Pada era keblinger ini, dunia pendidikan kita ternyata terinfeksi juga oleh virus korupsi dan membuat daya tahannya semakin lemah. Korupsi memang seperti arus deras tak terbendung yang datang dari hulu dan menyapu semua yang disentuhnya sampai ke hilir. maraknya korupsi dalam dunia pendidikan kita, salah satunya disebabkan oleh desentralisasi pendidikan yang memberi kewenangan kepada daerah.
Sebelum era reformasi, sistem pendidikan kita berbentuk sentralistik, di mana semua kebijakan pendidikan berada pada pemerintah pusat. Dengan sistem ini memang daerah tidak memiliki kesempatan dan peluang untuk mempermainkan dana-dana pendidikan karena kewenangan mereka terbatas, meskipun di sisi lain sistem ini terkesan memanggang demokrasi.
Pemerintah lokal yang dulunya Structural efficiency model memang Ā menekankan efisiensi dan keseragaman. Namun sejak reformasi bergulir sistem ini mulai ditinggalkan dan mengarah ke local democracy model yang menekankan nilai demokrasi dan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintah lokal. Seiring dengan pergeseran model tersebut terjadi pula dari penguatan dekonsentrasi ke penguatan desentralisasi.
Dalam sektor pendidikan, dipastikan konsep desentralisasi pedidikan jelas tidak keliru karena tujuan dan sasarannya sebenarnya sangat baik. H.A.R Tilaar menyatakan bahwa ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial kapital dan peningkatan daya saing bangsa. Artinya desentralisasi diharapkan akan menjadi lebih baik dari sistem sentralisasi sebelumnya.
Dalam kenyataannya, otonomi daerah dan desentralisasi ternyata punya kelemahan dan dampak negatif, salah satunya makin maraknya korupsi di daerah dengan modus yang beragam. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa 73 persen perkara yang ditangani adalah korupsi di daerah. Ini artinya tindak kejahatan korupsi di daerah sangat tinggiĀ dan peluangnya sangat besar bagi mereka yang berniat korupsi.
Coba kita perhatikan media massa, hampir tidak pernah alpa memberitakan berbagai kasus penyunatan dana-dana pendidikan, baik tunjangan, sertifikasi, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan buku, TC, BOS dan dana-dana lainnya. Contoh, disinyalir ada pelanggaran pengelolaan keuangan dan proyek bernilai sekitar Rp 4 miliar terkait proyek pengadaan barang dan jasa maupun pembangunan infrastruktur oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Nagan Raya tahun anggaran 2010 yang merugikan keuangan negara. Lalu bagaimana dengan Disdik kabupaten/kota lainnya, jangan-jangan juga sama bahkan lebih parah.
Kenyataan Pahit
Fakta di atas merupakan kenyataan pahit dalam dunia pendidikan kita, bahwa korupsi ternyata telah menyebar ke dunia pendidikan. Haruskah kembali kepada sentralisasi yang pengelolaan sektor pendidikan diserahkan kepada pusat lagi?. Rasa-rasanya juga tidak mungkin, sebab tidak ada juga garansi bahwa pengelolaannya akan bebas korupsi.
Tugas kita adalah memikirkan bagaimana merubah mental pengelola pendidikan yang melek mata melihat uang dan melupakan tugasnya sebagai pengelola pendidikan yang seharusnya bebas dari perilaku miring tersebut. Seharusnya mereka berpikir bagaimana meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan bukan memikirkan berapa banyak proyek yang mendatangkan keuntungan materi.
Sungguh ironi jika memperhatikan sifat pengelola pendidikan saat ini, mereka seolah-olah sudah kebal dengan hukum dan sangat nekat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kebenaran. Modal mereka adalah kebohongan dan pintar bersilat lidah dan professional membuat laporan keuangan sehingga terhindar dari jerat hukum.
Merambahnya korupsi ke dunia pendidikan merupakan sebuah ancaman bagi kokohnya moral generasi bangsa ini. Bagaimana tidak, lembaga pendidikan idealnya diharapkan melahirkan manusia bermoral, tapi ternyata mengotori diri dengan āmakan uangā. Kalau pengelola pendidikan saja tidak mampu menjunjung tinggi moralitas, maka bagaimana mungkin akan mampu melahirkan generasi bermoral yang tidak materialis dan hedonis.
Desentralisasi dan Pencegahan Korupsi
Desentralisasi pendidikan adalah salah satu bentuk nyata dari pemerintahan kita yang demokratis. Akan tetapi tentunya daerah harus benar-benar menggunakan kesempatan ini untuk membangun dan mengembangkan diri secara otonom dan bebas berdasarkan nilai-nilai transparansi, jujur dan berkeadilan. Janganlah seperti saat ini, desentraliasi disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan korupsi.
Hemat penulis, pembenahan harus dilakukan dalam meningkatkan efektifitas desentralisasi pendidikan, terutama dalam upaya menutup peluang-peluang korupsi yang masih banyak. Pembenahan tersebut yaitu; pertama, revitalisasi pengawasan keuangan yang dikelola oleh daerah. Memang pengawasan keuangan selama ini sudah dilakukan dan cukup banyak lembaga yang melakukannya, akan tetapi pengawasan tersebut terkesan masih dapat dinegosiasi sehingga kurang berjalan efektif. Kedua, melakukan chek and Rechek semua bentuk laporan keuangan yang dikelola oleh daerah secara berkesinambungan oleh lembaga yang berwenang.
Ketiga, harus ada pemberian punishment yang berat bagi para koruptor dalam pendidikan yang selama ini terkesan bisa berkilah dari jerat hukum karena menganggap bahwa hukum di Indonesia adalah hukum yang dapat ditawar-tawar dan diganti dengan rupiah. Keempat, memperbaiki mental para pengelola pendidikan dengan berusaha menyadarkan mereka dari kesesatan yang selama ini mereka jalankan dengan berbagai metode dan cara manipulatif yang menjijikkan.
Pembenahan mental inilah yang menjadi core dari semua langkah yang kita lakukan untuk mencegah korupsi dalam pendidikan. Artinya, selama pejabat dan pengelola pendidikan kita bermental buruk, maka tetap saja pola pikir dan prilakunya seperti itu dan bahkan lebih parah dari hewan, karena manusia memiliki akal pikiran dan perasaan.
Akhirnya, upaya pembenahan di atas diharapkan dapat memperkecil peluang dan niat korupsi para pejabat daerah. Jika tidak, maka sia-sialah desentralisasi pendidikan yang memiliki tujuan mulia untuk mengembangkan pendidikan di daerah. Semua kita harus sadar bahwa pendidikan adalah pintu gerbang perubahan dan oleh karena itu janganlah kotori dunia pendidikan dengan korupsi, sebab hal tersebut cepat atau lambat akan membunuh bangsa ini.
*Penulis adalah Pemerhati Pendidikan.