Dolly Ditutup, Risma: “Yang Melanggar Ditindak.”

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini (Foto: Tempo.co)
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini (Foto: Tempo.co)

Surabaya – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan akan menindak pemilik wisma, muncikari maupun pekerja seks komersial di lokalisasi Dolly dan Jarak yang tetap berpraktek pascadeklarasi penutupan tempat prostitusi tersebut, Selasa malam, 18 Juni 2014.

Menurut Risma, wisma-wisma prostitusi itu akan dikembalikan pada fungsinya, yakni sebagai pemukiman warga. “Yang melanggar akan ditindak,” kata Risma usai acara Deklarasi Warga Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan untuk Alih Fungsi Wisma dan Alih Fungsi Profesi Bagi Wanita Harapan di aula gedung Islamic Center, Jalan Dukuh Kupang.

Deklarasi tersebut dihadiri ratusan warga Putat Jaya, Menteri Sosial Salim Sagaf Al Jufri, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Unggung Cahyono dan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur KH Hasan Muttawakil Alallah. (Baca: Lokalisasi Dolly dan Jarak Resmi Ditutup )

 

Menurut Risma, Pemerintah Kota Surabaya telah menyiapkan skema untuk mengentaskan para pekerja seks tersebut dari profesinya selama ini. Dari total 1.449 pekerja seks, tiap orang mendapat dana kompensasi sebesar Rp 5.050.000. Adapun muncikari yang berjumlah 350 orang, masing-masing akan mendapatkan Rp 5.000.000.

Pemberian kompensasi juga berlaku untuk warga sekitar yang terdampak penutupan. Risma mempersilakan pekerja seks dan muncikari untuk mengambil dana kompensasi tersebut ke Pemerintah Kota. Pemberian dana kompensasi itu akan ditunjang dengan program rehabilitasi para pelaku bisnis prostitusi itu. “Yang tidak mau mengambil (dana kompensasi) kita tinggal,” ujar Risma.

Risma membantah kabar bahwa banyak pekerja seks yang menolak kompensasi tersebut dan memilih tetap praktek sebagai pemuas nafsu. Menurut wali kota perempuan pertama di Surabaya itu, para pekerja seks banyak yang takut bersuara karena diintimidasi pihak-pihak yang selama ini mengambil untung dari geliat bisnis prostitusi di Dolly. “Mereka itu diam karena diintimidasi agar menolak program Pemerintah Kota. Percayalah sama saya, saya punya datanya kok,” kata Risma.

Risma mengatakan, Pemerintah Kota bertekad memutus mata rantai bisnis pelacuran yang simpulnya berada di Dolly. Sebab, praktek pelacuran itu hanya menguntungkan pemilik modal. Adapun pelacurnya justru dieksploitasi habis-habisan. Belum lagi maraknya perdangan perempuan di bawah umur yang masuk ke Dolly.

Di sisi lain, penularan virus HIV/AIDS juga makin banyak diidap para pekerja seks. “Pekerja seks yang sudah tua dan sakit-sakitan tidak diurusi. Mereka hampir mati, kami yang membawanya ke rumah sakit. Ini fakta,” kata Risma.

Deklarasi itu mendapat penjagaan ketat dari aparat Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Tak kurang dari 1.400 personel diturunkan. Ketatnya penjagaan itu untuk mengantisipasi ancaman pembubaran acara deklarasi yang akan dilakukan oleh warga yang kontra-penutupan Dolly. Namun hingga acara berakhir, ancaman itu tak terbukti. (KUKUH S. WIBOWO/Tempo)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.