Oleh : Yunadi HR,S.IP
Sejenak kita semua bisa bernafas lega, bahwa dinamika terkait penetapan Pimpinan DPRK Aceh Tengah telah menemui solusi, sehingga pimpinan Defenitif telah dilantik dan syah.
Maknanya adalah, saatnya mulai bekerja dan berlari cepat, karena adanya PR pembahasan dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tengah (APBK) tahun 2015 yang sempat tertunda,tentu harus segera dibahas dan selanjutnya berdasarkan UU 23 Tahun 2014; dibahas dan disyahkan bersama Eksecutif dan Legislatif, menjadi Qanun APBK Aceh Tengah Tahun 2015.
Dinamika yang sebelumnya berlangsung di DPRK Aceh Tengah sejak dilantiknya anggota DPRK Aceh Tengah periode 2014 s/d 2019, telah cukup banyak menyita waktu dan perhatian masyarakat,tentu juga segenap anggota DPRK itu sendiri juga kalangan eksecutif. Dan tentu itu bukan sesuatu yang sia-sia bila kita bersama mampu mengambil Hikmah dari persoalan itu.
Paling tidak siapapun Pimpinan DPRK Aceh Tengah kedepan akan jauh lebih berhati-hati, akan selalu mencoba lebih banyak mendengar serta tentu akan selalu mengedepankan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai patokan dalam menyusun dan mengambil kebijakan-kebijakan, baik yang berkenaan dengan ke-dewan-an juga tentu yang berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat Aceh tengah kedepan secara keseluruhan.
Satu hal juga harus dipastikan tidak ada yang kalah dan tidak ada yang dimenangkan, dalam proses itu, dan bahwa yang menang harus dipastikan Rakyat Aceh Tengah yang diwakili. Terkait adanya persepsi (“Gayo Lut Terbuai “Angin Surga” Gubernur”_ini judul tulisan sebelumnya di media ini); saya kira maknai secara biasa-biasa saja, karena kalaupun tertipu atau apapun istilahnya atau ter ingkari, itu justru karena “kita” bersedia ditipu dan diingkari. Sehingga saya kira ini saatnya berbenah dan koreksi yang lebih mendalam.
“Tiada hujan yang tak reda”
Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya, sejauh semua fihak masih bersedia duduk bersama, dengan kepala dingin dan berdiri diatas aturan (role) yang berlaku.
Terkait dengan sanksi (hukuman) berdasarkan UU 23 Tahun 2014 Pasal 312; “tidak diberikannya hak-hak keuangan Kepala daerah dan anggota DPRD selama 6 (enam) bulan)”, akibat keterlambatan pembahasan dan pengesahan APBK Aceh Tengah Tahun 2015, tentu hal itu menjadi masalah serius; karena menjadi sangat sulit kiranya manakala 30 Anggota DPRK Aceh Tengah tidak mendapatkan hak-nya berupa Gaji dan tunjangan serta hak-hak keuangan lainnya.
Hal tersebut tentu berdampak pada kinerja dan terkendalanya peran dewan selaku lembaga yang berfungsi sebagai; Legislasi, Budjeting (penganngaran) dan Controlling (pengawasan).
Sejak awal kami; baik selaku akademisi dan juga pemerhati sosial politik di dataran tinggi gayo, tentu juga sebagai rakyat pemilih dan pembayar pajak yang dilindungi undang-undang, juga merasa perlu kiranya memberikan saran dan pemikiran, terkait langkah dan solusi atas hal tersebut. Menjadi baik manakala mampu menganalisa permasalahan juga tentu dengan menawarkan alternatif solusi sebagai bentuk kepedulian dan tanggungjawab sosial saya.
Adapun saran saya;
1. Terkait dengan keterlambatan pembahasan APBK Aceh Tengah tahun 2015. Hal ini tentu harus ada upaya segera antara eksecutif dan legislatif untuk membahas dan mengesahkan APBK Aceh Tengah Tahun 2015. Karena hal ini berdampak luas terhadap kinerja pemerintahan dan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat. Karena dengan keterlambatan itu, tentu menunda beberapa kegiatan dan menjadikannya tidak efektif adanya karena ketiadaan dan keterbatasan anggaran. Penyegera-an pembahasan dan penetapan anggaran itu Tentu dengan harus tetap mengedepankan anggaran yang berbasis kerakyatan dan pemerataan pembangunan dan kegiatan-kegiatan produktif lainnya.
2. Terkait dengan sanksi keuangan “tidak diberikannya hak-hak keuangan Kepala daerah dan DPRD selama 6 bulan”, akibat tertundanya pembahasan dan pengesahan APBK Aceh Tengah tahun 2015. Petikan kalimat diatas adalah bunyi dari Undang-Undang, yang tentunya harus dilaksanakan. Akan tetapi menjadi tidak logis manakala Anggota DPRK Aceh Tengah yang sudah “kompak” menetapkan Pimpinan dan dilantik pimpinan dewan dan AKD lainnya; kemudian tidak menerima gaji dan tunjangan serta hak-hak keuangan dewan lainnya. Tentu harus ada upaya sanksi itu segera dicabut.
3. Langkah-langkah menuju pencabutan sanksi-sanksi itu menurut saya yang paling logis adalah; segerakan pembahasan dan penetapan Qanun APBK Aceh Tengah Tahun 2015. Bila itu sudah disegerakan lalu pastikan juga segerakan konsultasikan kepada bagian keuangan di Kemendagri agar sanksi “tidak diberikannya hak-hak keuangan Kepala daerah dan DPRD selama 6 bulan” itu bisa segera dipulihkan. Logikanya adalah; manakala Dewan telah mengesahkan anggaran (APBK 2015) bersama-sama eksecutif, tentu langkah berikutnya adalah pelaksanaan anggaran tersebut.
Nah, sejatinya fungsi dari Dewan adalah Budjeting, legislasi dan Pengawasan (pelaksanaan kegiatan pemerintahan). Tidak akan mungkin dapat dilaksanakan Pengawasan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dari anggaran yg sudah disyahkan bersama manakala DPRK Tidak digaji,tidak diberi tunjangan guna menunjang kegiatan-kegiatan kedewanan. Nah ini dapat menjadi alasan teknis; agar kiranya segera Kemendagri dapat memberi pengampunan terkait sanksi tersebut, dan kepala daerah serta segenap Anggota DPRK Aceh Tengah dapat dipulihkan hak-hak keuangannya, alias diberi gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya. Entri point dari pengampunan dari sanksi itu adalah, segera dibahas dan disyahkan APBK 2015.
Bila ini tidak terjadi, tentu sulit kiranya DPRK melaksanakan Tugasnya. Bila ini tidak dijalankan, serta Kemendagri tidak memberi pengampunan terhadap sanksi tersebut bisa-bisa sementara DPRK terancam akan nganggur…. Jadi sekali lagi langkah paling logis adalah;segerakan bahas dan syahkan APBK, lalu pastikan adanya pengampuna dari kemendagri terkait pemulihan sanksi hak-hak keuangan DPRD.