Motto : âpantang mencari muka dan melilit dahan untuk naik, biarlah naik dengan prestasi menuju pristise mandiriâ
Lahir tanggal 01 Agustus 1950 di Takengon Aceh Tengah, anak seorang ulama di Kebayakan Tgk. Umar. Memulai pendidikan dari SRI (sekolah Rendah Islam) Negeri Kebayakan Aceh Tengah tamat 1963, PGAP Negeri Takengon tamat 1966, PGAA Muhammadiyah Ciputat Jakarta tamat 1968, setahun menjadi mahasiswa jurusan Loghah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1969), mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry (sarjana muda 1973), pendidikan terakhir S1 IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Fakultas Dakwah (1988).
Sebelum menyelesaikan kuliah, tepatnya pada tanggal 05 Mai 1978, dengan title (BA) beliau diangkat menjadi Calon Pegawai di Kantor Departemen Penerangan dengan pangkat pertama Pengatur Muda Tk I (II/b), selama 25 tahun (sampai 2001) karirnya sebagai pegawai baru ia mendapat pangkat pembina (IV/a). Dalam hal karir ada suatu prinsif yang selalu diamalkan dalam hidup beliau yaitu âpantang mencari muka dan melilit dahan untuk naik, biarlah naik dengan pristasi menuju pristise mandiriâ.
Dalam rentang waktu yang panjang Ibn Umar ini berkesempatan menduduki jabatan sebagai : Jupen (juru penerang) Kanwil Deppen Aceh 1989, pada tahun yang sama diangkat sebagai Kasi Penyusunan Ren-Operasi Penerangan Kanwil Deppen Aceh, selanjutnya menjadi Kabid PPE (Penyusunan Program dan Evaluasi) Kanwil Deppen Aceh 1998, Kasubdin Pengembangan Informasi Dinas Infokom 1999, Pada tahun 2002 bersamaan dengan berdirinya Dinas Syariâat Islam Provinsi Nanggroe Aceh, Pak Saleh (panggilan akrab beliau) ini dipercayakan duduk sebagai Kasubdin Litbang dan Program Dinas Syariâat Islam Provinsi Nanggroe Aceh sampai menjelang masa pensiun.
Aktivitas lain selain berprofesi sebagai Pegawai Negeri juga sebagai : Penyiar Radio PEMDA Aceh Tengah (1975-1976), wartawan Bintang Indonesia Medan (1976), Penatar P-4 tingkat Propinsi, Guru honorer PGAN dan MTsN Takengon 1975-1978, dosen tidak tetap pada Fakultas Dakwah dan Tarbiyah IAIN Ar-Raniry 1992, Tim ahli Humas DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2001 dan Komisi Kerukunan Umat dan Kajian Politik MPU Provinsi NAD (2001 â 2006).
M. Saleh Suhaidy yang menikah dengan Rohani N pada tahun 1974, mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan kedinasan, diantaranya jenjang karir SEPALA/Sespen-I 1981, SPAMA 1988 di Jakarta, diklat fungsional diantaranya PPSD (Pendidikan Staf Pegawai Departemen) 1979 di Medan, dan masih banyak lagi diklat lain lain yang pernah diikuti.
Ayah empat orang sarjana (Khairi, Khaira, Ahsan dan Akhyar) ini juga aktif di berbagai orgaisasi, sehingga ia sering katakan kepada para mahasiswa, bahwa saya adalah âdedengkot organisasiâ, diantara organisasi yang pernah digelutinya adalah : Anggota IPM Ciputat Jakarta (1967-1968), anggota HMI cabang IAIN Syarif Hidayatullah (1969), Wakil Sekretaris Komisaris HMI Tarbiyah IAIN Ar-Raniry (1970-1973), Sekretaris AMPI Aceh Tengah (1980-1989), Ketua KNPI Aceh Tengah (1984-1986), Sekretaris Pembinaan Generasi Muda MUI Aceh Tengah dan Ketua Biro Remaja DKMI Aceh Tengah, dan selalu aktif dalam organisasi orang Gayo di Banda Aceh (beliau yang membuat AD/ART dan mendesain semua longo KLT/KNA).
Pengalaman duduk dalam jabatan sebagai programer sejak awal masa kerjanya menjadikan sebuah lembaga seperti Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh dikenal oleh semua orang, Prof. Dr. Al-Yasa Abubakar, MA (sebagai Kepala Dinas Syariâat Islam Provinsi pada waktu itu) sering berucap bahwa majunya Dinas Syarâat Islam secara administrasi dan program tidak lepas dari jasa lakun (penggilan beliau untuk M.Saleh Suhaidy).
Dalam membuat program tidak pernah tanpa didahuli oleh kajian atau peneltian, beliau selalu mengajak tim peneliti dari perguruan Tinggi dengan persetujuan Kepala Dinas, untuk mengkaji apa yang dibutuhkan masyarakat dari Dinas Syariâat Islam. Ketika melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan Dinas pada setiap tahunnya disiapkan pertanyaan-pertanyaan, sehingga tim monev Dinas Syariâat selalu harus didampingi oleh akademisi atau pegawai yang mempunyai kemampuan akademik. Hasil dari penelitian, kajian dan monev selanjutnya dibahas dalam Raker (Rapat Kerja Tahunan) tahunan Dinas Syariâat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Sebagai orang yang duduk di Litbang dan Program, pak Saleh dengan Prof Al Yasa sebagai Kepala Dinas mengetahui dan mampu menjelaskan pentingnya  program yang diajukan dalam pembahasan di BAPEDA dan Dewan, sehingga semua Bagian dan Seksi yang ada di Dinas tidak ada yang tidak bekerja sejak dari awal tahun. Semua orang mau bekerja untuk jalannya program karena ada kepastian terhadap apa yang dikerjakan.
