Gayo Jantungnya Indonesia

Catatan : Fauzi Ramadhan

Takengen | Lintas Gayo  : Setidaknya itulah gambaran yang mungkin ada dalam setiap benak para penonton yang sempat menyaksikan pemutaran perdana Film Dokumenter Radio Rimba Raya di Wahana Apresiasi (Wapres) café Rabu  (2/03) malam,  setelah sebelumnya di buka dengan beberapa kata sambutan oleh Bachtiar wartawan senior Aceh Tengah yang diteruskan dengan perkenalan dengan sutradara Ikmal Husin yang akrab di sapa Ikmal Gopi. Sebagai moderator Khalisuddin, salah seorang pendiri situs berita Lintas Gayo.

Film yang berdurasi 80 menit ini telah membuka mata penonton tentang masih minimnya informasi tentang peran penting dari Gayo kala itu dalam mempertahankan sejarah perjuangan Republik Indonesia. Disaat Indonesia sedang mengalami koma. Belanda telah menguasai mayoritas wilayah RI berikut diasingkannya Bung Karno  dan Bung Hatta kala itu.

Saat nadir inilah suara lantang pekik optimisme kemerdekaan dan pantang menyerah para pejuang pendiri Republik ini membelah cakrawala cengkraman penjajahan Belanda saat itu.

Diharapkan dengan hadirnya film ini, penggalan-penggalan sejarah yang sebelumnya terserak akan kembali dapat tersusun baik, berawal dari film dokumenter Radio Rimba Raya. Latar belakang kemunculan film ini dinilai banyak kalangan akan banyak mempengaruhi peran Gayo dimasa lalu untuk lebih dikenal di masa kini di mana peran dari Radio Rimba Raya sendiri memang langka disebut, sekalipun didalam kurikulum sejarah perjuangan pendidikan nasional.

Ini adalah mata rantai berdirinya sebuah negara yang besar yang  kelak bernama Indonesia dan tak boleh terputus  Gayo – Aceh adalah detak jantung terakhir RI pada saat itu.

Hal layak Indonesia mungkin lebih mengenal Bandung lautan api, Serangan Fajar, dan lainnya yang lebih populer dalam berbagai tulisan dan materi pelajaran nasional yang saat ini tertulis dalam sejarah berdirinya NKRI seperti sekarang ini

Tidak salah jika tanoh Gayo mendapat satu sebutan lagi, setelah sekeping tanah syurga yang terlempar kedunia, syurga tersembunyi di Aceh, kini ada nama baru “Tanoh Gayo, Tanah Keramat di Indonesia “seperti diungkap oleh Bakhtiar Gayo, pekerja pers di Aceh Tengah

Dibutuhkan apresiasi dari berbagai pihak yang memiliki kompetensi di bidang ini untuk dapat mendorong para pelaku pengumpul, penulis bahkan sineas berbakat yang peduli dengan sejarah ini, terutama pemerintah daerah yang terkait agar sejarah ini tidak kemudian hilang tanpa jejak.

Mengingat sulitnya menggali informasi tentang sejarah perjuangan pergerakan Republik Indonesia  di masa lalu di Tanoh Gayo,  akibat nara sumber dimana kita seharusnya  mendapatkan informasi ini kebanyakan sudah meninggal dunia. Seperti telah dituturkan oleh Ikmal sang sutradara, ditambah kendala financial dan hambatan lain yang membuat film terbaik versi FFI ini harus memakan waktu 4 tahun hingga kemudian dapat disaksikan oleh public. Hingga sempat disertakan dalam berbagai event festival film internasional di berbagai negara salah satunya adalah Jepang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.