Bismillahirrahmanirrahim..
PEKAN lalu, kabar menggembirakan dari organisasi Muhammadiyah. Tepatanya hari Selasa (09/09/2014) salah satu ormas Islam terbesar dan tertua di Indonesia di ini Indonesia ini ikut berperan menyumbangkan dana sebesar Rp. 2,5 milyar untuk rakyat Palestina. [baca: Muhammadiyah Bantu Palestina 2,5 Milyar]
Bantuan langsung diserahkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Din Syamsudin dan diterima Kedubes Palestina untuk Indonesia Fariz N. Mehdawi, serta ikut pula beberapa perwakilan lembaga dari persyarikatan Muhammadiyah. Di antaranya LazisMu dan Lembaga Penangulangan Bencana Muhamadiyah (MDMC).
Bantuan Palestina dari Muhammadiyah bukan kali pertama ini. Sebelumnya bantuan yang sama telah dikirim pada bulan lalu. Adapun nominal yang terkumpul sebesar Rp. 500 juta melalui Prakarsa Persahabatan Palestina.
Yang menarik, dana itu terkumpul dari kepedulian warga Muhammadiyah seluruh Indonesia terhadap rakyat Palestina melalui cabang-cabang Muhammadiyah lewat tiga jalur; kotakamal, jalur amil zakat infaq sadakoh di Muhammadiyah yang dikumpulkan oleh MDMC .
Terus terang sebagai warga saya sangat gembira. Muhammadiyah ikut memikirkan nasib saudara-saudara kita yang menderita.Tetapi saya juga sangat risau. Kerisauan saya bukan tanpa alasan. Pertama, bantuan itu diberikan melalui Kedubes Palestina untuk Indonesia Fariz N. Mehdawi, bukan langsung pada perwakilan warga di Gaza.
Terus terang, biasanya, perwakilan kedutaan Palestina mayoritas adalah orang Fatah. Sementara, kejahatan paling keras Israel banyak diarahkan pada warga Gaza, di mana Fatah tidak banyak di Gaza.
Palestina memang tidak hanya Gaza. Sebanyak 2,75 juta warga Palestina juga tinggal di Tepi Barat, termasuk 500 ribu orang di Yerusalem.
Palestina adalah salah satu negara terjajah. Bayangkan, Penjajah Israel terus membangun permukiman milik warga. Sementara pemilik aslinya hidup tertekan harus melewati 600checkpoints.
Di sisi lain, dengan jumlah penduduknya hampir mencapai 1,5 juta orang, dengan panjang wilayah hanya 35 kilometer dan lebar 10 kilometer Gaza masih dikepung berbagai lini termasuk tembok-tembok tinggi, baik wilayah darat, laut dan udara selama hampir 7 tahun. Blokade ini menyebabkan keluarga terpisah, kesulitan ekonomi dan penderitaan lainnya.
Umumnya agresi penjajah Israel – termasuk serangan-serangan Israel semenjak 2008 dan 2012 dan terakhir Juli 2014– justru diarahkan kepada warga Gaza.
Mengapa Gaza? Karena hampir semua penduduknya dan HAMAS sebagai orang-orang pejuang yang tak mau tunduk dengan penjajah Israel. Dan mereka berharap bisa terlepas dari penjajahan dan memerdekaan Masjid Al-Aqsha.
Sementara salah satu fraksi terbesar dari PLO (Palestine Liberation Organization), Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini atau Gerakan Nasional Pembebasan Palestina atau disingkat Fatah yang didirikan tahun 1958, dikenal memiliki track-record kurang baik. Sebab Selama ini mereka selalu ‘bekerjasama’ dengan penjajah-Israel dan selalu mencederai perjuangan rakyat Palestina (khsususnya Gaza) untuk membebaskan al-Quds.
Israel dan Barat (khsususnya Amerika) tahu hal ini. Karena itulah, meski Hamas memenangkan Pemilu mayoritas tahun 2006, kemenangan itu tak diakui Barat (Amerika dan sekutunya) dan Israel.
Benyamin Netanyahu kala itu bahkan menegaskan menentang pemerintahan bersatu Palestina dan memberikan ancaman kepada kubu Fatah untuk dua pilihan; “berdamai dengan Israel” atau “bersatu dengan Hamas”. Rupanya Fatah selalu “ingin berdamai” (maksudnya, rela dijajah dan dirampas, asal diberi kekuasaan). Sedangkan Hamas dan rakyat Gaza lebih memilih menjaga izzah agama dan membela kehormatan umat Islam sedunia.
Karena itulah Amerika dan Israel menempatkan Hamas sebagai “teroris” sedangkan Fatah dan PLO tidak. Bedanya jelas sekali. Muslim yang paham isi Al-Quran pasti tahu, kelak, semua orang Islam akan “diteroriskan”. Karena itu pula, perwakilan Palestina di negara manapun, bahkan dalam pertemuan membahas Palestina di manapun, Israel dan Amerika tidak pernah menganggap rakyat Gaza dan Hamas. Sebab, mereka lebih suka Fatah, dan kelompok-kelompok yang mudah didekte.
Beda mencolok lagi, saat tiap tahun Gaza diserang, , tak ada sikap tegas faksi Fatah. Boro-boromengirim bentuan, fakta menunjukkan mereka hanya berdiam diri saat Gaza dibombardir penjajah Israel. Sebaliknya, Hamas justru rela menyerahkan kemenangannya (Pemilu 2006 rakyat memilih Hamas) dan menyerahkan kekuasaanya dalam Pemerintahan Nasional dibawah Mahmud Abbas yang banyak disetir Israel.
Bahkan, Duta Besar Palestina untuk Indonesia sebelum ini, Ribbhi Awad juga orang Fatah. Mantan Presiden Palestina, Yasser Arafat menikahi Suha Tawil, seorang Kristen Palestina.
Pertanyaan saya, bagaimana mungkin organisasi besar sekelas Muhammadiyah tidak berhati-hati mempetakan masalah ini?
Seharusnya, Muhammadiyah dengan jaringannya seluruh dunia, bisa mengirim sendiri ke rakyat Gaza, bukan melalui perwakilan Palestina.
Muhammadiyah harus kembali melahirkan orang diatas almarhum Lukman Harun, mantan Ketua Hubungan Luar Negeri/Jurubicara Muhammadiyah di Luar Negeri yang dikenal punya akses luar negeri dan lancar berkomunikasi dalam bahasa Arab.
Sebelum Muhammadiyah, Pemerintah Aceh juga melakukan hal sama. Mereka menyalurkan bantuan masyarakat Aceh untuk Palestina via Dubes Palestina di Jakarta.
Semoga surat pendek ini menyadarkan kita, agar tidak meniru pemerintah SBY yang juga lebih suka melihat Palestina dengan kacamata Israel dan Amerika. Wallahu a’lam.*
Tamam Mubarak
Warga Muhammadiyah Surabaya