BERAWAL dari jalan-jalan menembus dinginnya udara malam dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah, Jumāat (10/2/2012) malam, iseng-iseng coba mampir disebuah Pos Keamanan Lingkungan (Poskamling) Kampung Belang Bebangka Kecamatan Pegasing yang terkenal dengan buah nenasnya.
Ada beberapa orang disana yang kebetulan mendapat giliran berjaga malam, aku ingin ngobrol sambil bersilaturrahmi, selama ini jarang berkumpul dengan para warga kampungku, banyak kesibukan luar.
Belum lagi cerita ini itu, tiba-tiba mataku tertuju pada seorang pemuda yang aku kenal bernama Muzakirsyah (38) yang biasa dipanggil Zakir, kesehariannya sebagai petani.
Zakir memegang sebuah tongkat sepanjang kira-kira 1 meter, terlihat tongkat itu sangat unik, karena memiliki delapan bagian sisi yang sama, pikiranku langsung bereaksi dan menanyakan nama dari tongkat itu, Zakir menjawab tongkat itu bernama “Tikon Lapan Sagi”.
Zakir mengaku “Tikon Lapan Sagi”Ā miliknya merupakan warisan dari kakeknya (Gayo : Awan) aman Ridwan yang diberikan kepada ayahnya, dan sejak 2 tahun yang lalu setelah ayahnya wafat maka “Tikon Lapan Sagi” diberikan kepadanya, kata Zakir.
Ayah dua anak ini mengakuĀ Tikon Lapan Sagi yang dipegangnya saat ini terbuat dari kayu bertekstur keras, kayu Kemuning, jenis kayu ini saat ini menjadi salah satu kayu yang akan punah di Gayo, karena kelangkaan untuk mendapatkannya, kayu ini juga kayu yang paling dicari oleh para pembalak-pembalak liar di Gayo, terang Zakir.
Dari setiap sisi dari “Tikon Lapan Sagi” memiliki delapan sisi yang sama, hal ini langsung tak pernah terpikirkan olehku, sebagai guru matematika bentuk seperti ini juga masuk kedalam bagian keilmuanku, yang dikenal dengan sebutan Geometri.
Dalam Ilmu GeometriĀ segi delapan dikenal dengan sebutan Oktagon (Segidelapan adalah sebuah segibanyak atau poligon yang mempunyai delapan sisi). Sebuah segidelapan beraturan mempunyai simbol SchlƤfli. Geometri merupakan salah satu cabang dari matematika, dan merupakan salah satu bentuk sains tertua dimuka bumi ini.
Membuat segi delapan bukanlah perkara yang mudah, harus membutuhkan beberapa alat seperti jangka, penggaris, dan busur, agar kedelapan sisinya memiliki sama besar, dan butuh kuliah 2 SKS untuk membahas hanya segi delapan saja.
Yang menggangu pikiranku sebenarnya adalah bagaimana cara urang Gayo zaman dahulu yang seyogianya belum mengenal betul ilmu geometri dengan baik tidak adanya jangka dan busur dimasa itu. Akan tetapi sebuah karya yang cukup besar diamanatkan melalui “Tikon Lapan Sagi” ini kepada generasi sekarang, walaupun pada zaman dahulu “Tikon Lapan Sagi” hanya digunakan sebagai tongkat dan alat membela diri saja.
Pun demikian, dari kedelapan sisinya yang sama besar “Tikon Lapan Sagi” memiliki makna besar yang tersirat didalamnya, dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan saat itu Urang Gayo zaman dahulu telah membuktikan bahwa mereka telah mengenal ilmu geometri dengan baik.
Fakta ini terlihat dari setiap sisi “Tikon Lapan Sagi” dimana setiap sisi satu dengan yang lainnya berukuran sama, butuh keterampilan khusus untuk membuat bangun ruang seperti ini.
Inilah makna yang ku dapat setelah melihat “Tikon Lapan Sagi” milik Zakir.
Sementara itu, dari bincang-bincang dengan warga lainnya seputar “Tikon Lapan Sagi”Ā diperoleh sejumlah pemahaman yang berbeda, ada yang berpendapat bahwa Tikon Lapan Sagi ini digunakan oleh masyarakat Gayo pada zaman dulu sebagai tongkat (Tikon) untuk berjalan dan bisa juga digunakan sebagai alat untuk membela diri dari serangan binatang buas atau lainnya, ada juga yang berpendapat bahwa Tikon Lapan Sagi dibuat dengan ritual-ritual khusus, sehingga Tikon Lapan Sagi sangat ditakuti oleh orang-orang pada saat ini, karena apabila terkena pukulan dengan Tikon Lapan Sagi ini bisa mengakibatkan kematian.
“Terehen jema kin Tikon Lapan Sagi dari pada kin Luju orom Lopah”, kata salah seorang yang dikenal dengan nama Arjuna yang dalam bahasa Indonesia maksudnya āOrang lebih takut kepada Tikon Lapan Sagi daripada pisauā.
Benar atau tidaknya perkataan mereka tergantung dari sudut mana cara pandang mereka memahami “Tikon Lapan Sagi” itu yang terkesan bernuansa “mistis” tersebut, yang jelas “Tikon Lapan Sagi” adalah sebuah pesan yang tersirat dari para pendahuluĀ Gayo sebelumnya, bahwa urang Gayo sebenarnya telah memahami konsep geometri yang sebenarnya, dan ini membuktikan bahwa ilmu geometri di Gayo telah dikenal sejak lama. (Darmawan Masri)
.