Jika diperintahkan kepada seseorang untuk mencari air bersih di danau Laut Tawar dengan sebuah botol, maka kita tidak akan mengambilnya di beberapa aliran sungai yang dianggap terkontaminasi beberapa cairan atau kotoran, dan lebih baik jika kita langsung mengisi botol tersebut dari air yang bersumber dari tengah danau”, demikian kata Dedi Fairus yang akrab dipanggil Dedi Cae’nk ini kepada Lintas Gayo ditemui di warung kopinya di kampung Bale Atu Takengon pada Sabtu (12-11-2011) kemarin.
Ia berujar, jikalau Islam Adalah Danau Laut Tawar tersebut, maka setiap manusia akan mencari ketenangan, kedamaian dan tempat dimana seseorang membersihkan hatinya kepada tempat yang tepat, “itulah islam, dimana kita akan memilih tempat yang bersih dan jauh dari hati yang kotor”, ujarnya.
Orang-orang di Aceh Tengah khususnya para pemuda dan musisi mengenal Dedi Ca’enk adalah seorang musisi yang eksis, dimana jika ia memetik gitar orang-orang akan terkesima dengan skill yang ia miliki.
Ia bercerita ketertarikannya terhadap musik berawal dari pengaruh lingkungannya sedari Sekolah Dasar (SD) hingga ia menggeluti gitar sejak kelas I Sekolah Menengah Pertama (SMP). “aku menyukai musik karena keinginanku yang kuat untuk mendalami permainan gitar, disamping orang tua menuntutku untuk menjadi seorang dokter atau insinyur”, jelasnya.
Disamping itu anak bungsu dari tujuh bersaudara ini pernah mengikuti kursus musik sejak SMP di Bengkel Musik Kunci (BMK) milik Zainal yang juga musisi senior di Aceh Tengah. Kemudian ia mengikuti kursus bersama seniman senior Gayo ternama Alm. Moese Sabdin. Tak berhenti disitu ia dirinya memberanikan diri merantau ke Jakarta pada tahun 1995 untuk mengikuti kursus bersama Yamaha MG dan Yasmi Grogol, yang keduanya komunitas kursus musisi. “obsesiku pada saat itu adalah ingin memiliki skill seperti gitaris dunia, bukan menjadi pemain musik terkenal”, lanjutnya.
Selama dijakarta, ia menyewa kos-kosan dan tinggal seorang diri serta bekerja sembari membantu beberapa Event Organizer (EO) milik teman-temannya, ia turut mengamen untuk meningkatkan keahlian untuk bermusik dan untuk menyambung kebutuhan hidupnya. Di Jakarta itu pula ia sering menginap di rumah salah seorang tokoh EO kelahiran Blang Kolak I yang kini menjadi seorang pekerja salah satu EO di Aceh dan seorang saat ini berprofesi sebagai wartawan online, orang tersebut adalah Jauhari Samalanga, yang juga menjadi insiparisnya.
Kiprahnya di Band tidak perlu diragukan lagi, selain pernah bermain band untuk acara-acara hajatan bersama beberapa grup band di Takengon seperti Reitem, Blessing dan Arizone serta prakarsa dan munthe band, dirinya pernah juga ikut terlibat pada pembuatan beberapa album lagu Gayo.
Pernah menjuarai sejumlah festival Band bersama grup bandnya , bersama band nya pula ia sering mendapat penghargaan The Best Player untuk katagori gitaris terbaik.
Terhitung sejak 1995 Ca’enk merantau ke Jakarta dan pernah kembali tahun 1997 dan 2003 sambil bekerja membantu abang kandungnya yeng mengelolal warung cendol dan cukup dikenal di Takengen dengan sebutan“Bang Memen”.
Akhirnya Ca’enk menetap dikota dingin memulai usaha berjualan pakaian, Namun musibah sempat menguji kesabarannya, tahun 2008 toko baju yang dikelolanya mengalami kebakaran dan sempat membuat dirinya menganggur.
Kini ia merasa sedikit lega, karena telah membuka warung kopi di kitar Bale Atu Takengon. “Alhamdulillah ada sedikit usaha, meski harus diakui masih kurang separuh nafasku”, katanya meniru salah satu judul lagi dewa 19 sembari tersenyum menyatakan ia masih lajang..
Cae’nk mengaku dulu sangat memperhatikan perkembangan dan kondisi musik dan kesenian di gayo, khususnya untuk musik etnik Gayo, “dulu saya bersama teman-teman musisi sangat peduli dengan kesenian, apalagi etnik Gayo, walau bisa dikatakan belum berhasil”, gumamnya.
Selain itu Cae’nk pernah bergabung bersama sanggar dan organisasi seperti Asosiasi Band Gayo (ABG) menjadi ketua pada tahun 2006, sanggar seni cincimpala dengan turut membina siswa SMPN I Takengon tahun 2007, malah ia menjadi ketua karang taruna kampung Bale Atu sejak 2006 hingga saat ini.
Ia juga menuturkan tengah mengurangi sedikit demi sedikit kegiatannya bermusik, yang menarik saat di wawancara, dari warung miliknya terdengar alunan Ayat-ayat Alqur’an beserta saritilawah (teks arti dari ayat-ayat Al Qur’an yang dibacakan) dari chanel sebuah radio satelit yang ia putar. Caenk Mengaku sedang memperdalam ilmu agama dengan sejumlah teman-teman musisi di Takengon. “harus diakui, setelah saya mempelajari musik, lebih banyak mudaratnya dan lebih banyak efek negatif”, pungkasnya.
Mengenai musik yang menjadi bagian hidupnya selama ini, Ca’enk mengatakan mendapat referensi dari beberapa buku yang ia baca, salah satu buku yang tersebut bercerita tentang penjelasan pertanyaan murid Imam syafi’i mengenai musik, namun imam Syafi’I menjawabnya dengan pertanyaan pula, “imam Syafi’i menjawab, apabila dihari hisap akhirat nanti, diantara yang haq dan yang bathil, maka dimanakah tempat musik itu”, ujarnya menjelaskan.
Ia juga mengaku telah banyak mempelajari perihal bermusik, tetapi kini ia mulai mempertimbangkan kegiatannya tersebut, “kadang kita harus berfikir, menghafal musik itu mudah, tetapi kita lupa tugas menghapal surah pendek yang wajib dilakukan seorang muslim”, katanya bernada menyesal.
Cae’nk saat ini juga bergabung dengan komunitas para musisi Aceh Tengah yang bernama Band De Tour yang mengusung semboyan “enjoy Your Sunday”, diketuai oleh Ovan Hudaya seorang musisi yang tergolong senior di takengen. “saat ini saya dan beberapa musisi yang bergabung di Band De Tour sudah mengelilingi beberapa wilayah pedalaman di Gayo, dan kedepan Insya Allah akan terus eksis”, ceritanya
“saat ini kami juga menggagas agar para musisi aktif untuk kajian islam dan belajar mengaji setiap minggunya”, imbuh Ca’enk yang merupakan lulusan SD I, SMP I dan SMEA (sekarang SMK I ) Takengen.
Baginya istilah seandainya islam adalah danau laut tawar timbul dari apa yang telah ia baca dan pelajari serta dijalaninya langsung, “jika kita ingin air danau yang baik, pasti kita akan memilih di aliran mana, baik atau buruk, demikian pula hidup kita tinggal memilih, baiknya ke arah mana dan pilihan kita apa”, simpulnya. (Iwan SP)