Takengon| Lintasgayo.com– Bupati Aceh Tengah telah mengeluarkan surat perintah untuk melakukan pembongkaran pukat dorong dan padang yang bertaburan di Danau Lut Tawar. Namun pelaksanaan pembongkaran itu ditunda.
Bupati Aceh Tengah dalam menertibkan danau berpedoman pada Perda nomor 5 tahun 1999 dan Perbup nomor 19 tahun 2021. Namun pada saat akan ditertibkan Bupati Aceh Tengah mempertimbangkan hari Sabtu dan Minggu banyak pengunjung ke danau, sehingga ketika dilakukan pembongkaran akan mengangu kenyamanan pengunjung.
Untuk sementara bupati menunda pembongkaran ratusan pukat dan penyangkulen di danau. Saat penundaan itu, komisi B DPRK Aceh Tengah menggelar pertemuan dengan berbagai pihak untuk mencari solusi, agar nelayan di seputaran danau dapat tetap beraktivitas untuk menghidupi keluarga.
Dalam pertemuan dengan komisi B DPRK Aceh Tengah, Kamis (3/2/2022) pagi hingga sore di gedung DPRK Aceh Tengah, bukan hanya dibahas persoalan pukat (kini namanya diganti dengan penyangkulen dedem dan penyangkulen depik), juga dibahas persoalan lainya tentang listrik dan upaya penyelamatan danau.
Dialeksis.com yang mengikuti pertemuan ini menyaksikan bagaimana pimpinan pertemuan komisi B, Sukurdi Iska mengiring rapat, agar pembongkaran penyangkulen di danau ini tidak dilakukan. Namun, ada kesepakatan antara nelayan dan pihak eksekutif, sehingga penyangkulen itu tetap beroperasi.
“Bila jaring penyangkulen depik ukuranya terlalu kecil, sehingga anak ikan juga ikut terangkat, itu yang perlu ditertibkan. Karena penyangkulen dari dulu sudah ada di danau,” sebut Sukurdi.
Demikian dengan Muzakir, anggota Komisi B DPRK Aceh Tengah juga meminta pihak eksekutif untuk memberikan pemahaman kepada nelayan, agar mereka dalam melakukan akvitas di danau demi menghidupi keluarga, namun juga mampu menjaga lingkungan menyelamatkan danau.
Dalam pertemuan yang dihadiri para perwakilan nelayan dari seluruh kecamatan di seputaran danau, kepala Dinas Perikanan, Kadis Satpol PP dan kepala PLN Takengon, serta pihak terkait, disimpulkan semua pihak yang terkait dalam masalah ini untuk duduk bersama, membahas solusi terbaik.
“Nelayan dapat beraktivitas untuk menghidupi keluarganya, sementara danau dan ekosistemnya juga terjaga. Karena semuanya sudah sepekat untuk menyelamatkan danau milik bersama,” sebut Sukurdi Iska, anggota dewan dari Demokrat ini.
Dalam pertemuan itu perwakilan para nelayan mengakui pihaknya sudah salah, sudah melanggar Perda tentang penyelamatan Danau Lut tawar. Namun mereka memohon kepada pihak legeslatif untuk menjembatani agar mereka tetap bisa beraktivitas demi menghidupi keluarga.
Karena disana sumber hidup mereka. Bagaimana kesepakatan, apa nanti aturan yang akan diterapkan, pihak nelayan akan mematuhinya asalkan mereka tetap dapat berusaha di danau.
Perwakilan para nelayan; Win Rahman dari Toweren, Tarmizi dari Rawe, Aramiko Jaman dari Gunung Suku, meminta ada kebijakan dari pihak eksekutif dan legeslatif untuk memberikan kesempatan kepada para nelayan menghidupi diri dari danau dan para nelayan akan mengikuti aturan yang ditetapkan.
Dalam pertemuan itu, Irwan kadis Perikanan bersama stafnya menjelaskan sebenarnya aturan dan kesepakatan tentang penertiban di danau sudah dilakukan pihaknya. Bahkan kepada nelayan sudah diberikan pengertian untuk mengikuti ketentuan. Namun kesepakatan itu masih dilanggar oleh para nelayan.
Demikian dengan Arisa Putra, Kepala Satpol PP Aceh Tengah, pihaknya sudah mendapatkan tugas untuk menertibkan penyangkulen depik dan penyangkulen dedem, sesuai dengan amanat Perda nomor 5 tahun 1999 dan Perbup nomor 19 tahun 2021.
Pihaknya akan disalahkan kalau tidak mampu menjalankan amanah untuk menertibkan Perda dan Perbup. Namun apapun nanti keputusanya, hasil pertemuan dengan komisi B bersama nelayan ini akan disampaikan kepada Bupati Aceh Tengah.
Bagaimana kelanjutan dari hasil pertemuan dengan komisi B DPRK Aceh Tengah ini, hingga berita ini diturunkan belum ada keputusan yang pasti. Pihak DPRK yang menggelar pertemuan ini sudah menyerahkan kepada pihak eksekutif untuk duduk bermusyawarah bersama perwakilan nelayan.
Dalam pertemuan dengan komisi B DPRK Aceh Tengah ini selain dibahas masalah penyangkulen depik dan penyangkulen dedem, juga dipersoalkan kabel-kabel listrik yang semraut, bersileweren di Danau Lut Tawar.
Ratusan meteren listrik ini dipergunakan oleh nelayan penyangkulen depik untuk menarik ikan masuk dalam jaring. Dari pengakuan nelayan penyangkulen dedem, pihaknya tidak mempergunakan penerangan listrik untuk menangkap ikan.
Kabel kabel listrik dari meteren yang ditarik ke danau, ke tempat penyangkulen depik , semraut tidak beraturan, bahkan banyak yang terendam dalam air.
Kekhawatiran masyarakat soal kabel-kabel listrik ini sudah sering disuarakan di media, bahkan Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar ketika ditanya Dialeksis.com soal ini, justru kembali mempertanyakan, kenapa pihak PLN membiarkan keadaan lapangan seperti itu.
Nelayan penyangkulen depik dalam pertemuan di gedung DPRK dengan komisi B, juga sempat mempersoalkan persoalan listrik yang sumber arus listriknya dari pihak PLN. (Dialeksis.com)
Comments are closed.