Kecerdasan Spritual, Energi Kemuliaan

Oleh : Dr. Hamdan, MA

Saya   awali   tulisan   ini   dengan   mengutip   pendapat   Dr.Joni,   seorang intelektual Muda Gayo, terkait tulisan sentuhan kecerdasan spritual di lini masa facebooknya   (04/04/20).   Dalam   tulisan   tersebut   beliau   menguraikan   bahwa kecerdasan mencakup hubungan intra personal (hubungan dengan diri sendiri),interpersonal   (hubungan   di   luar   diri   sendiri),   serta   hubungan   tranpersonal (hubungan yang tidak bisa dilihat) yaitu satu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan paling tinggi.

Cakupan tersebut bekerja saling menguatkandan menjadi satu energi. Selanjutnya,   saudara  Johansyah beberapa  waktu   yang  lalu di  lini  masa facebooknnya   (05/04/20)   mengulas   masalah   serupa.   Dia   menegaskan   betapa pentinya perhatian kita terhadap aspek ibadah-ibadah sosial. Dalam pembahasan sebelumnya   juga   saya   anggap   memiliki   kaitan,   yakni   tentang   etos   apresiasi. Menurutnya apresiasi merupakan bentuk penghormataan dan pujian terhadap hasil kerja dan juga kebaikan yang dilakukan orang lain yang merupakan bagian dari akhlak mulia. Ini adalah hal menarik. Bahwa ternyata dalam kecerdasan spritual yang harus   dimiliki   seseorang,   dia   haruslah   memperhatikan   kebaikan   terhadap   diri sendiri   dan   juga   terhadap   orang   lain,   dan   terhadap   lingkungan.   Terlebih   lagi sebagai   manusia   yang   tidak   berdaya,   maka   seseorang   haruslah   membina hubungan baik dengan Tuhannya.

Islam   sangat   memperhatikan   aspek   keseimbangan.   Artinya   seorang muslim mestilah menjaga keseimbangan dalam berakhlak; apakah terhadap dirisendiri, orang lain, keluarganya, dan dengan Allah. Kita dapat menemukan istilahyang   lumrah   didengar   bahwa   seorang   muslim   mestilah   memiliki   dan memperhatikan aspek horizontal dan vertikal. Menjaga hubungan vertikal adalah ketika seorang muslim mampu menjaga kewajiban-kewajiban  kepada Tuhan-Nya;  dan  juga mampu  menjaga  kedekatan dengan   Tuhannya,   serta   memilki   akhlak   yang   baik   terhadap   orang   lain.   Jika seseorang muslim tidak memiliki keseimbangan ini dalam berakhlak, maka diatidak akan memperoleh kemuliaan. Dalam al-Quran ditegaskan; ‘bahwasanya dijadikan kehinaan dimanapunmereka   berada   kecuali   menjaga   hubungan   dengan   Allah   (vertikal)   dan   juga menjaga   hubungan   baik   dengan   sesama   manusia’  (Q.S.   Ali   ‘Imran:112).

Ungkapan kata  dzillah mempunyai pengertian yang sangat luas, yakni kehinaan, adalah lawan dari kemuliaan. Artinya seorang muslim tidak akan menjadi sosok yang mulia manakala mengabaikan hubungan vertikal dan horizontal. Alangkah   urgennya   menjaga   akhlak   yang   mulia,   baik  dimensi   vertikalmaupun   horizontal.   Harus   dicatat   bahwa   mustahil   seseorang   mendapatkan kecerdasan spiritual tersebut jika mengabaikan pendidikan Islam yang sebenarnya. Dalam   konsep   Islam   ditemukan   istilah   ibadah   makhdah   dan   ibadah   ghairumahdah.   Hubungan   yang   baik   secara   vertikal   mengharuskan   seorang   muslimuntuk   beribadah   kepada   Allah   dengan   baik   dan   benar   dengan   mengamalkan kewajiban   bahkan   ibadah   sunnah.   Ketika   seorang   muslim   mengabaikan   hal tersebut akan mendapatkan kehinaan ketika di dunia apalagi di akhirat.

