Oleh : Ramli Prayoga
Lintas Gayo – Laporan pemeriksaan keuangan menyatakan, lembaga pemerintahan yang terkorup adalah Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan. Suatu laporan yang memilukan karena mengungkapkan realitas sosial yang akurat. Bangsa Indonesia sesungguhnya sedang menderita sakit parah karena ternyata hampir semua lembaga pemerintahan dan lembaga negara sudah terbukti melakukan korupsi
Departemen Agama mengurusi kesehatan mental spiritual bangsa, Departemen Pendidikan Nasional mengurusi kesehatan intelektual bangsa, dan Departemen Kesehatan mengurusi kesehatan fiskal bangsa, semuanya telah busuk dan membusuk. Adakah obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan penyakit Korupsi di Indonesia ?
Saat ditanya mengapa Depag paling besar korupsinya, jawabannya karena disana banyak orang yang tahu bagaimana cara menghapus dosa sehingga mereka menganggap korupsi hal yang biasa dan tidak berpengaruh terhadap negara dan masyarakat indonesia. Saat ini pejabat negara kita seperti Ratu Atutyang hendak pergi menunaikan ibadah Haji dan Umroh adalah salah satu cara untuk memutihkan dan membersihkan dirinya dari perbuatan korupsi untuk menghapus dosa-dosanya dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, ramainya umroh para artis, pejabat dan politisi ditenggarai sebagian dari penghapus dosa-dosanya.
Dalam kaitan ini, dimensi horizontal kehidupan sosial agama terlepas dengan melemahnya etika sosial bangsa, padahal kemiskinan kian besar, sementara dosa korupsi lebih merupakan dosa horizontal yang tidak bisa dihapus melalui jalur vertikal. Karena dosa kepada sesama manusia belum bisa dimaafkan oleh bangsa kita yang masih sadar akan pentingnya keadilan, terlebih lagi mereka yang bertempat tinggal dikolong jembatan.
Kemudian dilihat dari budaya politik yang berkembang di Indonesia selama ini dipengaruhi oleh konsep kekuasan yang mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan politik bangsa, dari dahulu hingga kini. Kecenderungan memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang sakral karena turunan dari kekuasaan besar yang gaib dan ilahiah. Akibanya, kekuasaan selalu mempunyai kecenderungan kuat untuk berkembang menjadi sentralistik, otoriter, dan absolut, dengan dampak negatifnya memberi ruang yang sangat longgar bagi para korupsi, kolusi dan nepotisme dipusat kekuasan itu sendiri.
Apalagi kini korupsi telah meluas samapi ke pelosok negeri, bersamaan dengan meluasnya otonomi daerah dan menyebar keberbagai lembaga kekuasaan negera,seperti eksekutif, legislatif dan bahkan yudikatif sebagai lembaga penegak keadilan melakukan korupsi, seperti Akil Moctar sebagai ketuaMahkamah Konstitusi dan lembaga tertinggi negara Indonesia meneriama suap dari salah satu calon kepala daerah di Banyumas.
Oleh karena itu, jika pemerintah dan partai politik sekarang terkesan gamang dan lamban memberantas korupsi. Itu karena kenyataan menunjukkan terlalu banyak orang yang sudah terjerat tindakan korupsi baru akibat perluasan kekuasan era reformaasi, bahkan pejabat pemeintah, penguasa dan politisi yang ada kini sangat mungkin untuk menjadi bagian penting proses pergiliran kesempatan untuk korupsi. Saat ini, hanya presiden yang belum tercium bau korupsinya oleh KPK. Namun begitu, tidak tertutup kemungkinan untuk mengikuti jejak ketua MK. Selain Presiden, Wakil dan jajaran pemerintahan lainnya sudah pernah mengalami pemeriksaan oleh KPK terkait korupsi, kolusi dan nepotisme.
Penulis : Mahasiswa IlmuPemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang