Oleh : Ghazali Abbas Adan*
Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014 sudah usai. Hasilnya KPU sudah memutuskan dan mengumumkan pasangan Jokowi-JK terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019.
Kendati dalam proses pemilu itu terjadi rupa-rupa dinamika, namun harus juga disyukuri tidak ada darah anak bangsa yang tumpah dan tidak ada korban nyawa. Ini jauh berbeda dengan pilkada 2012 dan pemilu legislatif 2014 di Aceh, beberapa nyawa manusia dihilangkan gerombolan fasis jahiliyah, dan anasir gerombolan fasis jahiliyah pelaku pembunuhan itu sudah divonis hukuman atas tindakan biadabnya itu. Kiranya dalam pemilu-pemilu di Aceh yang akan datang gerombolan fasis jahiliyah tidak ada lagi
Menanggapi hasil pilpres para petinggi Aceh mengeluarkan pernyataan dengan gaya dan cara masing-masing, sebagaimana kita baca di media massa (Serambi, 23/7/2014). Yang satu, yakni Zaini Abdullah menyatakan; “Saya berharap, kemenangan Jokowi-JK akan membawa dampak positif dalam hubungan Aceh-Jakarta dan pembangunan Aceh yang holistik yang akan kami wujudkan dalam tiga tahun ke depan”. Sementara yang satu lagi, ialah Muzakir Manaf juga menyatakan; “Para pendukung kedua pasangan capres di Aceh, setelah tahu pasangan mana yang jadi pemenang, jangan saling sindir atau saling ejek karena hal itu bisa memicu kekisruhan”.
Dari dua macam pernyataan ini, saya menggaris-bawahi ungkapan Bapak Muzakir Manaf ihwal saling sindir dan ejek pasca pemilu. Karena di pantai timur Aceh hal demikian sering terjadi. Pasca pilkada dan pemilu legislatif kelompok yang menang dengan tampilan pongah dan arogan sangat rajin menyindir dan mengejek pendukung kontestan yang kalah, kendati tidak sampai terjadi kekisruhan, karena pihak yang kena sindiran dan ejekan itu acuh saja, maklum, orang sedang mabuk kemenangan, sering ngoceh, rabue, bahkan cenderung seperti orang gila, gila kekuasan. Karenanya tidak perlu ditanggapi.
Disamping strasing saya terhadap pernyataan Bapak Muzakir Manaf tersebut – (ihwal sindiran dan ejekan, yang saya yakini, bahwa para pendukung Jokowi-JK cukup cerdas, dewasa dan tawadhu’ menerima kemenangan, sehingga tidak seperti anasir dungu dan ediot yang saya sebut di atas ketika memperoleh kemenangan) – ada sepenggal pernyataan Bapak Muzakir Manaf sebelumnya yang sampai saat ini masih mengganjal dalam pikiran saya, dan saya kira cukup banyak rakyat Aceh mengalaminya, yakni pernyataan; “Kalau Jokowi-JK menang, jahannam Aceh”. Menurut saya, ini adalah ungkapan yang bombasti dan amat sangat menakutkan bagi rakyat Aceh yang heterogen yang ingin hidup dalam suasana solid, damai, aman, tenteram, rukun, toleran, berkemakmuran dan berkeadilan.
Faktanya sekarang, Jokowi-JK telah diputuskan dan ditetapkan KPU sebagai pemenang. Dengan fakta demikian, saya pribadi sebagai rakyat Aceh, dan/atau boleh jadi banyak rakyat Aceh mengalami kegelisahan dan ketakutan seperti saya, akibat dari pernyataan Bapak Muzakir Manaf tersebut.
Adalah Bapak Muzakir Manaf – terlepas apakah didapatkan secara demokratis, beradab, terhormat dan bermartabat atau tidak – de facto saat ini merupakan pejabat publik dengan posisi di puncak, tentu setiap pernyataan yang dikeluarkan ke publik tidak asal bunyi, alias asai ka meujunkat keueng, tetapi berdasarkan analisa mendalam, perspektif, cerdas dan arif, sehingga ia menjadi pelajaran dan pegangan bagi publik. Karenannya, dengan penuh harapan kiranya Bapak Muzakir Manaf berkenan mengklarifikasi pernyataannya itu. Yakni kira-kira apa dan bagaimana analisa dan alasan prinsipil Bapak sehingga berkesimpulan jika Jokowi-JK menang, jahannam Aceh.
Wassalam
Calon Angota DPD Terpilih Tahun 2014-2019*