SAMPAH, ya sampah. sebagai mana kita ketahui, sampah dianggap oleh sebagian orang hanyalah suatu benda busuk yang tidak berguna, baunya menyengat, dan ujung-ujungnya menghuni tempat pembuangan akhir (TPA).
Bahkan dibeberapa kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta sampah sudah menjadi momok dan sumber masalah. Seperti, pencemaran lingkungan, merusak pemandangan, sebagai sumber penyakit dan ketika musim hujan tiba, sampah menjadi penghambat lajunya air hujan disungai-sungai sehingga terjadilah banjir yang sudah menjadi tradisi tahunan yang hingga kini belum bisa diatasi secara tuntas di Negeri ini.
Begitupun di kota Takengon, belakangan di media ini sering sekali muncul pemberitaan-pemberitaan mengenai sampah, diantaranya foto-foto kerusakan danau Lut Tawar yang salah satu pemicunya tidak lain adalah sampah, selain itu juga diberitakan sebuah perusahaan asing bernama DiCOM Tecnology berasal dari Australia yang bergerak dalam manajemen pengelolaan sampah berteknologi tinggi dan telah mempresentasikannya dihadapan PJ Bupati, ketua, wakil ketua dan beberapa anggota DPRK Aceh Tengah November 2012 lalu.
Hal ini menandakan debit sampah yang ada di Takengon kian hari kian meningkat jumlahhnya. Yang terakhir ialah penyelamatan dan penghijauan lingkungan di Gayo atau lebih dikenal dengan isu “Gayo Go Green” yang digagas oleh Gayo Globe, tentunya upaya mensosialisasikan gagasan ini karena bentuk keprihatinan atas kerusakan-kerusakan lingkungan di daerag Gayo dan sudah sepatutnya sebagai orang Gayo kita menyambut positif gagasan yang disosialsasikan oleh Gayo Globe ini.
Penurut pengamatan penulis sendiri, sejauh ini sampah-sampah yang ada di kota Takengon hanya dikumpulkan oleh petugas kebersihan dan kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir yang ada di Bur Lintang. Bahkan ada sebagian warga yang membuang sampah secara liar dibeberapa titik di kota Takengon. Seperti di Paya Ilang misalnya, pembuangan sampah seperti ini amat sangatlah mengganggu pandangan dan pengelitan bukan tidak mungkin akan berimbas pada pencemaran lingkungan.
Pembuangan sampah yang di buang ke Temat pembuangan akhir di Bur Lintang juga sangat mengganggu pengguna kendaraan bermotor ketika tengah dalam perjalanan dari Isak kecamatan Linge menuju arah kota Takengong atau arah sebaiknya. Bau busuk yang menyengat ini dikhawatirkan mengganggu konsentrasi pengguna jalan sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Untuk mengatasi masalah sampah dan hal-hal yang ditimbulkan oleh benda tersebut, maka diperlukan sebuah inovasi yang mampu mengatasi masalah sampah. Misalnya, dibeberapa daerah di Indonesia seperti kota Malang dan Pacitan Jawa Timur telah merealisasikan ide kreatif dalam menghadapi produksi sampah yang kian meningkat setiap tahunnya. Yakni dengan membuat Bank sampah. Ya, Bank sampah Malang atau Bank sampah Pacitan tepatnya. Yang belakangan kerap muncul di Televisi karena ide kreatif dan inovatif yang digagas oleh pemkot Malang yang kemudian disertai dengan bermunculannya Bank sampah-Bank sampah lain di kota besar di Indonesia misalnya di Medan dan di Palembang. Bahkan hingga saat ini di kota Palembang Sumatra Selatan terdapat empat instansi Bank sampah.
Bukankah Bank tempat penyimpanan uang, bukannya sampah? Benar sekali. Inilah yang kita kenal dengan sebuah inovasi, menyulap dari hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Merubah sampah menjadi uang menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Untuk menjadi nasabah juga tidak jauh berbeda seperti Bank-Bank yang ada pada umumnya. Cukup mendaftar dan selanjutnya menyetorkan sampah-sampah yang telah dikumpulkan, ditimbang, dan hasil timbangannya itulah yang nantinya akan menghasilkan uang dan dicatat dalam buku rekening.
Melihat pelayanan-pelayanan yang diberikan Bank sampah yang telah berjalan dibeberapa kota di Indonesia (walaupun hanya melalui layar televisi) sangatlah bermanfaat, seperti; membayaran listrik dan PDAM.
Kalau orang lain bisa? Mengapa kita tidak? Inilah yang menjadi tugas kita bersama, dibutuhkan kerja sama. Terutama pemerintah dan berbagai elemen masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Mengenai Bank sampah, hal ini juga sering diutarakan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, dalam setiap kesempatan mengisi acara Televisi, beliau menegaskan bahwa “Pengembangan bank sampah ini harus menjadi milestone perwujudan pembangunan yang mengentaskan kemiskinan (pro poor), pembangunan yang mampu menciptakan peluang kerja (pro job), dan pembangunan yang melindungi dan melestarikan lingkungan hidup (pro environment)”.
Seperti halnya Prinsip dasar pengelolaan sampah yang ramah lingkungan adalah harus diawali oleh perubahan cara kita memandang dan memperlakukan sampah. Sudah saatnya kita memandang sampah punya nilai guna dan manfaat sehingga tidak layak dibuang percuma.(erwiniks[at]gmail.com)
*Alumni MAN 1 Takengon, kini mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta