Takengen | Lintas Gayo – Menyambut perkuliahan Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016, Program Pascasarjana STAIN Gajah Putih Takengon menggelar studium general. Kegiatan yang berlangsung di Aula Biro STAIN Gajah Putih Takengon, pada hari Selasa, tanggal 23 Februari 2016 menghadirkan Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Amsal Bakhtiar, MA. Untuk menyampaikan orasi ilmiah.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Program Pascasarjana STAIN Gajah Putih Takengon, Dr. Al Musanna, M.Ag., melaporkan bahwa kegiatan studium general diikuti mahasiswa program pasacasarjana angkatan perdana yang berjumlah 40 orang, para wakil ketua, ketua jurusan dan koordinator program studi di lingkungan STAIN Gajah Putih Takengon. Di bagian lain, Direktur Pascasarjana mengemukakan Studium general merupakan tradisi yang telah berkembang luas pada institusi pendidikan tinggi Eropa atau Amerika sejak abad pertengahan.
Di Indonesia, studium generale atau sering diterjemahkan sebagai kuliah umum dilaksanakan di perguruan-perguruan tinggi sebagai penambah wawasan baru yang dikembangkan sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. Kegiatan studium general dilakukan sebagai salah satu jalan untuk membuka wawasan sivitas akademika terkait isu-isu kontemporer.
Tradisi akademik yang mendatangkanintelektual atau cendekiawan yang memaparkan berbagai isu-isu mutaakhir ini diharapkan dapat membantu membuka cakrawala dan memperkaya penalaran civitas akademika. Tidak dipungkiri bahwa di zaman digital saat ini, ruang dan kesempatan untuk perluasan wawasan sivitas akademika sangat terbuka. Teknologi informasi dan komunikasi menyediakan bahan yang berlimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memperluas horizon dan cakrawala berfikir sivitas akademika.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti menjadikan manusia masa kini dapat memadakan interaksi impersonal berbasis teknologi media komunikasi. Pertemuaan dan komunikasi antar personal tetap menjadi kebutuhan yang niscaya. Berangkat dari kenyataan tersebut, studium general yang menghadirkan Direktur Pendidikan Tinggi Islam menjadi penting keberadaannya dalam membuka dan memotivasi sivitas akademika STAIN Gajah Putih Takengon untuk lebih berkomitmen dalam menjalankan amanah sebagai aktor perubahan. Paparan yang disampaikan Direktur Diktis diharapkan dapat mengisi ulang etos akademik (accademic recharging) sivitas akademika STAIN Gajah Putih Takengon, dan khususnya mahasiswa program magister Pendidikan Agama Islam.
Pada kesempatan yang sama, Ketua STAIN Gajah Putih Takengon, Dr. Zulkarnain, M.Ag., dalam sambutannya menegaskan pentingnya kegiatan ini dalam membangun iklim akademis di perguruan tinggi. Menurutnya, tradisi akademis yang melibatkan diskursus wacana dan praktik mengenai berbagai permasalahan sosial-budaya ini yang harus terus dikembangkan sehingga wawasan dan kepedulian sivitas akademik terhadap berbagai isu-isu kontemporer dapat berkembang secara berkesinambungan.
Dinamika dan semakin kompleksnya persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan menuntut penyikapan yang progresif dan kontekstual. Sivitas akademika tidak mungkin berpangku tangan dan abai terhadap realitas sosial yang melingkupi masyarakat. Pada sisi lain, respon yang diberikan harus rasional dan memenuhi standar keilmuan. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan respon yang tepat terhadap kompleksitas persoalan kontemporer diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk memperbaharui pengetahuan dan pengalaman sivitas akademika. Tidak mungkin sivitas akademika dapat menyikapi diversitas persoalan kontemporer secara tepat dan akurat apabila pisau-analisis dan kerangka keilmuannya telah beku dan tidak mengalami pembaharuan berkelanjutan.
Kebekuan ghirah akademik perlu didobrak melalui prakarsa-prakarsa kreatif melalui pembacaan ulang terhadap literatur-literatur kontemporer dan diskusi intensif dengan pihak-pihak yang kompeten. Aktivitas akademik yang demikian menjadi keniscayaan untuk mengakhiri kejumudan berfikir yang terlanjur melanda sebagian dari sivitas akademika di perguruan-perguruan tinggi di tanah air. Pada bagian lain sambutannya, Ketua STAIN Gajah Putih menegaskan bahwa dalam rangka transformasi kelembagaan STAIN menjadi Institut berbagai upaya telah dilakukan. Dalam waktu dekat naskah akademik dan persyaratan lainnya akan segera dipenuhi. Melalui kunjungan dan bimbingan yang disampaikan Direktur Pendidikan Tinggi Islam, harapan untuk percepatan transformasi kelembagaan diharapkan terwujud dalam waktu tidak terlalu lama.
Pada bagian paparan yang disampaikannya, Prof Dr. Amsal Bakhtiar, MA, mengemukakan bahwa diperlukan pemikiran mendalam dalam membangun perguruan tinggi. Kejelasan mengenai visi mengenai apa yang akan dilakukan untuk menjadikan perguruan tinggi ini menjadi institusi yang berwibawa dan mempunyai keunggulan. Kejelasan dan kelurusan nawaitu (niat) harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Perguruan tinggi perlu ditempatkan tidak hanya sebatas tempat berlangsungnya pendidikan, tetapi sebagai proses membangun peradaban. Kalau perguruan tinggi hanya sebagai proses pendidikan, maka prosesnya akan terbatas pada pencapaian gelar dan pemerolehan pekerjaan. Pendidikan tinggi harus ditempatkan sebagai pusat peradaban. Kesadaran ini perlu ditanamkan secara berkelanjutan kepada sivitas akademika sehingga mendorong terjadinya transformasi kesadaran. Menurut Direktur Diktis terdapat empat pilar peradaban. Keempat filar tersebut merupakan prasyarat minimal.
Keempat pilarnya adalah kemajuan ilmu dan teknologi; kemajuan dalam bidang ekonomi; ketangguhan militer; dan rampingnya birokrasi. Mengacu pada sejarah ummat manusia, pilar pertama menjadi landasan untuk pengembangan pilar-pilar lainnya. Dimulai dari Yunani Kuno yang melahirkan tokoh dan filosuf kenamaan pra masehi, kemunculan peradaban Islam pada abad ke-8, dan kebangkitan peradaban Barat pada abad pertengahan. Pada masing-masing peradaban tersebut, kemajuan ilmu pengetahuan menjadi perangkat penting yang menghasilkan teknologi yang berperan penting dalam menghasilkan revolusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia.(*)
tuntutlah ilmu sampai negeri china, supaya tidak seperti katak dalam tempurung.