Oleh : Istarani*
I. Pentingnya Bahasa Gayo.
Salah satu penyebab diakuinya eksistensi suku Gayo adalah karena adanya bahasa gayo itu sendiri. Jadi, sepanjang bahasa gayo masih eksis, maka suku Gayo itu masih tetap diakui sebagai salah satu suku yang ada di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya. Begitu juga dunia, dunia mengakui ada suku gayo berkat adanya bahasa Gayo itu sendiri.
Dengan demikian, sepanjang bahasa gayo masih mengema, maka suku gayo tetap diakui keberadaannya. Akan tetapi, begitu juga sebaliknya, jika bahasanya berkurang, maka otomatis berkurangnya pengakuan dunia terhadap eksistensi suku gayo. Lebih-lebih kalau bahasa gayo sudah tidak ada lagi, maka hilanglah suku gayo dari permukaan bumi ini. Apakah itu yang kita maunyi ? tentunya tidak. Oleh karena itu, tulisan ini memberikan pembelajaran bagi kita suku gayo untuk dicermati.
Bila kita cermati, penggunaan bahasa gayo dikalangan orang gayo saat ini sangat-sangat memperihatinkan, sebab orang gayo sudah tidak menyadari betapa pentingnya berbahasa gayo. Ia sudah tidak merasa bangga dengan bahasa gayo. Oleh karena itu, saat ini ada orang gayo yang sudah malu berbahasa gayo, dianggap kolot, dan tertinggal kalau berbahasa gayo.
Padahal perlu diketahui bahwa “harkat dan martabat gayo dipertaruhkan melalui bahasa Gayo pada saat ini”.
II. Tanda Orang Gayo Cinta Gayo.
Ada 5 (lima) tanda-tanda orang Gayo cinta Gayo adalah :
a. Ia selalu menggunakan bahasa Gayo ketika berbicara dengan orang gayo. Adanya ditemukan bahwa ketika kita ketemu dengan orang lain, yang kita pastikan bahwa ia adalah asli orang gayo, akan tetapi ia berkomunikasi dengan kita dengan menggunakan bahawa Indonesia, atau dicampurnya dengan bahasa gayo. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai gayo yang ada di dalam dirinya sudah mulai lentur.
b. Ia tidak mau menipu dan membohongi orang Gayo. Jujur kita akui, adanya orang gayo yang pembohong dan penipu, tetapi kalau sesama orang gayo ia tidak mau. Inilah orang yang benar-benar cinta gayo.
c. Kalau ia pejabat, berarti ia tidak menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Ketika ia jadi pejabat, lalu berpikir dan bertindak untuk kepengan gayo, memajukan masyarakat, mensejahterakan rakyat dan meningkatkan harkat dan martabat gayo. Inilah orang cinta gayo 100%.
d. Selalu memberikan konstribusi terhadap perkembangan gayo. Walaupun keberadaannya tidak berdomisili di daerah gayo, tetapi pemikirannya, sumbangannya tetap diberikan kepada gayo. Inilah cinta gayo yang abadi.
e. Tidak menjual Gayo untuk kepentingan pribadi. Silakan gayo dijual, asal untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat gayo. Jadi, jangan dijual hutan gayo kepada konglomerat, lalu digunakan untuk kepentingan diri sendiri dan koleganya. Jangan jual kayu gayo, damar gayo, hasil tambang gayo untuk kepentingan pribadi.
Kelima inilah sebagai tolok ukur atas orang Gayo yang benar-benar cinta gayo, tetapi kalau tidak, berarti ia adalah pembohong besar. Ia katakan cinta gayo, memperjuangkan demi tanoh gayo, padahal itu hanya tipu belaka. Hati-hati dengan orang seperti ini, karena bisa-bisa orang seperti inilah yang menghancurkan Gayo.
III. Kurangnya Bahasa Goya Saat ini.
Penggunaan bahasa gayo semakin hari semakin pudar, hal ini ditandai dengan :
1. Siswa di sekolah. Tipiskan kuping kita masing-masing, coba dengarkan pembicaraan sesama siswa di sekolah, bahasa apa yang digunakan antara mereka. Kalaupun ada yang menggunakan bahasa gayo, bahasanya sudah murol (sudah campur baur antara bahasa Indonesia dengan bahasa Gayo).
2. Mahasiswa yang kuliah. Dikalangan mahasiswa pada umumnya sudah berbahasa Indonesia, lebih-lebih kalau mereka kuliah keluar kota Gayo, maka hampir secara otomatis mereka sudah berbahasa Indonesia, dan kalaupun ia pulang kampung sudah berbahasa Indonesia, sehingga sama nenek dan kakeknyapun sudah berbahasa Indonesia. Kadang-kadang lagu gere mangan terasi ne. Ia bilang engge cakah berbahasa gayo.
3. Guru yang mengajar di sekolah. Umumnya guru menggunakan bahasa Indonesia dalam mengajarkan materi ajar kepada siswa. Mahan dialok keseharianpun antara guru dan siswa sudah menggunakan bahasa Indonesia.
