Catatan : Subhan Gayo
BILA kau bepergian ke Danau Lut Tawar, sebaiknya sekaligus ke pesanggrahan langit Pantan Terong. Kunamai pesanggrahan langit karena memang tingginya laksana ada dilangit.
Di sana kau akan dapat memandang hamparan pemandangan yang menakjubkan seputaran danau yang dikelilingi pemukiman, tentu saja setelah harus menahan degup jantung saat mendakinya. Bukan karena kecapaian, lebih banyak karena perasaan tegang. Perasaan yang luar biasa. Orang bilang, itu adalah rasa petualangan, penuh tantangan. Bayangkan, bila ada jenis pendakian penuh kelok dengan kiri kanan jurang dan kau kawatirkan kondisi kendaraanmu saat menaikinya, itulah Pantan Terong.
Imbalannya, ketika sampai di puncak, kau akan berada di sebuah tebing yang menghadap ke kota Takengon yang letaknya di pinggir danau. Dan perasaan semula deg-degan, akan berganti takjub. Kukira kau akan menganggap itu harga yang pantas.
Kalau beruntung, awan bakal tergenggam olehmu. Tentu saja berharaplah ia tidak menghalangimu untuk ‘view’ yang dahsyat di bawah sana. Cukup sulit memang menebak waktu terbaik untuk berkunjung. Karena awan datang entah dari mana. Begitu pun perginya. Meskipun begitu, awan tetap saja penuh daya pesona. Paling tidak apa yang diceritakan oleh Katon Bagaskara tentang Sebuah Negeri di Awan, akan dapat kau saksikan di sana. Bersiaplah untuk momen yang mistis tentang sebuah sudut dataran tinggi Gayo yang satu ini. Tentu saja jangan sampai lupa membawa kamera dan baju tebal.
O ya, suatu ketika aku bersama rombongan kantor berkunjung ke Pantan Terong. Ternyata salah seorang di antara temanku ada yang takut akan ketinggian. Apa boleh buat, temanku itu terpaksa hanya terduduk lemas di sebuah pojok bangunan yang ada di sana. Lucunya, dia termasuk orang yang selama ini kukenal cukup pemberani. Terlihat betapa dia pucat pasi dan sangat menyesal telah ikut dalam rombongan. Tentu saja aku adalah orang yang paling merasa bersalah, karena akulah inisiator tamasya itu. Aku memang lupa menjelaskan bahwa tempat yang bakal dikunjungi memiliki ketinggian yang tidak biasa. Meskipun telah kucoba menghiburnya bahwa semua akan baik-baik saja, ketinggian ternyata punya sisi yang begitu kuat dan telah mengusir keberaniannya. Terlihatlah situasi yang aneh : sebagian temanku yang lain ketawa-ketiwi sekaligus potret sana potret sini, temanku itu malah meringkuk lesu mengharapkan tamasya segera berakhir.
Jauh setelah itu, terinspirasi oleh Pantan Terong, kutuliskan kata-kata ini :
Hidup….
Hidup itu seperti mendaki gunung.
Tidak mudah.
Kau harus membuat pilihan dan membawa keyakinan serta keberanianmu.
Saat kau melihat ke belakang, kau baru tahu begitu banyak jurang dan pendakian yang sudah dilewati.
Lega rasanya bahwa semuanya tidaklah seburuk yang disangka.
Semakin tinggi, pandanganmu semakin luas.
Meskipun kau cemas, kau tahu itu indah. Karena kau tahu, kesulitan itu tertaklukan juga.
Sebenarnya, sejak awal hingga sampai di puncak, kau ingin tidak sendiri. Kau butuh berbagi.
Yang perlu kau sadari, pendakianmu adalah perjalanan hidup menuju langit.
Dari Arasy yang tinggi, Allah menatap langit pencapaianmu.
Untuk diberi-Nya keindahan yang tak terperi.
—
* subhangayo[at]gmail.com