanti, S.Pd. Yang ditulis dengan standar ISI 2006.

    Buku ini, alih-alih menginspirasi anak dan mengembangkan rasa ingin tahu anak, malah mematikan kreatifitas anak dengan doktrin yang membatasi imajinasi anak sebatas apa yang sudah digariskan secara tidak cerdas oleh para penyusun yang berpredikat sarjana ini.

    Contoh pembatasan dengan doktrin tidak cerdas ini bisa kita lembar evaluasi di halaman 22 dalam buku ini.

    Di lembar evaluasi ini, para penyusun meminta anak memilih jawaban paling tepat terhadap pertanyaan seperti ini;.

    Pengalaman berbelanja biasa dilakukan bersama…..

    a. adik
    b. kakek
    c. ibu

    Melihat pasar malam merupakan pengalaman yang….

    a. menyenangkan
    b. menyedihkan
    c. menakutkan

    Saya benar tidak paham apa yang ada dalam pikiran para penyusun buku bergelar sarjana ini saat membuat pertanyaan evaluasi semacam ini kepada anak SD kelas I yang imajinasinya masih sangat luas. Saya sulit menemukan point apa yang diharapkan oleh para sarjana ini dari anak-anak yang masih polos ini dengan menjawab pertanyaan seperti yang mereka susun ini.

    Sebagai orang dewasa, kita dengan mudah bisa melihat adanya bias gender dalam pertanyaan evaluasi ini.

    Tapi karena anak kelas I SD jelas belum memiliki kapasitas untuk punya sikap kritis seperti itu. Jelas kalau kita sebagai orang tua tidak mendampingi mereka akan menelan mentah-mentah doktrin ini. Dan karena di sekolah anak-anak itu dipacu untuk menjadi juara, anak-anak itu akan tanpa saringan menjawab B untuk mendapatkan nilai yang baik demi prestasi sekolahnya. Dan sikap bias gender yang ditanamkan oleh para sarjana pendidikan penyusun buku ini pun mulai masuk ke dalam kesadaran anak-anak yang masih lugu ini.

    Apakah ini point yang diharapkan oleh para sarjana pendidikan penyusun buku ini?

    1. Ok, saya akan bicarakan dengan tenaga pendidik lainnya untuk memperkuat strategi pembelajaran yang aktif, kratif dan menyenangkan siswa agar tidak terkungkung dalam fikiran yang sempit. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas saran kritik yang telah dikirimkan.

      Wassalam.