Tentu, seseorang   tidak   mendapatkan   kemuliaan   jika   meninggalkan   kewajibannya. Bahkan   untuk   lebih   mendapatkan   spiritual   yang   tinggi   dituntut   untuk mengamalkan   sesuatu   yang   bersifat   sunnah,   disamping   dapat   meninggalkan sesuatu yang bersifat haram, makruh, maupun yang mubah. Ketika   seseorang   hanyalah  baik   dalam   ibadahnya,   seperti   shalat,   zikir, membaca al-Quran dan ibadah lainnya, lalu kurang memperhatikan akhlak mulia yang   bersifat   horizontal   maka   kecerdasan   spiritual   yang   hakiki   tidaklah dimilikinya. Aspek horizontal tidak dapat dipisahkan dengan aspek vertikal ketika seseorang   mempunyai   akhlak   yang   mulia   dengan   menjaga   kewajiban   dalam hubungan   vertikal.

Seandainya   mempunyai   kendala,   masalah   dan   juga   tidak diakui mempunyai hubungan baik secara horizontal, itu berarti seseorang belum sempurna dalam membina hubungan baik dengan Allah.

Perhatian   Islam   dalam   kewajiban   menjaga   akhlak   yang   mulia   dengan manusia   lainnya   sangatlah   tinggi   dan   penting.   Minsalnya   dalam   rukun   Islambanyak yang  berhubungan dengan orang lain.  Shalat yang bermutu  dianjurkan untuk   berjamaah,   shalat   jum’at   harus   berjama’ah   dan   shalat   yang   lainnya. Demikian halnya zakat dan haji, keseluruhannya berhubungan dengan orang lain. Dalam konteks mempunyai akhlak yang mulia terhadap orang lain ataupun hewan sekalipun Allah, sangat besar ganjaran yang diperoleh  ketika  seseorang mempunyai   akhlak   yang   mulia   terhadap   orang   lain.   Dalam   hadits   dijelaskan meskipun kita tidak memahaminya apakah terjadi dalam syariat Nabi Muhammad SAW ataupun tidak; bahwasanya seorang pelacur masuk surga lantaran membantu seekor anjing yang kehausan. Di samping itu juga ketika seseorang mempunyai hak-hak orang lain namun tidak memenuhi hak  tersebut  maka  sangatlah besar dosanya bahkan dalam beberapa hadist Rasulullah tidak mau menyalati seseorang yang masih mempunyai tanggungan hutang.

Kecerdasan   spiritual   adalah   ‘mutiara   yang   dibuang’,   menurut   Saudara Johansyah  ketika   mengomentari   tulisan   DR.   Joni.   Ini   menggambarkan   betapa pentingnya   mengembangkan   kecerdasan   spiritual,   dan   dunia   pendidikan   kitakurang   melirik,   tidak   menempa   permata   yang   indah   ini   dengan   baik.

Dunia pendidikan kita seakan timpang sebelah di mana kecerdasan Intelektual sangat dikembangkan,   sementara   kecerdasan   spiritual   tidak   dikelola   dengan   baik. Padahal sehebat-hebatnya nilai akademik seseorang ketika terjun ke masyarakat, nilai spirituallah yang lebih banyak berperan ketika terjun di lapangan.

Jika tidak, kemungkinan dia akan mengalami kesulitan dan kegagalan. Kecerdasan spiritual akan menuntun seseorang mempunyai akhlak yang mulia terhadap orang lain sehingga bisa memberikan apresiasi terhadap kebaikandan  usaha  yang di  lakukan oleh  orang  lain.

Namun  hal-hal demikian tidaklah mudah, ada alasan-alasan yang tidak jelas yang berasal dari hati yang tidak sehat menjadikan seseorang terkadang enggan melakukan. Pendidikan formal yang ada seperti pendidikan tinggi sekalipun tidak bisadan   belum   bisa   menggali   potensi   kecerdasan   spiritual   yang  ideal   dikarenakan tidak   masuk   ke   dalam   kurikulumnya,   sehingga   begitu   banyak   terkadang   lahirsosok dengan beragam titel yang paling tinggi sekalipun, tidak jarang hanyalah menjadi momok yang menakutkan bagi banyak orang.

Penulis  adalah Dosen IAIN Takengon dan Anggota MPU Aceh Tengah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.