Takengen: Lintas Gayo – Terkuaknya informasi pengerusakan hutan serta sejumlah masalah lain akibat tindakan perusahaan PT Anchen Huaqong yang beroperasi diKecamatan Linge, Aceh Tengah sejak 2010 mendapat tanggapan dari pemuda setempat.
Tokoh pemuda Linge, Namtara Linge menyatakan, perlakuan tersebut merupakan penjajahan langsung yang dilakukan oleh perusahaan asal Cina tersebut. “Mereka menggarap ribuan pohon pinus, bahkan mungkin sudah jutaan pohon yang diambil getahnya,” sebutnya.
Selaku pemuda Linge, Namtara menilai perusahaan itu tidak ada keuntungannya bagi masyarakat setempat, “Kedatangan mereka sangat merugikan karena ekosistem alam kami di rusak begitu saja,” ujarnya.
Namtara bahkan menilai Bupati Nasaruddin sebagai pemangku kepentingan lamban dalam menangani masalah ini, “Kok pihak yang Bupati baru tahu sekarang, kalau perusahaan itu telah melanggar kesepakatan dan sebagainya, ini aneh bin ajaib,” pungkasnya.
Tidak hanya itu, alumnus STAIN Gajah Putih tersebut juga merasa kecewa terhadap pemerintah daerah, karena melarang masyarakat setempat menebang kayu untuk membuat bangunan rumah. “Ironisnya, kalau masyarakat memotong (menebang-Red) pinus untuk membangun rumah diintrograsi, mana surat izin penebangan, mana ini? mana itu?, tapi perusahaan Cina merusak hutan semua diam kan? semua bisu?” ucapnya dengan nada geram.
Dilain pihak, Dinas Kehutanan memasang Pamflet sosialisasi diwilayah hutan Linge bertuliskan, “hutan merupakan titipan buat anak cucu kita”, sementara dilapangan kata Namtara, perusahaan dari luar memperkaya diri dari daerah kita dengan merusak, tetapi pihak terkait baru bereaksi, dan masyarakat hanya jadi penonton.
“Kita berharap PT Anchen Huaqong segera di stop beroperasi Dan membayar ganti rugi terhadap kerusakan yg mereka lakukan,” tegas Namtara Linge.
Seperti diketahui, perusahaan asal Cina, PT Anchen Huaqong, disebut-sebut telah ingkar janji kepada Aceh Tengah. Masalah ini terkuak oleh pemberitaan salah satu media cetak di Aceh, yang beredar pada Selasa (22/10/2013).
Disebutkan media tersebut yang mengutip pernyataan Nasaruddin, Bupati Aceh Tengah, perusahaan itu sebenarnya hanya berhak atas 5.000 hektare hutan produksi di Umang, Umang, Jamat, Payung, dan Pertik. Tetapi perusahaan asal Cina itu menyadap di yang berbeda, tidak dilakukan dilokasi yang disepakati, sesuai dengan konsesi (pembukaan lahan) PT Anchen Huaqong yang masuk ke Aceh Tengah sejak 2010.
Bukan hanya mengenai lahan produksi, perusahan ini juga melanggar kesepakatan dengan mempekerjakan orang dari Cina untuk melakukan penderesan, padahal dalam perjanjian, perusahaan hanya menampung getah, sedangkan penderesnya adalah warga dengan luas lahan tertentu.
Perusahan PT Anchen Huaqong juga dianggap telah menyadap getah yang tidak sesuai dengan ukuran sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi usia pohon pinus. (Tenemata)