Tanah Serpihan Surga

Catatan Subhan Gayo

KAWAN,  engkau pasti tahu bahwa tanah ini adalah sebuah negeri yang telah dianugerahi kalimat hikmah tentang bagaimana caranya menguasai ilmu dan pengetahuan yang nantinya akan membimbing kita menuju kebahagiaan tak bertepi.  Tentu juga engkau tidak akan membantah bila kukatakan bahwa negeri ini dikaruniai kekayaan alam yang tidak terkira banyaknya. Kita pun sama-sama memaklumi tanah hitam negeri ini berisi zat-zat kesuburan yang menakjubkan yang menumbuhkan apa saja untuk kemakmuran penduduknya. Layaknya dalam kiasan-kiasan : tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

Orang juga mengatakan tanah ini bak tanah serpihan surga dengan hamparan keindahan khayali yang senantiasa disirami hujan dan sinar surya silih berganti sepanjang tahun. Aku tahu engkau pasti akan sepakat denganku : tidak akan cukup beberapa kata atau kalimat sederhana untuk melukiskan betapa negeri ini adalah negeri yang dilimpahi  kebaikan.

Selayaknyalah aku dan kau mulai dan terus menghitung satu demi satu dan helai demi helai semua kebaikan yang terhampar ini. Karena ternyata kita adalah bagian yang diberkahi dengan kelahiran, tumbuh, dewasa  dan mungkin akan mati di blessed land ini.

Mari kita hitung ketiada-hinggaan ini. Semakin lelah hitunganmu, semakin dapat kau buktikan bahwa Allah telah memberi kita sesuatu dengan Kemaha Kaya-anNYA. Dan semakin kau merasa tak sanggup, itupun semakin membuktikan bahwa DIA memang Maha Luas KemurahanNYA.

Rasakanlah setiap titik-titik kebaikan itu merasuk ke sanubari yang paling dalam agar jiwa menjadi paham bahwa ternyata betapa beruntungnya kita ditakdirkan menjadi bagian kebaikan ini. Resapilah agar rasa nikmat yang bertambah-tambah akan menghidupkan hatimu. Perkuat kesadaranmu bahwa apa yang kau rasakan adalah berasal dari NYA. Akuilah dengan takzim dan rendah hati bahwa DIA-lah satu-satunya yang pantas kau sembah dan puji.

Lalu sembahlah DIA dengan puncak kekusyukanmu. Pujilah DIA dengan kalimat terbaik dari khasanah terindah pemahamanmu. Lihatlah, betapa mudahnya kau bersyukur padaNYA. Bukankah kau pun akan sepakat bahwa keputus asaan seharusnya tidak ada lagi di sini?

Kawan, dalam penatnya menjalani hari-hari jiwaku acapkali bertanya. Mengapa limpahan kasih sayang yang tak berbatas ini kadang kala seperti tak tampak oleh mata kita? Mengapa justeru kemiskinan dan kebodohan terasa begitu perkasa melilit banyak tubuh anak negeri ini bahkan mampu mematahkan semangat dan mencabik-cabik harapan mereka?

Mengapa kelaparan masih bisa merajalela di saat panen-panen selalu ada di tanah-tanah yang tak gersang ini? Mengapa orang-orang semakin merasa asing dan mencari-cari keadilan di tempat-tempat nama Tuhan dilafazkan? Mengapa kini orang lebih suka berdandan dan mematut-matutkan diri di saat cermin telah pecah berkeping-keping oleh tangannya sendiri?

Mengapa begitu banyak orang-orang lebih sibuk memperebutkan kursi-kursi yang tak pantas untuk didudukinya? Mengapa suara-suara tidak lagi lantang berbicara tentang kasih sayang kepada sesama? Mengapa kalimat-kalimat hikmah seperti tidak lagi berwibawa di telinga anak-anak negeri ini? Mengapa tanah negeri ini semakin terasa panas dan menampakkan kemurkaannya? Mengapa? Apa yang salah dengan kita?

Ah, Kawan. Mungkinkah semua ini karena hati kita yang sudah semakin buram cahayanya? Atau,  agaknya kita telah lupa bahwa ujian kita sesungguhnya ternyata adalah diri kita sendiri? Negeri permai ini, yang adalah ibu kita, sepertinya pun telah kehabisan air mata menyaksikan tingkah polah kita. Sekeras itu kiranya hati kita.

Kawan, tentulah akhirnya  tanggung jawab harus dikembalikan ke tempat semestinya. Padaku dan kau. Lihatlah. Kita telah berada di sebuah persimpangan yang menentukan. Junjungan Alam SAW. telah mewariskan kalimat hikmah ini untuk manusia :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS. Al A’rof [7] : 96)

Tidak ada yang harus berubah kecuali diriku dan dirimu, Kawan. Waktu berjalan seperti sedia kala, tak terhentikan. Generasi baru akan menggantikan kita. Suka atau tidak suka, pasti akan terjadi. Rela atau pun terpaksa, tidak akan ada kemungkinan untuk mencegahnya.  Negeri indah ini yang akan menjadi saksi apakah keberkahan dari langit dan bumi itu pantas kita peroleh atau tidak. Dan anak cucu kita nanti yang akan mewarisi segala sesuatunya. Kehancurankah yang akan ditinggalkan untuk mereka?

Lebih dari itu. Suatu saat nanti semua perhitungan tentang kita akan nyata. Zarah demi zarah akan sangat berarti. Selain tubuh kita, negeri serpihan surga inipun akan menjadi saksi tentang apa yang telah kita perbuat. Itulah saat penentuan terakhir. Surga sejati atau nerakakah tempat kita akhirnya.

Kawan, dalam kesempatan yang tidak banyak lagi ini, marilah memulainya dengan beristighfar dan bersyukur. Lalu berikhtiar sekuat tenaga dan tawakal kepadaNYA. Dan terus begitu sampai ajal di depan mata. Menjemput kita.

Pangkal Pinang, 10 Dzulhijjah 1433 H. (subhangayo[at]gmail.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.