4. Pejabat Berpidato. Para pejabat di daerah gayo bila berpidato pada acara-acara resmi kepemerintahan dan kekeluargaan setidaknya 90 % berhasa Indonesia. Jadi, mana pejabat Gayonya. Bila hal ini kita cermati, maka dapat kita katakan bahwa pemerintah daerah sudah memberikan contoh yang kurang baik tentang pelestarian bahasa gayo di daerah gayo. Oleh karena itu, harapan kita adalah gunakan bahasa gayo sebagai bahasa pengantar dalam berpidato.
5. Tokoh agama yang ceramah. Sebagai orang yang terdepan dalam menyiarkan ajaran islam, tentunya tidak terlepas dari bahasa yang digunakan. Bila cermati baik-baik, maka pada umumnya penceramah kita sudah menggunakan bahasa Indonesia dari awal hingga akhir, kalaupun ada bahasa gayo, persentasenya hanya sedikit.
6. Penggunaan bahasa gayo di dalam keluarga. Komunikasi keseharian di dalam keluarga sudah bercambur baur, bahasa gayo dicampur aduk dengan bahasa Indonesia, baik dikalangan anak-anak, maupun orang tua dengan orang tua, tetangga dengan tetangga dan lain sebagainya.
7. Didong sudah berbahasa Indonesia. Seperti; didong di kec. Ketol ketika gempa bumi di Takengen. Didong di Jakarta, sebagaimana yang diberitakan oleh majalah ini. Dan diding-didong lainnya yang sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan rontoknya bahasa gayo di kalangan seniman khususnya. Padahal itu, budaya jangan hinayati budaya itu sendiri dengan berbahasa Indonesia. Kakek nenek kita dulu yang namanya didong pasti berbahasa Gayo.
8. Penyanyi lagu gayo, meniru-niru lagu daerah lain atau lagu yang berhasa indonesia sehingga kehilangan ciri khasnya. Padahal yang kita butuhkan adalah lagu asli gayo, lagu yang betul-betul berkarakter gayo, tetapi kenapa kecendrunggannya sudah ke lagu barat-baratan atau ke lagu di luar daerah gayo. Apakah kita sudah tidak punya nyali, inspirasi dan kreativitas menciptakan lagu asli khas gayo.
IV. Penyebab Menurunnya Penggunaan Bahasa Gayo
Secara umum ada dua faktor yang menyebabkan menurunnya penggunaan bahasa gayo di kalangan warga gayo, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari dalam diri orang gayo itu sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar diri orang gayo.
Faktor internal :
1. Dalam keluarga masih kecil anak sudah diajarkan berbahasa Indonesia sehingga anak sudah kurang mampu berbahasa Gayo.
2. Orang gayo merasa kurang percaya diri kalau berbahas gayo. Penurunan harga diri orang gayo menyebabkan bahasa gayo kurang digemari saat ini.
3. Orang gayo sudah tidak bangga dengan bahasanya sendiri. Seharusnya kita bangga jadi orang gayo, karena Tuhan telah menakdirkan kita jadi orang gayo, tentunya, suku itulah yang terbaik buat kita, dan tentunya banyak hikmah dibalik dilahirkan Tuhan kita jadi suku gayo. Jadi, suratan kita jadi orang gayo, untuk itu berbangganya kita jadi orang gayo. Gunakan bahasa gayo sebagai simbul kebanggaan kita jadi orang gayo.
4. Pengajaran di sekolah sudah menggunakan bahasa Indonesia.
Faktor Eksternal:
1. Adanya perkawinan asimilasi. Kita ketahui perkawinan tidak bisa membedakan antar suku bangsa. Jodoh sudah ditentukan Tuhan. Oleh karena itu, masalah ini tidak bisa kita hindari, memang sudah suratannya demikian.
2. Pengaruh bahasa dari luar gayo. Derasnya bahasa lain yang masuk ke gayo, dan semakin terbuka gayo dengan daerah lain, menyebakan pergaulan yang begitu bersahabat menyebakan orang gayo lupa dengan bahasanya sendiri.
V. Solusi.
Solusi yang penulis tawarkan adalah sebagai berikut :
1. Masukkan bahasa gayo dalam kurikulum daerah di gayo.
2. Lembaga bahasa harus proaktif untuk membangkitkan bahasa gayo.
3. Orang tua di rumah harus berbahasa gayo dengan anaknya, dengan demikian hasa gayo menjadi bahasa keseharian dalam keluarga.
4. Pemerintah harus konsen mempertahankan harkat dan martabat gayo melalui bahasa gayo dan budayanya.
VI. Penutup
Mari kita kembali kebahasa ibu yakni bahasa Gayo. Mulai hari ini canangkan gerakan kembali berhasa gayo, dengan selogan :
“SAYA BANGGA BERBAHASA GAYO”
“SAYA CINTA GAYO”
“SAYA BANGGA JADI ORANG GAYO”
“MARI KITA BERBAHASA GAYO”
“HIDUP-HIDUP-HIDUP GAYO”
Melalui tulisan ini saya sarankan kepada lembaga bahasa gayo khusunya dan pemerintah daerah pada umumnya, buat sepanduk besar-besar dengan tema seperti yang termuat di atas. Amin-amin. Wassalam
*Konsultan Pendidikan
Lihat Juga: #Bahasa Gayo
Pemda harus kreatif seperti walikota bandung dalam 6 hari kerja, gunakanlah satu hari wajib berbahasa daerah termasuk disposisi surat internal Pemda