Takengen- Kepala Kampung Reremal Kecamatan Silih Nara Aceh Tengah, Mawardi Halil, mengeluhkan pelayanan
kesehatan yang dialami warganya, Fatimah Inen Jum (37) dari melahirkan hingga meninggal dunia.
Menurut Mawardi kepada sejumlah wartawan di Takengen (14/12), Fatimah Inen Jum dirujuk dari Puskesmas Silih Nara ke RSU Datu Beru Takengon untuk melahirkan akhir bulan November lalu.
“Oleh pihak RSU Datu Beru, Fatimah kemudian dioperasi untuk melahirkan. Namun Fatimah setelah dioperasi malah hilang ingatan dan tidak mengenali diri dan keluarganya”, kata Mawardi Halil.
Dikatakann, Selama berada di RSU, Fatimah yang keluarga tidak mampu dari Reremal ini, menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
“Setelah 11 hari di RSU, oleh pihak RSU Datu Beru Fatimah diperkenankan pulang dengan alas an sudah sembuh. Bahkan seorang dokter disana, dr.F, memvonis Fatimah gila”, sebut Mawardi.
Namun setelah tiga hari pulang ke Kampung Reremal dari RSU Datu Beru Takengon, Fatimah meninggal dunia.
“Sebelum meninggal, Fatimah selalu mengeluhkan sakit di bagian perutnya. Dan setiap kali buang air kecil, air seni Fatimah berwarna merah”, papar Mawardi .
Kepala Kampung Reremal, juga mengeluhkan pelayanan dibidang obat. “Banyak obat yang dibeli keluarga pasien Fatimah yang tidak ada di apotek rujukan sehingga harus dibeli di apotik luar. Ini jelas sangat memberatkan keluarga pasien”, tandas Mawardi.
Padahal, lanjut Mawardi, obat yang tidak tersedia di apotik rujukan JKA tersebut masuk dalam Daftar dan plafon harga obat (DPHO), tapi ternyata harus dibeli di luar apotik rujukan.
“Saya menduga terjadi permainan diantara apotik rujukan dan bukan rujukan”, ungkap Mawardi.
Atas nama keluarga pasien Fatimah, Mawardi Halil mengaku sangat kecewa terhadap tidak profesionalnya pelayanan di RSU Datu Beru Takengen.
Sebagai Kepala Kampung, kata Mawardi dirinya pernah ikut beberapa kali sosialisasi pelayanan kesehatan di Takengon sehingga tahu bahwa banyak obat yang tersedia di DPHO untuk pasien JKA, tapi ternyata tidak tersedia dan harus dibeli di apotik luar yang bukan rujukan.
Selain itu, kata dia, bagaimana mungkin seorang pasien seperti Fatimah yang tidak pernah memiliki riwayat berpenyakit gila atau hilang ingatan, setelah dioperasi Caesar di RSU Datu Beru Takengen, dinyatakan gila oleh seorang dokter.
“Fatimah tidak mengenali dirinya sendiri dan bertanya kepada keluarga siapa dirinya sendiri”, kata Mawardi.
Mawardi menyatakan terus mempersoalkan masalah yang dialami almarhum Fatimah dari segi pelayanan dan penanganan kesehatan serta penyediaan obat bagi pasien JKA karena lebih banyak obat yang dibeli diluar apotik rujukan dibanding yang disediakan apotik JKA di RSU Datu Beru Takengen.
“Suami Fatimah, M.Nasir Aman Jum sangat malu dikatakan dokter bahwa almarhum istrinya , Fatimah gila. Berarti selama ini M.Nasir mengawini perempuan gila. M.Nasir minta nama istrinya dipulihkan dari tuduhan gila oleh dokter di RSU Datu Beru Takengen”, tegas Mawardi.
Saat ini, Mawardi akan menanyakan kasus yang dialami Fatimah kepada Direktur RSU Datu Beru Takengon, Dr.Hardi Yanis. Dan sudah mengagendakan untuk bertemu.
“Tapi kalau persoalan ini tidak menemui titik terang, saya akan mencari kebenaran melalui jalur hukum. LBH Banda Aceh Pos Takengen sudah bersedia membantu pendampingan selama menjalani proses hukum nantinya”, tambah Mawardi.
Direktur RSU Datu Beru Takengen, Dr.Hardi Yanis ,yang dikonfirmasi terkait masalah ini oleh sejumlah wartawan melalui telepon selulernya, tidak dapat dihubungi (asf)