Rapa’i Sebagai Ide Penciptaan Seni Kriya: Antara Penanda dan Petanda

Oleh: Ansar Salihin

SENI KRIYA merupakan cabang seni rupa, penerapannya lebih kepada terapan. Karya seni Kriya selain memiliki nilai fungsional juga memiliki fungsi estetis, tidak kalah dengan seni rupa murni. Awalnya kriya sebatas karya kerajinan tangan saja yang dapat dimanpaatkan nilai gunanya. Seperti peratan rumah tangga, peratan perkebunan, pembangunan dan sebagainya. Namun perkembangannya pemahaman kriya bukan hanya sebatas nilai gunanya saja, akan tetapi sudah menuju kepada nilai-nilai keindahan.

Karya Dolly Elfian mahasiswa Kriya ISI Padangpanjang (2012) berjudul “Bersatu”, dengan tema bentuk Rapai sebagai ide penciptaan karya seni kriya. Media yang digunakan Potongan kayu disambung-sambung sebagai bahan pokok dan kulit sebagai bahan penunjang, ukurannya 35 cm x 35 cm. Warna pada karya tersebut Red Mahoni (warna merah kayu Mahoni).

Rapa’i adalah alat musik tetabuhan tradisional menyerupai rebana yang tumbuh dan berkembang sejalan penyebaran agama Islam di Aceh yang keberadaannya telah ada sejak zaman kerajaan Samudra Pasai. Alat musik rapa’i pasee dibawa oleh rombongan pengikut Syeikh Abdul Kadir Jailani dari tanah Arab dalam rangka  mensyiarkan agama Islam di Aceh, Mulai dari daerah Pereulak hingga ke daerah Pase (sekarang termasuk dalam wilayah Aceh Timur).

Penandaan Menurut Roland Bartes

Penandaan dalam sebuah karya menurut Roland Barthes dapat dikaji melalui signifier (Penanda) dan signified (Petanda)

Signifier (Penanda)  

Penanda adalah suatu makna yang berhubungan dengan objek materi, atau dengan pendapat lain sebagai tanda denotasi (makna sebenarnya), yaitu makna-makna yang muncul berdasarkan teksnya. Dalam seni rupa atau kriya yang menjadi penanda adalah coretan atau ukiran yang bermakna.

 Karya di atas yang menjadi penanda adalah bentuk Rapa’i dan bentuk Rumah Aceh. Bentuk Rapa’i sebagai alat tradisional Aceh menjadi bentuk dasar dalam ide penciptaan sedangkan Rumah Aceh sebagai bentuk pendukung dan penguat makna dari Rapa’i. Penyatuan kedua bentuk tersebut akan menghasilkan bentuk baru, bukan lagi seperti bentuk Rapa’i Aceh dan Rumah Aceh yang sebenarnya.

Bentuk (form) adalah totalitas dari pada karya seni. Bentuk itu merupakan organisasi atau satu kesatuan atau komposisi dari unsur pendukung karya. Bentuk erat hubungannya dengan penanda atau teks sebuah karya. Secara bentuk fisik karya di atas telah mengalami perubahan bentuk aslinya. Rapa’i yang asli digunakan untuk alat musik tradisional Aceh, sedangkan dalam karya tersebut hanya melahiran sebagian bentuk rapa’i dan kegunaanya sebagai karya seni funsional yaitu kap lampu. Kemudian bentuk rumah Aceh dijadikan sebagai bentuk pendukung dari Rapa’i agar bentuk dan stukturnya lebih kuat dan lebih tajam. bentuk yang dibuat sedemikian karena adanya hubungan timbal balik antara bentuk asli dengan dengan fenomena sosial sehingga muncul bentuk lubang di sekeliling karya. Rapa’i juga menusuk atap rumah Aceh, menggambarkan antara rapa’i dan rumah Acah adalah suatu kesatuan yang utuh. Sehingga terjadi suatu bentuk yang melahirkan bentuk yang baru, dengan tidak meningggalkan struktur aslinya.

Signified (Petanda)

Petanda merupakan suatu makna yang berhubungan dangan aspek mental  dari objek karya, atau sebagai tanda konotasi yaitu makna bukan sebenarnya. Pemaknaan karya bukan berdasakan teks akan tetapi bedasarkan konteks tertentu. Sebuah karya seni petanda biasanya muncul dari ide-ide dalam mewujudkan karya.

Karya di atas yang menjadi petanda adalah Rapa’i (alat musik dari Aceh). Rapa’i dalam karya tersebut berhubungan dangan konteks budaya dan konteks sosial budaya. Makna kerusakan pada penanda dalam konteks budaya  berarti budaya Aceh telah mengalami kerusakan, kepunahan dan tidak sesuai lagi sebagaimana mestinya. Itulah aspek mental yang muncul dari bentuk Rafa’i Aceh dalam Karya tersebut.

Konteks adalah gagasan yang digunakan dalam ilmu bahasa (linguistik, sosiolinguistik, linguistik fungsional sistemik, analisis wacana, pragmatik, semiotika, dll) dalam dua cara yang berbeda, yaitu sebagai. (1) Ling bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; (2) situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Pada dasarnya seni kriya berangkat dari realitas sosial, budaya dan pengalaman impirik.

Secara konteks budaya jelas rapa’i merupakan salah satu produk budaya Aceh, apalagi adanya rumah aceh untuk memperkuat ide dalam penciptaan. Secara sosial pengkarya berusaha mengungkapan keberadaan budaya dan kehidupan sosial masyarakat aceh masa sekarang dibandingkan dengan masa lalu. Tentunya untuk mengungkapkan keberadan budaya dan sosial itu pengkarya harus memahami kejadian yang sebenarnya. Berdasakan bentuk yang diwujudkan karya tersebut memberikan pesan moral kepada penikmatnya. Keberadaan budaya yang tergambar dalam karya itu sudah mengalami perubahan, kerusakan, yang disebabkan oleh pengaruh budaya luar dan juga pengaruh masyarakatnya.

Petanda dalam karya seni muncul berdasarkan penandanya. Maksudnya, suatu karya seni makna dalam konteks tertentu muncul berdasarkan teks yang ada dalam karya tersebut. Tingginya nilai budaya, sosial atau yang lainnya tergantung kepada teks atau bentuknya (Form). Apabila bentuk sebuah karya seni sempurna sesuai dengan tanda yang dimaksudkan, maka karya tersebut akan menimbulkan makna yang sempurna dan mudah dipahami oleh masyarakat. Sehingga karya seni kriya antara bentuk dan isi atau teks dengan konteks serta petanda dan penanda tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi.

 

*Penulis adalah mahasiswa Jurusan Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Padangpanjang, Aktif di Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.