Oleh Luqman Hakim Gayo*
JORDAN memang kaya dengan peninggalan sejarah. Disamping itu, banyak mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Jordan University. Mereka punya asrama sendiri dan menjadi markas PPI (Persatuan Pelajar Indonesia). Memang ada beberapa yang tidak tinggal di asrama. Bagi wartawan dan orang Indonesia yang singgah di Jordan, pasti menyempatkan diri datang di asrama PPI itu.
Suatu hari, beberapa rekan yang tidak kuliah mengajak saya mengunjungi Laut Mati. Orang Jordan sendiri menyebutnya dengan Bahr’lMaut. Tetapi di dalam peta bumi kita membacanya dengan Dead Sea. Letaknya tidak jauh dari kota Amman. Ketika itu pemeriksaan petugas begitu ketat. Kami sempat ditahan dan diinterogasi oleh petugas di jalan raya menuju Dead Sea. Alhamdulillah, teman-teman begitu lincah menjawab. Sampai-sampai petugas itu heran, ”bagus sekali bahasa Arab Anda”, katanya.
Laut Mati menurut riwayatnya, tercipta setelah peristiwa yang dialami oleh umat Nabi Luth. Bumi bagai terbalik menimpa penduduk kota Sodom, dimana perbuatan ’sodomi’ merajalela. Budaya homosex dan lesbi sudah menjadi perilaku hidup masyarakat. Meski berkali-kali Nabi Luth melarangnya, justru mereka menantang Nabi Luth, sampai kemudian negeri itu dihancurkan Allah swt.
Menurut ceritanya, peristiwa itu telah disampaikan oleh malaikat yang datang menjadi tamu ke rumah Nabi Luth. Semula Nabi Luth menolak tamu-tamu yang tidak dikenalnya itu. Apalagi penduduk kota Sodom mengetahui kedatangan pemuda gagah ke rumah Nabi Luth. Kata Nabi Luth : QS Surat Al-Hijr(15): 68-Luth berkata, ”Sesungguhnya mereka adalah tamuku, sebab itu janganlah kamu memberi malu”. 71- Luth berkata, inilah putri-putriku (kawinlah dengan mereka) jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).
Demikian bringasnya umat Nabi Luth kepada lelaki yang menjadi tamu tersebut. Nabi Luth tidak mampu mengusir mereka, sampai terpaksa menyingkir dari kota Sodom. Akhirnya Luth memenuhi pesan para malaikat itu. Pada akhir malam menjelang subuh, Luth dan keluarganya pergi meninggalkan kota tersebut. Azab akan segera datang membungi hanguskan kota itu. Luth mengawal rombongannya dari belakang, agar tak seorangpun yang menoleh. Agar mereka tidak melihat kejadian yang sangat luar biasa menimpa kaumnya yang membangkang kepada Allah swt.
Ayat selanjutnya mengatakan : ”73- Lalu mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. 74- Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. 75- Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. ”
Menurut beberapa riwayat, bukan hanya kota Sodom yang terbalik, tetapi gunung sekitarnya tercabut dan menimpa kaum nabi Luth. Satu diantara sisa-sisa gunung tercabut itu, adalah terciptanya palung kecil yang kemudian menjadi Laut Mati. Airnya asin dengan kadar garam terbesar di dunia yaitu 300 persen. Tidak seekorpun ikan bisa hidup dalam air bening, jernih tetapi asin bukan kepalang itu.
Laut Mati kini dikelola oleh dinas pariwisata, dibuatkan pintu masuk, kolam renang dan langsung ke pantai Laut Mati. Ada wisatawan yang tidak tahu, langsung melompat terjun ke dalam air. Tiba-tiba ia berteriak menahan perih karena air asin itu masuk ke mata. Disinilah satu-satunya danau, orang tidak bisa tenggelam. Karena BJ (Berat Jenis) nya lebih kecil dari Berat Jenis air itu sendiri. Kita bisa membaca koran sambil mandi, tidak akan tenggelam.
Usai berendam, istrirahat di pinggir, lalu anak-anak ’ojek’ lumpur berlarian dan saling berebut melumuri badan kita dengan lumpur Laut Mati. Seluruh tubuh dibaluri lumpur dengan bayaran 0,5 JD atau 1JD. Kemudian berendam lagi atau bilas dengan air tawar yang krannya berjejer di tepi pantai danau.. Konon untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan bekas-bekas penyakit kulit.
