Oleh : Vesara Ardhe Gatera, M.Farm, Apt
Peringatan hari Kesehatan Jiwa yang bertepatan tanggal 10 Oktober 2015 merupakan momentum yang tepat untuk membahas banyaknya kasus gangguan jiwa akibat Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif (NAPZA). Membahas penyebab yang mengganggu Kesehatan jiwa tidak hanya karena faktor sosial seperti pola asuh, lingkungan, pergaulan dan trauma. Terdapat faktor lain terkait obat yaitu penyalahgunaan NAPZA yang tidak hanya menimbulkan kesenangan sementara dan ketergantungan namun juga menyebabkan gangguan pada kejiwaan seseorang.
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh menyatakan bahwa Provinsi Aceh berada pada situasi darurat narkoba dengan jumlah pengguna sebanyak 7.000 orang. Para pencandu narkoba ini berasal dari berbagai kalangan, mulai siswa sekolah, ibu rumah tangga, pejabat, oknum TNI/Polri, PNS dan kalangan swasta. Dinas Kesehatan Aceh juga mengungkapkan bahwa hingga akhir tahun 2014 kasus gangguan jiwa akibat Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) mencapai 3.650 orang. Jika meninjau kasus gangguan Jiwa Akibat (NAPZA), maka 5 besar kasus ditempati oleh Kabupaten Pidie 1.396 Orang, Aceh Barat Daya 781 Orang, Aceh Besar 558 Orang, Kabupaten Bireun 197 Orang dan Aceh Selatan 123 Orang, angka diatas berpotensi untuk terus meningkat di tahun yang akan datang.
Solusi yang bijak tidak hanya dengan proses pengawasan namun perlu pembimbingan dan edukasi terkait faktor pemicu ini. Bentuk penyalagunaan NAPZA dimulai dengan perilaku sepele, berawal dari coba-coba, keterusan hingga menyebabkan ketergantungan yang berpotensi mengalami gangguan kejiwaan seperti perilaku impulsiv dan nekat .
Penyalahgunaan seperti Amfetamin dan ekstasi telah menjadi tren di kalangan remaja. Munculnya halusinasi, serangan panik, dan beberapa gejala kejiwaan lainnya merupakan efek samping dan dampak negatif dari penggunaan zat ini. Amfetamin dan turunannya merupakan stimulan kuat pada sistem syaraf pusat sehingga dapat menimbulkan ketergantungan. Saat ini, penggunaan Amfetamin atau yang dikenal dengan nama sabu-sabu telah sangat mendunia dengan label barang ilegal.
Menurut definisi Farmakologi, Mekanisme kerja golongan zat ini bekerja pada sistem syaraf sehingga secara otomatis akan mempengaruhi faktor kejiwaan seseorang. Dampak dari penggunaan sebenarnya tidak selalu negatif, dalam dunia farmasi penggunaan golongan narkotika dan psikotropika sangat dibutuhkan oleh beberapa pasien terkait dengan penyakit seperti epilepsi, insomnia, alzheimer dan lainnya. Dampak negatif yang saya maksud dalam hal ini adalah penyalahgunaan dengan dosis berlebihan yang tidak sekedar memberikan efek nyaman, tenang dan ketergantungan namun juga menimbulkan efek seperti mudah mengantuk, lelah, cemas, depresi, bahkan yang paling ekstrim yaitu keinginan untuk bunuh diri dan tindakan kriminal.
Periode gangguan jiwa pecandu narkoba
Perspektif yang salah mengenai indikasi NAPZA seringkali menjerumuskan seseorang untuk menggunakannya sebagai solusi untuk mengatasi stres, depresi dan melupakan masalah. Secara teoritis, golongan obat/zat ini memiliki indikasi untuk mengatasi gangguan seperti depresi namun penggunaanya dibatasi oleh dosis dan aturan pemakaian sehingga efek samping seperti ketergantungan hingga menyebabkan gangguan jiwa tidak terjadi.
Seseorang yang menyalahgunakan NAPZA awalnya akan merasakan ketenangan, berhalusinasi, percaya diri hingga mengantuk, hal ini secara tidak langsung akan memicu jiwa dan raga untuk “meminta lagi” karena efek nyaman yang dirasakan. Namun perlu diketahui bahwa ini adalah periode awal ketika pecandu berkeinginan untuk mengkonsumsi kembali yang memicu ketergantungan secara mental.
Ketergantungan mental yang dimaksud adalah sugesti bahwa NAPZA adalah satu-satunya kebutuhan yang paling primer karena memberikan efek nikmat ketika menggunakannya. Disinilah masalah kembali muncul karena ketergantungan mental ini sulit dihilangkan, seorang pecandu cenderung menganggap dirinya normal dan dapat beraktivitas dengan baik setelah mengkonsumsi NAPZA.
Fase berikutnya setelah ketergantungan mental terhadap NAPZA adalah perilaku yang mengarah pada tindakan dan perilaku Impulsiv. Pecandu yang masuk pada periode ini cenderung menghalalkan segala cara dan mencari upaya tercepat untuk mendapatkan zat haram tersebut. Perilaku ini akan mendorong pecandu untuk melakukan tindakan kriminal seperti berbohong, mencuri, menodong, merampok, bahkan membunuh. Munculnya kasus kriminalitas baru-baru ini seperti tindakan pelecehan anak dibawah umur, pemerkosaan hingga berujung pada pembunuhan mungkin saja karena dibawah pengaruh zat-zat terlarang tersebut.
Selain mempengaruhi hingga mengarah pada tindakan impulsiv, lebih lanjut zat ini juga menyebabkan seseorang masuk dalam periode kompulsiv yaitu mengulangi kesalahan yang sama secara terus menerus. Sudah banyak kasus tentang sesesorang yang dipidana dan dijebloskan ke penjara kemudian dibebaskan karena penyalahgunaan NAPZA, namun kembali terlibat dengan kasus yang sama.
Upaya pencegahan gangguan jiwa
Perlu diingat dan diperhatikan, bahwa dalam dunia pengobatan golongan obat dan zat bukan merupakan solusi mengatasi masalah pekerjaan, rumah tangga dan lainnya. Ketika digunakan dengan salah dan berlebihan. Pemahaman dan pengguanaan obat rasional tidak hanya mengenai efek/indikasi yang akan dirasakan, namun meliputi tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara dan lama pemakaian, dan waspada efek samping.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa akibat NAPZA dapat dimulai dengan meningkatkan pemahaman bahaya Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif. Selain itu dibutuhkan pula pendekatan dalam bidang psikologi terkait dengan proses pencegahan dan penyembuhan sehingga pengelolaanya tidak sekedar menyembuhkan gangguan jiwa namun juga meningkatkan kualitas hidup.
Dengan meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang NAPZA dapat mencegah terjadinya gangguan jiwa sehingga kualitas hidup lebih baik. Selamat Hari Kesehatan jiwa.
Penulis : Dosen