Takengen | Lintas Gayo- Tumpukan sampah hampir disetiap sisi di Kota Takengen tidak bisa dipisahkan dari persoalan Uwer Tetemi, Kampung Mulie Jadi, Kecamatan Silih Nara. Lokasi Tempat Pembuangan Ahir (TPA) sampah ini dipersoalkan warga setempat.
Masyarakat disana melakukan protes. Kawasan mereka menjadi sumber bau, penyakit, dan berbiaknya lalat. Padahal Pemda Aceh Tengah menjadikan Uwer Tetemi sebagai lahan multi benefit, diharapkan nantinya akan menjadi penghasil listrik. (baca berita Uwer Tetemi Menghasilkan Listrik)
Warga di sana protes dan melarang kawasan mereka jadi area sampah dengan berbagai argument. Aksi pelarangan itu telah membuat sampah diseputaran kota Takengen menumpuk dimana-mana, tidak habis terangkut. Berserak di sana sini, karena selama hampir sepekan TPA in masih bermasalah dan dilarang warga untuk dibuang sampah ke sana.
Untuk menyamakan persepsi antara Pemda yang menempatkan sampah di Uwer Tetemi bersama dengan masyarakat sekitar diadakanlah beberapa kali pertemuan, intinya mencari kesefahaman, agar sampah tidak menjadi masalah dan warga sekitar juga tidak terkena dampak.
“Kita komitmen dengan program yang sudah dipersiapkan. Sampah di Uwer Tetemi tidak menumpuk dan berserak dimana-mana. Sampah itu ditimbun dengan tanah. Artinya setiap sampah yang diangkut kesana, secepatnya ditimbun kembali dengan tanah,” sebut Zikriadi kepala Badan Lingkungan Hidup dan Pertaman Aceh Tengah.
Untuk menimbun sampah itu dengan tanah, pihak kebersihan untuk sementara meminjam alat berat dari dinas Bina Marga. “Alat untuk penimbunan sampah itu sedang dipersiapkan, jadi untuk sementara kita pinjam dulu dari Bina Marga,” sebutnya.
Soal lalat? “ Tim dari Medan juga sudah kita turunkan untuk melakukan penyemprotan membasmi lalat. Semua upaya kita lakukan agar masyarakat juga nyaman dengan TPA ini, warga Kota Takengen juga tidak mengeluhkan sampah dan dari sini kita harapkan ada penghasilan baru dan diharapkan menjadi sumber listrik,” kata Kadis Kebersihan ini.
Memang bila dikaji dengan sarana yang ada, kita masih minim armada mengangkut sampah ke lokasi. Aceh Tengah hanya memiliki 4 amrol yang masih berfungsi dengan baik. Amrol inilah yang setiap harinya mengangkut 20 kontainer yang ada di Takengen.
Otomatis, kata Zikri, 1 amrol dalam satu hari harus mengangkut 5 kontainer. Walau melelahkan karena minimnya fasilitas, namun petugas kebersihan tetap melakukan kerjanya. Dumtruk juga ada yang sudah tua, kini hanya 9 unit yang beroperasi untuk mengutip sampah dari perumahan penduduk dan tempat sampah. Hanya 13 armada yang berfungsi.
Soal menumpuknya sampah di Kota Takengen selama beberapa hari ini, disebabkan petugas tidak tahu mau ditempatkan kemana, karena persoalan TPA Uwer Tetemi bermasalah. Namun kini persoalan itu mampu diselesaikan dengan musyawarah dan kita komitmen dengan kenyaman masyarakat sekitar, katanya.
Apakah persoalan sampah di kota wisata ini mampu teratasi. Bagaimana dengan kesadaran masyarakat, apakah persoalan yang kini melilit Dinas kebersihan dengan sejumlah persoalan dibiarkan begitu saja? (bersambung) (LG 001)