Kini, lumpur Laut Mati sudah dikemas dalam bentuk modern untuk tujuan eksport. Bahkan di Indonesia sudah ada lumpur Laut Mati dalam kemasan menarik dan dijual di toko-toko kecantikan. Di luar danau, sejumlah restoran sudah menanti. Bahkan beberapa unta di sewakan untuk berjalan sekitar pantai Laut Mati.
Emirates, pesawat termewah
Emirates, pesawat milik New Emirat Arab (NEA) adalah pesawat termewah di dunia. Bukan saja perutnya yang gendut, tetapi juga fasilitas didalamnya jauh lebih mengasyikkan. Sejumlah pesawat yang sudah saya tumpangi seperti Cathay Pasific (CX), Lufthansa. Japan Air Lines (JAL) Royal Jordan (RJ), Thai, SAS, MAS, SIA, Swiss Air dan tentu saja Garuda serta sejumlah pesawat domestik lainnya.
Lufthansa memang terkenal dengan ruangan yang lebar dan berlantai dua. Di lantai bawah, sebelah kiri empat kursi, sebelah kanan juga empat kursi dan enam kursi di tengah-tengah. Hampir selalu penuh. Kalau penumpang di tengah-tengah kosong, bisa dipakai tidur berselonjor di atas kursi itu. Apalagi hampir 10 jam di udara. Dari sekian penerbangan yang saya alami, ada yang berkesan. Yaitu ketika naik pesawat Thai, milik Thailand. Ketika itu bulan Ramadhan, saya naik dari Jakarta menuju New Delhi. Ketika chek-in saya sebutkan ”I am a muslim”. Lalu dicatat di boarding pass. Mereka melaporkan kepada pramugari. Lalu, sayalah penumpang pertama yang diberi makan minum. Bertepatan dengan buka puasa, memang. Hebat, pramugari langsung menemukan nomor kursi saya.
Pramugarinya ramah-ramah. Bahkan mau diajak ngobrol sambil bercanda. Kadang-kadang mereka duduk di sela-sela penumpang, tentu saja kalau ada kursi kosong. Pramugari JAL tak jauh beda dengan gadis-gadis Bangkok di Thai. Menarik dan murah senyum sambil membungkukkan badan. Tradisi budaya Jepang. Mungil dan jangkung. Beda dengan pramugari Emirates, RJ dan Lufthansa yang lebih besar. Tapi sepadan dengan tinggi badannya.
Suatu kali saya ditawarkan melalui Abu Dhabi menuju Jakarta. Lumayan, nyobain Emirates dari Amman ke Abu Dhabi, NEA. Bermalam, gratis lagi. Ketika itulah saya nikmati keasyikkan pesawat yang satu ini. Seperti juga Lufthansa, toiletnya banyak. Di belakang, di tengah dan di depan. Kita bebas mau mandi atau nongkrong saja, tidak usah antri. Selain itu, di depan setiap penumpang ada pesawat televisi dengan mengklik ujung lengan kursi kanan. Bedanya dengan pesawat lain, disini ada sembilan chanel.
Kita bebas memilih acara sport, main bola, drama India, Charli Chaplin, Mr Bean, film laga, film spy dan lainnya. Yang unik, kita berempat bisa beda-beda nontonnya. Bisa ketawa sendiri lihat konyolnya Mr Bean, tapi di sebelah kita berdecak-decak sendiri kagum lihat James Bond. Sebelahnya lagi sedang berangguk-angguk nonton film India. Di pesawat lain jarang saya temukan.
Perjalanan kali ini tak bisa saya lupakan. Apa lagi dengan teman-teman PPI. Rasanya, jasa-jasa para mahasiswa ini tidak dapat saya lupakan dan hanya saya serahkan kepada Allah swt. ”Semoga Allah akan membalasnya dengan pahala yang seimbang. Amin”. Mereka mengantar saya ke Airport ketika saya akan pulang ke Jakarta. Semoga mereka menjadi orang-orang sukses di kemudian hari. Lalu pesawat RJ membawa saya pukul 21.00 waktu setempat, dan pukul 8.00 pagi esoknya saya tiba di Cengkareng. Ah, asyiknya jadi wartawan.
*Wartawan asal Gayo, tinggal di Jakarta
.