Setiap awal tahun beliau membuat form untuk di isi semua Bidang, selanjutnya dikumpulkan kembali dan ini berfungsi sebagai control realisasi pekerjaan yang telah dan belum dilakukan. Karena pekerjaan sudah dimulai sejak awal tahun maka tidak ada pegawai yang tidak ada kerja dan tidak ada pula pekerjaan yang tidak terealisasi pada setiap tahun anggaran.
Setiap orang yang pernah menjadi staf dan kolega kerja beliau selalu berucap sampai sekarang ini, belum ada orang seperti almarhum (pak Saleh), di samping sebagai atasan juga sebagai ayah, dia mampu menciptakan suasana kantor menyenangkan dan nyaman untuk bekerja, pekerjaan tidak pernah menumpuk, selalu menghargai keahlian yang dimiliki oleh stafnya.
Karena kemampuan manager yang sempurna, tidak ada seorang staf (tukang ketik) pun yang marah kendati harus mengetik satu surat berulang kali, karena bahasa yang digunakan sangat santun dan mendidik. Tidak hanya kemampuan managerial, tapi juga kemampuan akademik yang dimilikinya sangat dalam, sehingga surat yang keluar dan Litbang hampir tidak pernah menggunakan bahasa yang persis sama (copy paste) dan karena kemampuan dan penguasaannya juga, para peneliti, mahasiswa atau siapa saja yang memerlukan informasi Syariâat Islam merasa puas dengan jawabannya, kecuali masalah yang prinsip dan tentang materi Qanun biasa diarahkan kepada Kepala Dinas Syariâat Islam.
Sebagai Kepala Bidang di Dinas Syariâat Islam, Aman Khairi tidak pernah mencari uang dengan perjalanan Dinas, ini terlihat pada saat  perjalanan dinas beliau selalu membawa staf-staf dan biaya dalam perjalanan lebih banyak dengan menggunakan uang dari sakunya. Kendati demikian beliau sangat memahami orang lain, suatu ketika setelah tsunami Yayasan al-Madani Banda Aceh mempunyai program untuk menyediakan rumah tinggal bagi mahasiswa asal Aceh Tengah dengan mengupayakan dana dari Pemda Aceh tengah, sebagian dari kawan-kawan muda yang sangat idealis hanya meminta dana sesuai kebutuhan sewa dan tidak setuju pengajuan proposal melebihi sewa tersebut. Namun ketika hal itu disampaikan kepada beliau, dia katakan âmengurus tempat tinggal mahasiswa itu ibadah, tapi ongkos kamu mencari rumah yang tidak selesai dalam seminggu itu tetap perluâ.
Kendati sebagai kepala Bidang dan orang tua yang sangat berwibawa di mata staf dan koleganya, pak Saleh sangat terbuka dan menerima kritikan. Satu hari setelah beliau menyampaikan materi sosialisasi Syariâat Islam untuk para Pegawai dan Camat di Kabupaten Gayo Lues, beliau bertanya kepada kami, apa yang salah dari saya pada hari ini ? Dengan merasa segan tapi dengan penuh keakraban kami menjawab, bapak tidak memberi kesempatan kepada kami untuk bicara. Secara sepontan beliau minta maaf.
Karena beliau juga dikenal sebagai orator dan punya keahlian dalam membawa acara, ketika Aceh TV berdiri, M. Dahlan T (Direktur Aceh TV) menghubungi Pak. Mursyid Minosra (mantan anggota DPRD Aceh) untuk mencari orang yang bisa membawa acara dengan berbahasa Gayo. Pak Mursyid mengajak M. Saleh Suhaidy untuk memenuhi permintaan tersebut, namun karena kondisi kesehatan beliau pada saat itu tidak mengizinkan, maka pak Saleh memanggil kami (saya dan Mohd. Din) dan di Tanya apakah kami siap untuk mengisi acara tersebut. Dengan tidak ada basa-basi kami jawab siap dan kesempatan ini harus kita ambil, tapi beliau ragu dengan kami, âjangan nanti siap-siap, kondisi saya tidak memungkinkan lagi dan kalianlah yang harus betul-betul siapâ, kami tetap menjawab kita ambil walaupun belum ada sedikitpun pengalaman di bidang media.
Hanya dua kali Pak Saleh sempat membawa acara (Presenter di Acara Keberni Gayo) Â kemudian sakit berat, tetapi selalu memantau Acara Keberni Gayo dari rumah serta memberi komentar terhadap kesalahan, kekurangan dan kemajuan dari profesi baru yang kami lakoni.
Keihklasan pribadi sebagai abdi Negara, kesalehan dalam beramal untuk semua perkerjaan, kearifan dalam pergaulan dengan semua orang. Menjadikan hembusan nafas terakhir beliau sebagai khusnul khatimah pada hari jumâat tanggal 31 Agustus 2007, jam 24 di Rumah Sakit Fakinah Banda Aceh dan pada jam 2 nya janazah beliau di bawa ketempat kelahiran beliau di Datu Uyem Kebayakan. (Drs. Jamhuri, MA)