Redelong – Lintasgayo.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana menggelar rapat koordinasi (Rakor) tentang Penanggulangan dan Pencegahan semakin maraknya tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Bener Meriah yang dilangsungkan diaula Dinas setempat. Selasa, 25/08/2020.
Rapat Koordinasi yang dipimpin Bupati Bener Meriah Tgk. H. Sarkawi, dalam arahannya menyampaikan, beberapa waktu belakangan ini khusus dalam masa pendemi Covid-19, dimana anak-anak tidak bersekolah, tidak ada aktivitas, tinggal dirumah mungkin juga bosan.
Menurut Sarkawi, sementara mungkin mereka punya group-group WA atau yang lain, ini ternyata menimbulkan ekses negatif kepada anak-anak kita.
“Muncul beberapa kejadian disebagian kelompok anak-anak para remaja kita yang dipergunakan dalam hal-hal yang negative, bukan untuk hal-hal yang positif,” ungkap Bupati.
Bupati melanjutkan, kemudian kalau dulu ada kejadian-kejadian itu sifatnya personal, kesilapan muda-mudi, tapi sekarang ini sepertinya sudah direncanakan untuk perbuatan-perbuatan yang tercela, dan ini sudah terjadi beberapa kali, bukan sekali, dalam beberapa waktu belakangan ini, tentu saja ini tidak bisa kita biarkan dan semua pihak harus terlibat, semuanya kita dalam kesempatan rembuk bersama.
“Yang paling terdepan dalam hal ini adalah organisasi pemerintahan itu sendiri, dalam hal ini PP, PA dan KB yang bermitra dengan P2TP2A, PKK, DWP, POL PP dan WH, Dinas Pendidikan, Dinas Syariat Islam, MPU, para Camat dan pihak Kepolisian, sedangkan Kejaksaan dan Mahkamah Syar’iah sifatnya menunggu,” sebutnya.
Sementara Kapolres yang diwakili oleh Wakpolres Kompol Maryono dalam kesempatan itu menyatakan, yang ditangani oleh Polres Bener Meriah sampai detik ini tentang perlindungan Perempuan dan Anak semua ada 9 (Sembilan) kasus, 5 (lima) kasus pemerkosaan, 2 kasus KDRT, penganiayaan 1 dan diklat 1, yang sudah selesai 4 (empat).
“Kalau kita lihat manusianya sama, karakter daerahnya pun sama,(Daerah Gayo), kajadian di Bener Meriah paling banyak “kasus perempuan”, ini tidak dipungkirin lagi, kita harus mencari benang kusutnya dimana dan bagaimana, kalau pendidikan agama semua sama, patuh sama agama semua, kalau dilihat dari kehidupan saya lihat kehidupan di Bener Meriah tidak miskin-miskin kali, 1, 2 miskin dimana-mana sama,” terang Maryono.
“Orang kaya tidak mau memperhatikan anak, banyak yang tidur dalam satu kamar padahal dia orang kaya, coba ini kita urai benang kusutnya, kurang sosialisasi pemda kepada masyarakat mungkin, khususnya Pemberdayaan Perempuan dan Anak, mohon kedepn kita duduk bersama,” harapnya.
Maryono menjelaskan, Undang-Undang Perlindungan Anak di Aceh diganti sama Qanun, coba dievaluasi, apakah maksimal, karena kalau Qanun itu hukumannya cambuk habis itu ketemu lagi sama keluarga, ketemu lagi sama korban.
“Kita tidak alergi dengan Qanun, sekali lagi tidak, bukan kita tidak mendukung Qanun,” ungkapnya.
Menurut Maryono, kepolisian sangat mendukung, tapi kalau di tahan mungkin selama beberapa tahun yang bersangkutan tidak akan ketemu baik sipelaku maupun sikorban, dan pemulihan psikis sikorban tentu akan lebih baik.
Sedangkan Ketua MPU Tgk. Almuzani mengatakan, kami dari pihak MPU, dalam hal mendengar kejadian-kejadian ini, dalam Istilah Gayo “Kusi Male Mah Beden, Kemelni nge terjungker kuderet”, tentang rakor kali ini kami yakin dan percaya siapapun insan manusia tidak mau terjerumus kedalam perbuatan yang secara nyata.
Yang pertama melanggar agama, dan kadang mungkin melanggar peraturan perundang-undangan menurut Qanun, ataupun perundang-undangan yang lain, kata Ketua MPU Tgk. Almuzani.
Terkait dengan kronologis yang telah disampaikan, MPU mengambil inisiatif, tidak memandang umur, tua ataupun muda, kalau sidah Baligh tetap dosa, tetap dirajam karena hukumnya zina, kalau diterapkan itu secara nahi mungkar.
“Penerapan keagamaan secara idiologi penerapan syariat, kami tidak memungkiri Undang-Undang UPA, yang bahwa Qanun Cambuk, cambuk itu ada batasnya,” ujar Ketua MPU ini.
Sedangkan Kajari yang diwakili oleh Kasi Pidum, Kardono, SH secara panjang lebar menguraikan, sebelum kami sidang biasanya selalu sharing, dan apa yang kami sampaikan itu hari ini terjadi, baru –baru ini juga ada kejadiaan dan itu sudah kami tuntut 200 bulan, adalagi kejadian di suatu tempat itu kita tuntut 180 bulan.
Jadi dalam hal ini anak dan perempuan ini sudah tidak ada lagi batasan, kalau anak itu tidak bisa dicambuk, yang ada tuntutannya ada dua, penjara yang hanya ada di Banda Aceh dan dikembalikan kepada orang tua.
“Saya sudah 4 tahun bertugas disini Bener Meriah yang ada dimeja saya paling banyak kasus perkara “porno, cabul, dan perkosaan,” tegasnya.
Lanjutnya, untuk itu langkah yang kita lakukan adalah pembentukan Satgas, yang melibatkan Polri, Satpol PP dan WH, ini merupakan garda terdepan dalam hal pencegahan, steakholdernya adalah Kejaksaan dan Mahkamah Syariah, P2TP2A kemudian Dinsyar, MPU dan Dinas Pendidikan, yang bertugas untuk memberikan edukasi kepada anak-anak dan ibu-ibu terutama di tingkat kampung-kampung dan dusun.
Ketua Mahkamah Syariah Bener Meriah, Siti Salwa, juga menjelaskan hal yang sama, kalau kita berbicara tentang ini, mungkin tidak akan pernah ada habisnya, dari 8 perkara yang masuk ke Meja Sidang di tahun 2020 ini korban dan pelakunya adalah anak anak berarti 1 yang bukan.
Selanjutnya Dr. Alyin Kadis PP. PA dan KB dalam laporannya menyampaikan, perlu kami sampaikan masalah kasus perlindungan anak di Kabupaten Bener Meriah tahun 2020, sebanyak 18 kasus, ada 8 kasus yang khusus pemerkosaan terhadap anak, terakhir kasus yang sangat miris yang memerlukan perhatian serius.
“Kami dari dinas PP, PA dan KB sudah melakukan pencegahan dengan keterbatasannya,” Ujar Aliyin.
Dihadiri Kadis Syariat Islam Taslim, Kadisdik Sukur, Kasatpol PP dan WH Ir. Mahmuddin, Camat Wih Pesam Lukman,Camat Bandar yang diwakili oleh Suhada, Ketua TP-PKK Ny. Nikmah Sarkawi, Ketua DWP Risnawati, S.SiT, Kabag Humas dan Protkol Wahidi dan undangan lainnya. (Putra Mandala/FG).
Comments are closed.