Bahasa Gayo Terancam Punah (2)

 

Bahtiar Gayo Wartawan Senior
Bahtiar Gayo

Bila bahasa sehari-hari (bahasa ibu) tidak dibudayakan bagi urang Gayo, maka bahasa yang jarang didengar akan semakin hilang dari memori kita. Lama kelamaan kata demi kata yang sebelumnya indah, akan terasa asing di indra pendengaran.

Saya iseng-iseng juga menanyakan ke beberapa staf Humas Pemda Aceh Tengah, tentang sejumlah kata yang saat di Kantor KONI Aceh Tengah, menjadi bahan pembahasan. Namun saya kembali terkejut jawaban yang sama saya dapatkan, mereka juga tidak tahu artinya, walau mereka berdarah Gayo.

Kiranya untuk mengulang kaji, tidaklah berlebihan bila saya terjemahkan sejumlah kata dalam tulisan sebelumnya yang masih ada sebagian orang kurang memahami maknanya. Saya coba uraikan sedikit. Maaf saya bukan pakar bahasa Gayo, namun saya mencintainya dan menjadikan bahagian hidup.

Apa yang saya ketahui kiranya dapat berbagi, kalau saya salah tolong diperbaiki. Makna kata-kata yang saya tulis sebelumnya :
1. Pemepal, maknanya area gunung, atau belukar tempat hewan mencari makanan dan bermain.

2. Sunung, artinya hutan yang rindang dengan pepohonan yang nyaman, udaranya segar.

3. Tangkir, makna sebuah kawasan dibibir jurang yang menjorok ke jurang. Benda yang berada di bibir jurang dan menjorok itu boleh juga berupa pepohonan atau batu.

4. Eges, sejenis nyamuk tetapi berbeda dengan nyamuk. Biasanya ada dalam kawasan hutan. Eges ini sangat ganas, dalam menyerang manusia. Bekas gigitanya selain merah dan kembung, juga sangat gatal. Biasanya eges muncul saat menjelang magrib. Eges tidak peduli dengan kibasan tangan, dan tetab akan menyerang. Makanya di Gayo ada istilah nesu ni eges (nafsunya eges).

5. Berinang, artinya kawasan tempat bermain. Enti berinang ku pucuk, maknanya jangan bermain ke pucuk (kayu atau tanaman) sudah pasti berpeluang jatuh.

6. Selpah, artinya perlengkapan bahan makanan yang diperlukan dalam perjalanan.

7. Berkap, kulit kayu yang tebal, biasanya kayu-kayu besar.

8. Belide. Kayu (reng) yang diikat pada tiang agar.

9. Bentor, bambu kering yang dipergunakan untuk kayu bakar.

10. Cumun, artinya cemburu atau iri.

11. Unyep, maknanya kepala yang timbul tenggelam, biasanya saat berjalan di kawasan hutan atau semak, dimana kepala ini dilihat dari agak jauh, kadang kala nampak kadang hilang diantara semak.

12. Tongar, kayu besar yang hangut dibawa air dalam aliran sungai. Atau sejenis daun pandan yang keras yang tidak bisa dijadikan tikar (bengkuang).

13. Suri, air yang kotor dan mengapung biasanya berwarna merah kekuning-kuningan.

14. longe, sejenis lipan (kelabang) yang agak lebih kecil sedikit bila dibandingkan dengan lipan.

15. Bike, kehendak atau maknanya keinginan.

16. Selput, artinya tanggung. Tidak sampai ke atas atau kebawah,

17. Rengkeng, maknanya kurus. Hehehehe seperti saya juga kurus.

18. Pengaci, artinya burung yang sudah dilatih untuk memanggil burung yang lain, biasanya dipergunakan saat seseorang berusaha menangkap burung yang masih liar. Makna pengaci sama dengan pengantih.

19. Rengi, artinya basi, atau sudah tidak sedap lagi untuk dimakan.

20. Ligen, maknanya bergerak berputar, bercampur aduk.

21. Likit, artinya bekas luka atau parut bekas luka.

22. Denen. Artinya tenggelam, masuk ke dalam air karena berat.

Biasanya kata-kata ini bila dirangkai dengan beberapa kata-kata lainya mengandung makna yang tersurat secara leter leks, atau mengandung makna yang tersirat membutuhkan analisa. Misalnya “ Muumah longe iwan kemering ( bersarang sejenis lipan dalam telinga), maknya yang tersirat menyebutkan seseorang yang tidak mendengar. Bahasanya halus”.

Sikerna ate nge muligen
Likit jemen iuke mien
( karena hati sudah bercampur aduk, bekas luka yang lama dibuka kembali). Luka dihati yang sukar disembuhkan, berbagai perasaan bercampur aduk. Ahirnya kisah-kisah yang menyebabkan hati terluka kembali hadir dalam ingatan dan menjadi pembahasan. Walau likit (bekas luka) tidak nampak dilihat di dalam hati, namun kiasan luka itu menggambarkan perasan jiwa.

Pengakuan adik-adik di kantor KONI Aceh Tengah, ditambah sedikit keterangan lainya di bagian Humas Pemda Aceh Tengah, membuat saya merenung. Bila bahasa ibu tidak dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, satu persatu kata akan hilang dan asing kendengaranya. Lama kelamaan kata-kata itu akan punah. Apa saya salah menafsirkanya??? (Bahtiar Gayo).

tulisan terkait : Bahasa Gayo Terancam Punah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.