Warga Tidak Boleh Sembarangan Cari Giok

Dinas Kehutanan Aceh sedang menggodok aturan tata cara pengambilan batu giok di Aceh. Aturan ini dibuat untuk mengantisipasi terjadinya perusakan hutan lindung di Aceh dalam mengambil batu giok yang sudah memiliki nilai tinggi akhir-akhir ini.
Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun mengatakan, saat ini ada orang yang nakal mengambil giok dalam kawasan hutan lindung, sehingga dikhawatirkan terjadinya kerusakan hutan yang dilindungi ini. Tentunya kasus ini tidak boleh dibiarkan terjadi dalam jangka panjang.
“Kalau dibebaskan semakin berbahaya, memang ada masyarakat sudah masuk dalam hutan lindung, meskipun sekarang belum menggunakan alat berat,” kata Husaini Syamaun, Rabu (1/4) di Banda Aceh.
Agar ini tidak terus berlanjut, kata Husaini Syamaun, Pemerintah Aceh mencoba untuk mengantisipasinya dengan merancang draft aturan tata cara dan kelola giok di Aceh. Saat ini format aturan itu sedang digodok di Dinas Kehutanan Aceh.
“Sebenarnya kalau tidak merusak hutan lindung tidak apa-apa, tetapi kalau sudah merusak ini akan berbahaya, karena berpotensi banjir, longsor dan bencana lainnya,” ungkapnya.
Oleh karena itu untuk mencegah secara dini agar tidak terjadi kerusakan hutan yang lebih parah. Pemerintah Aceh merancang aturan pengambilan giok yang diberi nama Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). KPH ini nantinya akan mengatur bagaimana cara mengambil giok di Aceh.
Husaini Syamaun berjanji dengan adanya KPH ini tidak akan mempersulit masyarakat kecil yang mengambil giok di hutan. KPH ini nantinya akan mengatur tentang pengelolaan hutan dengan prinsip-prinsip kelestarian secara ekologi maupun ekonomi.
“KPH boleh ambil sendiri hasil hutan selama jelas untuk kepentingan masyarakat, pembangunan dan kelestarian. KPH juga bisa bekerja sama dengan pengusaha dan masyarakat serta pemerintah,” tegasnya.
Lanjutnya, masyarakat yang paham dengan batu giok, Husaini Syamaun menyebutkan silakan nantinya bekerjasama dengan KPH. Sebab, masyarakatlah yang lebih paham dan mengerti bagaimana kualitas dan giok yang baik, makanya butuh kerjasama yang baik antara masyarakat dengan KPH yang dibentuk oleh pemerintah nantinya.
“Masyarakat tentunya nanti ada kelompok, apakah koperasi atau unit kerja, kerja sama dengan Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Kehutanan dengan prinsip tidak boleh bawa alat berat, tidak boleh menggali luas yang mengubah fungsi lindung, semua ini nanti akan diatur,” katanya.
Dalam KPH juga akan diatur berat dan jumlah yang bisa dibawa keluar oleh pengambil giok, kata Husaini Syamaun. Akan ada batasan minimum dan maksimum nantinya.
“Lalu ada batu harus lapor ke pihak terkait dengan akan dibuat surat angkutan. Surat angkutan batu mulia Aceh misalnya, ada surat angkutan dan dibawa kemana saja itu aman, karena diperoleh legal,” tukasnya.
Soal apakah akan dibuat qanun (Perda) atau hanya cukup dengan Peraturan Gubernur (Pergub), Husaini Syamaun mengaku dirinya bukan ahli hukum. Akan tetapi pihaknya terlebih dahulu akan mengundang seluruh stakeholder untuk membahas aturan ini. Baru kemudian akan diputuskan apakah dibuat qanun atau Pergub.
“Nantilah itu, saya bukan ahli hukum, biarkan nantinya setelah ada keterlibatan semua pihak, baru kita tentukan, kalau memang cukup dengan Pergub ya Pergub saja, kalau butuh qanun kita serahkan nantinya di DPRA,” tutupnya. Sumber  merdeka.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.