Pengaruh Model Hubungan Interpersonal dari Rogers Terhadap Perancangan Kurikulum Pendidikan

Dr. Darul Aman, M. Pd*

Segala sesuatu sering mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada mencapai delapan puluh derajat bahkan ada yang mencapai seratus lima puluh derajat. Artinya, perubahan bisa dalam bentuk sedang dan perubahan secara total. Pada dasarnya, pendidikan mengikuti perkembangan zaman sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan (Sulastri, 2007).

Berkaitan dengan judul di atas, maka model ini berazas pada kebutuhan untuk menciptakan serta memelihara suasana yang baik terhadap perubahan. Perubahan akan memberikan nuansa baru dalam perilaku kehidupan manusia. Dalam hal ini adalah pendidikan yang senantiasa berinovasi terhadap kebutuhan manusia itu sendiri, situasi sosial yang mendukung kearah perubahan, keterpaksaan harus dirasakan oleh setiap individu dan sudah barang tentu perubahan tersebut berkontribusi bagi penemrimanya Muhammad Adri, 2008.   Sesuatu yang diperlukan untuk menghasilkan sistem pendidikan ialah ”suasana yang sesuai dengan pertumbuhan, sehingga inovasi bukan merupakan sesuatu yang ditakuti, melainkan kemampuan kreatif pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik dipupuk bukan dihalangi”. Tidak heran bahwa kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan bagi perkembangan manusia, di berbagai negara maju (misalnya: Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Francis, dll) jauh lebih maju dari pada negara-negara yang ada di Asia dan Afrika karena mereka mampu dan berani berhadapan dengan perubahan Hurmaini, 2009.  Cepat atau lambat, bahwa perubahan seperti ini bisa dilakukan dalam bentuk pendidikan, tanpa perubahan berarti bentuk pendidikan kita masih bersifat capsulisasi. Oleh sebab itu, pendidikan masa kini baik berada di daerah terpencil maupun di perkotaan harus mampu merubah diri menjadi bentuk yang modern dan inovatif terhadap proses pembelajaran.

Dalam melaksanakan model interpersonal dari Rogers digunakan pengalaman kelompok yang intensif untuk menghasilkan sesuatu yang berhubungan dengan berbagai keterampilan serta pengalaman yang mendasar dalam bidang pendidikan. Tenaga pendidik yang berpengalaman dan berpengetahuan luas dengan keterampilan kerja yang berkualitas dipastikan  mampu memberikan warna baru yang lebih menarik dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah sehingga sangat memungkinan memperoleh kemudahan dan kenyaman yang dirasakan oleh siswa. Hal inilah yang biasanya dituntut oleh siswa dan masyarakat pengguna jasa pendidikan untuk agar perubahan dalam kehidupannya terasa berubah menjadi baik. Sedikitnya ada tiga langkah yang harus dilakukan untuk menjalin hubungan interpersonal dalam pengembangan kurikulum model Rogers,  Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, memilih sistem target pendidikan, kriteria untuk memilih ini hanyalah satu atau lebih dari setiap individu yang berada dalam suatu pimpinan. Keuntungan dari kelompok intensif ini ialah: 1) setiap anggota dapat meneliti apa yang diyakininya berkenaan dengan pokok bahasa yang sedang dilakukan oleh pendidik; 2) menemukan ide-ide yang inovatif dengan lebih mudah dan kurang beresiko dalam penerapannya karena pada umumnya peserta didik lebih cendrung kepada hal-hal yang baru; 3) kurang memperhatikan berbagai aturan yang birokratis, proses pembelajaran terkait dengan konten sebaiknya tidak terlalu prosudural; 4) berkomunikasi secara jelas, realistis dan terbuka atau transfaransi; 5) lebih menghargai orang secara demokratis karena manusia adalah pemilik Hak dan Martabat Manusia (HMM-Prayitno, 2009); 6) secara terbuka mengadakan perbandingan antara dirinya dengan orang lain; 7) mampu menerima umpan balik yang positif maupun negatif, dan mempergunakannnya secara konstruktif.

Kedua, ialah kelompok intensif diantara para guru. Prinsipnya sama dengan model administrator, dimana pengalamannya lebih lama dan tepat dipertimbangkan dengan masalah ukuran staff, finasial, serta berbagai variansinya. Kegiatan ini memberikan keuntungan, seperti: 1) mampu mendengarkan peserta didik dengan berbagai ragam tuntutan siswa yang terkait dengan koridor pembelajaran serta tidak bertentengan dengan materi ajar yang ada; 2) menerima ide yang inovatif dari peserta didik karena tanpa adanya masukan dari berbagai elemen masyarakat sekolah terutama dari siswa maka akan diperkirakan terjadi monarki pembelajaran dari guru (techer center); 3) memperhatikan interaksi peserta didik, terutama yang menyangkut dengan bahan pelajaran; 4) memecahkan masalah bersama peserta didik; 5) mengembangkan suasana kelas yang demokratis, artinya dari siswa untuk siswa sehingga siswa itu sendiri dijadikan sebagai subyek pembelajaran.

Ketiga, ialah pengembangan pengalaman kelompok intensif untuk unit kelas atau pembelajaran. Adapun pengaruh dari pengalaman ini ialah: 1) peserta didik merasa lebih bebas mengemukakan perasaan yang positif maupun negatif didalam kelas; 2) bekerja berdasarkan perasaan yang mengarah pada penyelesaian secara realistis; 3) memiliki lebih banyak energi untuk belajar, karena kurang memiliki rasa takut terhadap penilaian dan hukuman; 4) menemukanrasa tanggungjawab terhadap cara belajarnya sendiri; 5) menemukan proses belajar untuk menangani masalah hidupnya. Langkah keempat, ialah hubungan dengan keterlibatan kelompok intesif dari orang tua peserta didik, untuk menciptakan hubungan sesama orang tua, anak, dan sekolahnya. Tujuan dari model Rogers ini adalah untuk berkumpulnya berbagai orang yang merasa terlibat dalam pendidikan dengan harapan memberikan bermacam kontibusi dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan.

Dari gambaran di atas, jelas bahwa pengembangan kurikulum model interaksional dari Rogers ini  salah satu tuntutan pendidikan masa kini yang baik untuk dikembangkan karena bisa menghasilkan pendidikan yang berkualitas (siswa menguasai keterampilan yang tinggi, siswa bisa memperoleh pekerjaan sesuai dengan penguasaan ilmu pengetahuan, memperoleh kesejahtraan hidup, dan ekonomis). Tuntutan ini dilakukan karena mengedepankan proses pembelajaran serat dengan praktik yang berdasar kepada tioritis, transfransi dalam jalur anggaran belaja sekolah, praktik pembelajaran berjalan atas dasar kebutuhan masyarakat, dan membuka lapangan kerja masa depan.

Referensi:

Hurmaini, 2009. Merubah Kebiasaan dengan Pendidikan. IAIN Jambi.

Muhammad Adri, 2008. Kesiapan kearah Perubahan ditinjau dari Sisi Pendidikan. Universitas Negeri Padang. Padang: Sumatera Barat.

Prayitno, 2009. Tiori dan Praktik dalam Pendidikan. PPs Universitas Negeri Padang. Sumatera Barat.

Sulastri, 2007. Pendidikan Ekonomi dalam Pembangunan Masa Depan. Universitas Andala, Padang.

*Guru SMAN 1 Takengon dan Dosen Bahasa Inggris STAIN GP Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.