Tanoh Gayo ; Geneva Van Sumatra (Jenewa Dari Sumatra)

Oleh : Sabela Gayo *)

Keindahan alam dan letak geografis Tanoh Gayo yang strategis berada di jantung propinsi Aceh merupakan suatu anugerah dari Allah SWT. Tidak banyak daerah yang dianugerahi keindahan alam yang sedemikian rupa dengan hawa sejuk yang terasa seperti di Negara-negara Eropa yang berhawa dingin seperti Swiss, Austria, Irlandia, Skotlandia, dan lain-lain.

Banyak orang-orang asing maupun luar Aceh yang datang ke Tanoh Gayo (baca; Takengon) kagum dengan kondisi alam dan keindahan panorama yang ada di Tanoh Gayo. Sekaligus juga mereka terheran-heran dan bertanya-tanya di dalam diri mereka sendiri, mengapa dengan keindahan alam yang dimiliki Gayo dan kesuburan tanahnya belum maksimal memberikan dorongan bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Gayo secara umum?. Pertanyaan tersebut terus berkecamuk dalam diri mereka sehingga mereka sendiri pun tidak tahu kapan akan mendapatkan jawabannya.

Di dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci pedoman umat islam dan juga sebagai pedoman hidup bagi 99,99 % rakyat Gayo disebutkan bahwa “ Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak mau merubah nasibnya sendiri”. Dari penggalan ayat tersebut sangat jelas dan nyata bahwa Allah SWT tidak akan pernah menurunkan hujan emas di suatu negeri yang kemudian rakyat negeri tersebut semuanya akan menjadi kaya dan hidup makmur sejahtera. Al-Qur’an ingin menyampaikan pesan kepada umatnya bahwa kesejahteraan, kejayaan, kemajuan, dan kemakmuran tidak akan dapat dicapai tanpa usaha dan kerja keras. Orang yang maju adalah orang yang mau berusaha dan bekerja keras.

Menurut Dr.Denis Waitley, seorang ahli motivator terkenal, ia mengatakan bahwa “ada dua pilihan pokok dalam hidup ini yaitu menerima kondisi apa adanya atau menerima tanggung jawab untuk mengubahnya”. Semua orang mempunyai pilihan yang sama untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Semua pihak baik pemerintah daerah, ulama, LSM, akademisi, mahasiswa, pemuda dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya memiliki tanggung jawab yang sama untuk melakukan perubahan itu demi Tanoh Gayo.

Orang asing yang berasal dari Switzerland (baca; Swiss) yang pernah datang dan menginjakkan kakinya di Tanoh Gayo pernah menungkapkan bahwa “Kota Takengon hari ini adalah kota Jenewa 200 Tahun yang lalu”. Ini adalah isyarat bahwa kemajuan dan kejayaan itu adalah milik semua kelompok masyarakat apabila ia mau meraihnya. Tetapi sekali lagi, untuk meraih itu harus dengan kerja keras. Dan orang-orang asing yang datang ke Tanoh Gayo mengakui keindahan alam, kekayaan budaya, dan keramah-tamahan masyarakat Gayo yang mana itu dapat dijadikan sebagai modal awal untuk membangun dunia pariwisata Gayo dalam rangka mendorong kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Untuk mewujudkan semua itu memang bukanlah pekerjaan mudah, yang dapat dilakukan hanya dengan satu atau dua hari kerja, dan bukan pekerjaan satu atau dua orang saja tetapi merupakan pekerjaan bersama dan membutuhkan sebuah kesadaran bersama dari semua elemen masyarakat yang ada di Gayo.

Jika masyarakat dan pemerintah daerah mempunyai kesadaran yang sama bahwa kesejahteraan dan kemakmuran adalah tujuan bersama yang dicita-citakan maka semua itu harus dituangkan ke dalam konsep yang nyata baik dalam peraturan-peraturan bupati, qanun-qanun kabupaten, maupun tercermin di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaen (APBK). Sehingga tidak hanya sebatas slogan yang kemudian hilang dengan sendirinya, seiring dengan bergantinya kepemimpinan bupati dan anggota dewan.

Kalau di Pulau Jawa ada Paris Van Java (Paris dari Jawa) yaitu sebutan untuk kota Bandung yang menjadi pusat pertumbuhan dunia Pariwisata dan Pendidikan di Pulau Jawa. Ditandai dengan banyaknya institusi pendidikan dan fasilitas rekreasi yang tersedia di kota Bandung maka untuk Pulau Sumatra kita harus menwujudkan konsep dan slogan Geneva Van Sumatra (Jenewa dari Sumatra) bagi Tanoh Gayo. Untuk meujudkan konsep dan slogan itu diperlukan perencanaan yang tepat dan matang, sumber daya manusia (SDM) yang handal dan kesadaran dan komitmen yang nyata dari setiap elemen masyarakat Gayo.

Peluang untuk mewujudkan konsep Geneva Van Sumatra sangat terbuka lebar bagi Tanoh Gayo. Hal ini didukung dengan kondisi Aceh yang sudah jauh lebih baik dari sisi keamanan dan politik sejak ditandatanganinya Memorandum of Understanding antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah RI, yang menghasilkan kesepahaman damai yang disebut MoU Helsinki. Kemudian dengan adanya 9 propinsi di Pulau Sumatra merupakan pasar yang luas bagi pemasaran produk pariwisata dan pendidikan di Tanoh Gayo asalkan pemerintah daerahnya mempunyai konsep yang jelas dan didukung oleh semua elemen masyarakat yang ada.

Satu-satunya tempat pariwisata yang menawarkan produk alam yang berhawa sejuk di Pulau Sumatra ini hanyalah Brastagi, tetapi hari ini Brastagi kurang diminati oleh masyarakat yang notabene sebagian besar masyarakat di pulau Sumatra ini menganut agama islam, ditambah lagi dengan pelayanan yang buruk, fasilitas wisata yang memprihatinkan dan citra Brastagi dan daerah sekitarnya yang dicap sebagai tempat wisata maksiat. Ini sebenarnya adalah peluang yang strategis bagi pembangunan Tanoh Gayo pasca konflik apabila pemerintah daerah dan masyarakat Gayo jeli melihat peluang tersebut. Apalagi Brastagi hanya menawarkan keindahan alam dan panoramanya saja sedangkan jika Gayo mau bangkit dan berbenah diri, kita bisa menawarkan lebih seperti apa yang sudah ditawarkan kota Brastagi dan kota Bandung ke pasaran.

Letak kelebihan dan keunggulan dunia pariwisata Tanoh Gayo adalah karena adanya Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang sudah dijadikan sebagai warisan dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal itu akan semakin lengkap apabila didukung oleh pengembangan di sektor pendidikan dengan mendirikan dan menyediakan institusi pendidikan tinggi yang berkualitas di Tanoh Gayo. Bahkan Winston Churchill (Mantan Perdana Menteri Inggris) pernah mengatakan bahwa “Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan dalam setiap peluang, sedangkan orang yang optimis selalu melihat peluang dalam setiap kesulitan”.

Berkaca darri ucapan Winston Churchill tersebut kembali terpulang kepada diri kita masing-masing apakah kita termasuk orang yang optimis atau orang yang pesimis?.
*) – Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pemuda Gayo (PP IPEGA
*) – Direktur Eksekutif Biro Bantuan Hukum – Sentral Keadilan (BBH-SK) Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.